Apakah Skizofrenia Bisa Sembuh? Ini Jawabannya!

Pernahkah kamu mendengar tentang skizofrenia? Penderita penyakit yang tergolong sebagai gangguan mental ini cukup banyak di Indonesia. Diperkirakan ada 2,6 juta orang Indonesia yang menderita penyakit skizofrenia. Sayangnya informasi dan pengetahuan masyarakat yang masih minim membuat orang gak menyadari bahayanya.
Penderitanya sering kali gak menyadari bahwa gejala yang dialami adalah pertanda skizofrenia. Lebih parahnya lagi, orang sekitar kadang menganggap penderita skizofrenia mengalami depresi, gangguan jiwa, hingga kepribadian ganda. Lalu apa itu skizofrenia dan apakah penyakit ini bisa disembuhkan? Simak penjelasan berikut ini!
1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit mental serius yang dapat mempengaruhi bagaimana perasaan, perilaku, dan pikiran seseorang. Dilansir Single Care, istilah schizophrenia berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu schizo yang berarti terbelah dan phrene yang berarti pikiran. Meski secara harfiah skizofrenia berarti pikiran yang terbelah, orang dengan gangguan ini gak sama dengan mereka yang punya kepribadian ganda.
Istilah ini sendiri pertama kali dikemukakan oleh seorang psikiater Swiss bernama Eugen Bleuler pada tahun 1911. Meski begitu, penyakit skizofrenia sendiri sudah mulai dikenali pada abad ke 18. Seorang dokter bernama Emile Kraepelin, menyebut penyakit ini dengan nama demensia praecox atau demensia dini.
2. Penyebab skizofrenia masih menjadi misteri hingga saat ini

Skizofrenia merupakan salah satu penyakit misterius yang belum diketahui penyebab pastinya. Meski begitu, rata-rata penyakit mental seperti depresi disebabkan oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan, dan pengalaman hidup yang buruk di masa lalu. Dilansir The National Institute of Mental Health, peneliti berpendapat bahwa dua faktor ini juga berkontribusi dalam perkembangan penyakit skizofrenia pada seseorang.
Gak hanya kedua faktor tersebut, genetik dan fungsi otak juga memicu timbulnya penyakit ini. Pasalnya penelitian menemukan bahwa otak orang yang memiliki skizofrenia memiliki ukuran yang berbeda di area tertentu. Terakhir meski gak selalu tepat, tapi dalam beberapa kasus, skizofrenia menurun dalam keluarga.
3. Gejala skizofrenia muncul lebih cepat pada laki-laki daripada perempuan

Skizofrenia gak mengenal gender, siapapun memiliki risiko yang sama terkena penyakit satu ini. Meski begitu, gejala skizofrenia pada laki-laki muncul lebih cepat ketimbang perempuan. Dilansir SAMHSA, mayoritas pasien laki-laki menunjukkan gejala skizofrenia pada awal usia 20 tahun, sedangkan pada perempuan gejalanya muncul di akhir usia 20 tahun. Gejala skizofrenia sendiri terdiri dari gejala positif dan gejala negatif.
- Gejala positif meliputi halusinasi dan delusi di mana mereka mendengar suara, melihat sesuatu, atau mempercayai hal-hal yang sebetulnya gak terjadi. Contohnya mereka bisa tiba-tiba saja mempercayai bahwa dirinya menjadi target kebencian di internet atau memiliki kemampuan luar biasa. Orang skizofrenia juga kadang kesulitan mengatur pikiran maupun ucapannya.
- Gejala negatif meliputi kehilangan minat pada kegiatan sehari-hari, menarik diri dari lingkungan, hingga gak bisa melakukan kontak mata dan menunjukkan emosi mereka. Hal ini membuat penderita skizofrenia sulit melakukan kegiatan harian, maupun mempertahankan sebuah hubungan. Baik itu hubungan pertemanan atau percintaan dengan pasangan.
4. Skizofrenia terbagi menjadi beberapa jenis

Gejala skizofrenia pada setiap orang bisa berbeda-beda. Dilansir Mental Health UK, hal ini terjadi karena skizofrenia terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
- Paranoid schizophrenia atau skizofrenia paranoid adalah jenis skizofrenia yang paling umum terjadi. Alih-alih kehilangan emosi atau minat pada hal-hal yang disukainya, mereka yang menderita skizofrenia paranoid lebih banyak mengalami gejala positif seperti halusinasi dan delusi diawasi oleh sesuatu, atau mendengar suara-suara yang sebetulnya gak pernah ada. Ketika skizofrenia paranoid-nya kambuh, mereka akan terlihat cemas, gelisah, ketakutan, agresi, hingga kemarahan.
- Hebephrenic schizophrenia atau skizofrenia tidak teratur, paling sering terjadi pada remaja usia 15 sampai 25 tahun. Orang yang memiliki hebephrenic schizophrenia lebih banyak menunjukkan gejala negatif yang ditandai dengan perilaku, pikiran, dan pola bicara yang gak teratur. Mereka juga kadang gak menunjukkan emosi sama sekali ketika sedang berbicara. Orang-orang dengan hebephrenic schizophrenia umumnya akan mengalami kesulitan untuk melakukan rutinitas harian hingga mempertahankan hubungan dengan orang lain.
- Kebalikan dari paranoid schizophrenia, catatonic schizophrenia atau skizofrenia katatonik merupakan jenis skizofrenia yang paling langka. Orang-orang dengan skizofrenia jenis ini biasanya menunjukkan gerakan yang gak biasa, meniru tindakan hingga mengulang-ulang perkataan orang lain. Dalam satu waktu, mereka bisa begitu aktif namun tiba-tiba berubah menjadi sangat diam tanpa alasan yang jelas.
- Di antara jenis skizofrenia lain, residual schizophrenia atau skizofrenia residu merupakan jenis yang memiliki gejala paling sedikit, sekaligus juga paling jarang kambuh. Mereka yang mengidap skizofrenia residu memang pernah mengalami gejala di masa lalu, biasanya merupakan gejala negatif yang gak terlalu parah. Namun berbeda dengan jenis skizofrenia lainnya, orang dengan skizofrenia jenis ini mampu mengatasi gejala ini sendiri tanpa pengobatan.
- Jika skizofrenia lain lebih dominan di satu gejala, maka undifferentiated schizophrenia justru ditandai dengan gejala gabungan. Mereka bukan hanya mengalami delusi dan halusinasi, melainkan juga gejala negatif seperti pikiran dan perilaku yang gak teratur. Orang dengan skizofrenia jenis ini pengobatannya lebih fokus ke salah satu gejala yang paling sering muncul dan tingkat keparahannya. Selain mengkonsumsi obat antipsikotik, mereka juga perlu mengikuti sesi terapi agar kondisinya jadi lebih baik.
5. Bisakah skizofrenia disembuhkan?

Setiap penyakit pasti ada obatnya, masalahnya menemukan obat dari sebuah penyakit bukanlah hal yang mudah. Buktinya ada banyak penyakit serius di dunia ini yang belum ditemukan obatnya, dan salah satu diantaranya adalah skizofrenia. Sama seperti lupus, sampai saat ini para peneliti belum bisa menemukan obat untuk skizofrenia. Nah karena obatnya belum ditemukan, maka skizofrenia belum bisa disembuhkan.
Dilansir Healthline, meski belum bisa disembuhkan, pengobatan saat ini dapat membantu pasien untuk mengelola gejala mereka sehingga dapat beraktivitas secara normal. Pengobatannya sendiri biasanya meliputi konsumsi obat antipsikotik untuk mengurangi munculnya gejala skizofrenia. Selain obat, mereka juga memerlukan terapi untuk membantu mereka menyelesaikan masalah yang mungkin muncul saat melakukan aktivitas harian.
Sama seperti penyakit lainnya, obat-obatan dan terapi memang penting dalam mengatasi skizofrenia. Namun terlepas dari dua hal tersebut, orang dengan skizofrenia juga membutuhkan dukungan maksimal dari orang terdekat. Melawan gejala skizofrenia bukanlah pertarungan yang mudah, tapi dukungan orang sekitar akan membuat mereka gak menyerah pada penyakitnya.
Referensi
Laoise, Renwick. (2023). Culturally adapted family intervention for people with schizophrenia in Indonesia (FUSION): a development and feasibility study protocol. Pilot and Feasibily Studies.
National Institute of Mental Health. Diakses pada Juni 2024. Schizophrenia.
Mayo Clinic. Diakses pada Juni 2024. Schizophrenia.