9 Cara Berargumen yang Sehat dalam Hubungan, Gak Pakai Emosi!

Umumnya, hubungan—dari pertemanan, romantis, hingga keluarga—tanpa perdebatan adalah gambaran hubungan yang ideal. Padahal, ternyata perdebatan adalah salah satu hal yang penting dan tanda kepedulian.
Faktanya, menurut penelitian dalam jurnal Family Process pada 2019, baik pasangan harmonis atau yang tidak harmonis mencatat frekuensi perdebatan yang serupa. Bedanya, pasangan harmonis lebih fokus pada menyelesaikan masalah dan menghindari kata-kata negatif.
Daripada dihindari, perdebatan dianggap sebagai jalan untuk mengenali satu sama lain dan berubah ke arah lebih baik. Masalahnya, kebanyakan dari kita berargumen dengan cara yang salah. Jadi, bagaimana cara berargumen dengan sehat? Yuk, simak baik-baik!
1. Mulai dengan rasa hormat

Saat berdebat, dekati pasangan, keluarga, atau sahabat dengan rasa hormat. Hal ini berarti kita juga bisa menetapkan batasan-batasan saat berdebat agar tidak keluar jalur.
Setiap kita pasti memiliki pengalaman hidup yang menetapkan hal-hal buruk dalam hidup dan jenis argumen seperti apa yang membuat kita tak nyaman. Oleh karena itu, menetapkan batasan (tidak menggunakan kata-kata kasar atau hinaan) bisa membuat argumen tetap sehat dan produktif.
Selain perdebatan jadi tetap positif, ini menunjukkan rasa hormat meski dalam pertentangan. Kendalikan emosi karena saat kamu terlalu terbawa emosi, komunikasi pun jadi sulit.
2. Jaga pikiran tetap terbuka

Argumen belum mulai, tetapi kamu atau lawan bicara sudah mulai berpikir macam-macam? Hindari hal tersebut. Mulai argumen dengan pikiran yang terbuka.
Hal ini berarti kamu mengesampingkan ego dan rasa mau menang sendiri. Dengarkan pasangan, anggota keluarga, atau sahabat saat mereka berbagai masalah, opini, hingga keluhan kepadamu.
3. Cari akar masalah

Kamu terus-menerus terjebak di perdebatan yang sama? Lebih baik luangkan waktu untuk memikirkan akar masalahnya. Coba tanyakan kepada diri sendiri, "Ada apa denganku? Ada apa dengan pasanganku/keluargaku/sahabatku?".
Faktanya, bahkan pasangan yang sudah lama menikah pun dapat mengulangi perdebatan yang sama. Masalahnya? Karena luka masa lalu. Namun, ini bukan berarti kamu harus menghindari argumen atau mengesampingkan perasaan orang yang bersangkutan.
Dengan mengenali saat-saat perdebatan bukanlah tentang pasangan atau masalah di masa kini, perdebatan jadi tidak terlalu emosional. Hal ini dapat membuatmu dan lawan bicara jadi lebih mudah mencapai solusi.
4. Jujur dengan perasaan sendiri

Sering kali, kita membagikan masalah tanpa memberitahu apa yang kita rasakan. Dalam perdebatan, alangkah baiknya jika kita juga mengungkapkan perasaan kita akan suatu masalah selain hanya memaparkannya. Sebagai contoh, daripada mengatakan,
"Kamu lupa lagi mencuci piring!"
Coba ganti jadi,
"Aku sedih, lo, kalau kamu terus-terusan lupa mencuci piring..."
Perlu diingat, jaga perdebatan tetap objektif, bukan subjektif. Setelah mengutarakan perasaan dan masalahmu, ungkapkan juga apa yang kamu inginkan atau kamu ingin lawan bicara lakukan untuk menyelesaikan masalah. Masih di masalah cuci piring tadi, coba akhiri dengan,
"Aku seneng, deh, kalau kamu mau bantu cuci piring setelah makan..."
5. Terapkan perilaku mendengarkan secara aktif

Apa itu mendengarkan secara aktif? Ini adalah pendekatan psikoterapi saat terapis mendengarkan pasien dengan cermat dan mengajukan pertanyaan sesuai kebutuhan untuk memahami pesan cerita serta emosi pasien. Ternyata, pendekatan ini juga bisa digunakan saat berdebat dengan sahabat, pasangan, dan keluarga.
Dengan mendengarkan secara aktif, kamu lebih fokus pada perkataan lawan bicara dan faktor yang mendasarinya. Cobalah untuk mendengarkan dengan saksama, lalu ulangi sepatah atau dua patah perkataan lawan bicara disertai dengan pertanyaan untuk klarifikasi.
Coba tetap mendengarkan dan jangan langsung berikan bantahan. Pendekatan ini dapat melatih otak dan diri sendiri jadi pendengar yang baik. Selain itu, kamu jadi lebih fokus pada momen masa kini.
6. Ingat, kamu dan dia bukan lawan

Saat berdebat (bahkan dengan orang-orang tersayang), sering kali kita berfokus untuk menang. Padahal, argumen yang sehat berfokus pada masalah, bukan pada orang lain.
Ingatlah bahwa argumen terjadi karena kamu peduli dan ingin menyelesaikan masalah serta berkembang ke arah yang lebih baik. Jadi, bukan menyerang lawan bicara, pakailah trik-trik sebelumnya untuk menyadari dan menyelesaikan masalah hingga ke akarnya.
7. Berhenti jika keadaan memanas

Selain menyerang pribadi, tidak jarang dari kita tetap melanjutkan perdebatan padahal keadaan sudah memanas. Kalap dan gelap mata membuat kita justru saling menyerang tanpa menyelesaikan masalah. Jadi, jika keadaan sudah memanas, hentikan dulu perdebatan dan bicarakan lagi saat keadaan sudah sejuk lagi.
Usahakan jangan berdebat di pagi hari saat mau kerja karena dapat mengacaukan performa, atau sebelum tidur karena sudah lelah. Jadwalkan waktu yang nyaman untuk kamu dan sahabat/pasangan/keluarga yang jadi lawan bicara agar dapat membicarakan masalah. Dengan begitu, masalah bisa segera diselesaikan.
8. Usahakan mencapai solusi

Saat perdebatan jadi makin panas atau menantang diri, jangan malah kabur. Justru, ini adalah saatnya kamu membuktikan kepedulianmu terhadap orang-orang yang tersayang.
Sadari kalau lumrah untuk berhenti berdebat untuk sementara karena lelah dan terkadang, karena sibuk, masalah jadi tidak terselesaikan saat itu juga. Yang paling penting, jangan kabur darinya atau masalah itu akan selalu muncul dan tak terselesaikan.
9. Merenung setelah argumen

Mau berkembang ke arah yang lebih baik pasca argumen? Cobalah untuk renungkan beberapa inti sari dari argumen tersebut. Hal ini berlaku untuk kamu dan lawan bicara.
Coba pikirkan lagi, apa penyebab kekecewaanmu dan lawan bicaramu? Mengapa kamu terlibat dalam perdebatan ini? Apa yang memicumu untuk ikut berdebat? Kalau kamu dapat mengenali permasalahan dalam dirimu dan perdebatan tersebut, maka kamu bisa berkembang sebagai seorang pribadi.
Itulah beberapa cara yang bisa kamu dan lawan bicara atau orang tersayang (sahabat, keluarga, dan pasangan) lakukan untuk menjadikan argumen lebih sehat dan produktif. Bukan hanya makin lengket, kamu dan orang-orang tersayang bisa berkembang ke arah yang lebih baik juga!