7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresi

Salah satunya dengan menghindari beberapa makanan

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 3,8 persen orang di dunia mengalami depresi. Artinya, ada sekitar 2,8 juta orang di dunia ini yang sedang mengalami depresi, setidaknya ketika artikel ini ditulis.

Tidak ada orang yang ingin mengalami depresi. Setiap orang pastinya ingin hidup bahagia dan sehat. Namun, kadang mencapainya tidak mudah karena satu dan lain hal. Selain itu, gaya hidup masyarakat modern cenderung memberikan banyak tekanan dan membuat seseorang mudah mengalami gangguan kesehatan mental. Kecemasan berlebih, tingkat stres tinggi, dan depresi banyak dialami masyarakat modern. Mirisnya, angka tersebut terus meningkat.

Walaupun depresi tidak selalu bisa dicegah, tetapi kita bisa mengurangi risikonya dengan mengembangkan beberapa kebiasaan sehat. Apa saja contohnya?

1. Berhenti merokok

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi merokok (unsplash.com/Michelle Ding)

Merokok sudah jelas merupakan kebiasaan buruk dan tak hanya berdampak pada kesehatan fisik, tetapi juga mental. Dari segi mental, salah satu ancamannya adalah depresi.

Hubungan antara merokok dan depresi memang tidak sejelas hubungan antara merokok dan paru-paru. Ini merupakan topik yang kompleks dan masih diperdebatkan. Namun, ada studi yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dan risiko mengembangkan stres (World Psychiatry, 2020).

Orang yang tidak merokok cenderung memiliki risiko mengalami depresi 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan perokok aktif. Akan tetapi, perlu diingat bahwa hubungan antara merokok dan depresi sifatnya kompleks, sehingga tidak semua perokok akan mengalami depresi.

Namun, merokok adalah kebiasaan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan fisik dan mental. Mengadopsi gaya hidup sehat dan berhenti merokok dapat membantu mengurangi risiko depresi dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. 

2. Mengurangi makanan yang dapat meningkatkan risiko depresi

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi ikan goreng (pexels.com/RDNE Stock project)

Beberapa makanan dapat meningkatkan risiko depresi. Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang mengonsumsi makanan olahan memiliki peningkatan risiko depresi 5 tahun kemudian (The British Journal of Psychiatry, 2009).

Tinjauan sistematis lain terhadap 16 penelitian observasional menemukan adanya hubungan potensial antara pola makan Barat dan depresi (European Journal of Nutrition, 2014).

Berikut daftar singkat beberapa makanan olahan yang harus dibatasi, jika memungkinkan:

  • Makanan penutup manis dan manis apa pun.
  • Minuman bersoda dan minuman energi.
  • Makanan yang digoreng (kentang goreng, ayam goreng).
  • Daging olahan (bacon, sosis).
  • Biji-bijian olahan (sereal sarapan, roti putih).
  • Produk susu tertentu yang tinggi lemak.
  • Kondimen (saus tomat, dan lainnya).

Sementara itu, dilansir GoodRx Health, makanan yang direkomendasikan adalah:

  • Biji-bijian utuh.
  • Kacang-kacangan.
  • Polong-polongan.
  • Legum.
  • Sayuran.
  • Buah-buahan.
  • Ikan.
  • Minyak zaitun.

3. Rutin melakukan latihan intensitas rendah

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi berolahraga (pexels.com/Li Sun)

Berolahraga memulai serangkaian peristiwa biologis yang menghasilkan banyak manfaat kesehatan, seperti melindungi terhadap penyakit jantung dan diabetes, meningkatkan kualitas tidur, dan menurunkan tekanan darah.

Latihan intensitas tinggi melepaskan bahan kimia tubuh yang membuat tubuh merasa nyaman yang disebut endorfin, sehingga menghasilkan “runner’s high” seperti yang dilaporkan oleh para pelari.

Namun, bagi kebanyakan dari kita, manfaat sebenarnya adalah latihan intensitas rendah yang dilakukan secara terus-menerus. Aktivitas semacam itu memacu pelepasan protein yang disebut neurotropik atau faktor pertumbuhan, yang menyebabkan sel-sel saraf tumbuh dan membuat koneksi baru. Peningkatan fungsi otak membuat kamu merasa lebih baik, mengutip dari Harvard Health Publishing.

Pada orang yang mengalami depresi, ahli saraf telah memperhatikan bahwa hipokampus di otak—wilayah yang membantu mengatur suasana hati—lebih kecil. Olahraga mendukung pertumbuhan sel saraf di hipokampus, meningkatkan koneksi sel saraf, sehingga membantu meredakan depresi.

Baca Juga: 5 Cara Polusi Udara Tingkatkan Risiko Depresi

4. Mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi tidur (pexels.com/Pixabay)

Ada kaitan antara tidur dan keseahtan mental. Menurut studi dalam jurnal Nutrients (2021), kebiasaan tidur yang baik dan kesehatan mental saling bersinggungan. Kebiasaan tidur yang buruk dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental, begitu juga sebaliknya. Gangguan kesehatan mental dapat membuat kamu mengalami gangguan tidur dan membuat siklus tidur kamu berantakan.

Umumnya, orang-orang dengan kualitas tidur yang buruk akan mengalami gangguan kesehatan berupa kecemasan berlebih dan depresi.

Maka dari itu, usahakan untuk mendapatkan tidur yang berkualitas selama 7–9 jam setiap malamnya untuk terus menjaga kondisi kesehatan kamu. Berikut ini beberapa tips untuk mendapatkan tidur berkualitas:

  • Konsisten dengan jam tidur kamu. Setiap harinya kamu harus tidur dan bangun pada jam yang sama, termasuk saat hari libur dan akhir pekan.
  • Pastikan kamar tidur kamu nyaman. Usahakan tempat tidur kamu sunyi, gelap, merelaksasi, dan suhu ruangannya sejuk.
  • Hindari makan makanan berat dan kafein sebelum tidur.
  • Hindari memakai perangkat elektronik beberapa jam sebelum waktu tidur
  • Cobalah berolahraga pada pagi atau siang hari, tetapi hindari berolahraga beberapa jam sebelum waktu tidur. Olahraga dekat jam tidur malah bisa membuatmu sulit tidur.

5. Melakukan meditasi

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi bermeditasi (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Stres dan kecemasan adalah pemicu utama depresi, dan meditasi dapat mengubah reaksi kita terhadap perasaan tersebut. Meditasi melatih otak untuk mencapai fokus yang berkelanjutan, dan kembali ke fokus tersebut ketika pemikiran negatif, emosi, dan sensasi fisik mengganggu – yang sering terjadi ketika kita merasa stres dan cemas.

Mengutip dari Harvard Health Publishing, meditasi terbukti mengubah wilayah otak tertentu yang secara khusus terkait dengan depresi. Misalnya, para ilmuwan telah menunjukkan bahwa medial prefrontal cortex (mPFC) menjadi hiperaktif pada orang yang mengalami depresi. MPFC sering disebut "me center" karena di sinilah kita memproses informasi tentang diri kita, seperti kekhawatiran tentang masa depan dan merenungkan masa lalu. Ketika merasa stres terhadap kehidupan, mPFC menjadi bekerja berlebihan.

Wilayah otak lain yang terkait dengan depresi adalah amigdala, atau “pusat rasa takut”. Ini adalah bagian otak yang bertanggung jawab atas respons fight-or-flight, yang memicu kelenjar adrenal melepaskan hormon stres kortisol sebagai respons terhadap rasa takut dan bahaya yang dirasakan.

Kedua wilayah otak ini bekerja sama untuk menyebabkan depresi. MPFC bekerja keras untuk bereaksi terhadap stres dan kecemasan, sementara respons amigdala menyebabkan lonjakan kadar kortisol untuk melawan bahaya yang hanya ada dalam pikiran kita. Penelitian menemukan bahwa meditasi membantu memutus hubungan antara kedua wilayah otak ini. Saat bermeditasi, kita bisa lebih mampu mengabaikan sensasi negatif stres dan kecemasan, yang menjelaskan mengapa tingkat stres turun saat bermeditasi.

Cara lain meditasi membantu otak adalah dengan melindungi hipokampus (area otak yang terlibat dalam memori). Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang bermeditasi selama 30 menit sehari selama 8 minggu meningkatkan volume materi abu-abu di hipokampusnya, dan penelitian lain menunjukkan bahwa orang yang menderita depresi berulang cenderung memiliki hipokampus yang lebih kecil.

6. Meningkatkan sosialisasi

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi orang sedang berinteraksi (pexels.com/Christina Morillo)

Dilansir Scientific Research Publishing, salah satu penyebab utama depresi adalah isolasi, kesepian, dan kurangnya dukungan sosial. Jika kita dapat memperoleh dukungan sosial dan emosional pada tingkat tertentu, kita akan melewati masa-masa sulit dengan lebih mudah. Oleh karena itu, kita harus menyediakan lingkungan alami bagi diri kita sendiri dan anak-anak kita untuk melatih keterampilan sosial dan belajar bagaimana bersosialisasi.

Luangkan waktu untuk minum kopi bersama teman, mengunjungi kerabat, bersantai bersama keluarga, dan berinteraksi bersama sebuah komunitas atau dalam kelompok.

Selalu jaga hubungan baik kamu dengan orang-orang yang dapat kamu percaya. Ketika kamu merasa semuanya terlalu berat dan kamu tidak dapat menanggung semuanya, carilah bantuan dari orang-orang terdekat kamu. Setidaknya dengan bercerita, kamu bisa mengurangi sedikit beban. Bukan tidak mungkin orang terdekat kamu menjadi kunci dalam melewati masa-masa sulit.

7. Tidak memulai atau berhenti minum alkohol

7 Kebiasaan Sehat yang Bisa Mengurangi Risiko Depresiilustrasi minuman beralkohol (pexels.com/Terje Sollie)

Ada hubungan kuat antara penggunaan alkohol serius dan depresi. Pertanyaannya, apakah kebiasaan minum alkohol secara teratur menyebabkan depresi, atau apakah orang yang mengalami depresi lebih cenderung minum terlalu banyak? Keduanya mungkin.

Dijelaskan dalam laman WebMD, hampir sepertiga penderita depresi berat juga memiliki masalah alkohol. Sering kali, depresi datang lebih dulu. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang depresi lebih mungkin mengalami masalah alkohol dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, remaja yang pernah mengalami depresi berat dua kali lebih mungkin untuk mulai minum alkohol dibandingkan mereka yang tidak pernah mengalaminya.

Perempuan dua kali lebih mungkin untuk mulai minum alkohol dalam jumlah besar jika mereka memiliki riwayat depresi. Para ahli mengatakan bahwa perempuan lebih cenderung melakukan aktivitas berlebihan saat mereka sedang down dibandingkan pria.

Minum alkohol hanya akan memperburuk depresi. Orang yang mengalami depresi dan minum terlalu banyak mengalami episode depresi yang lebih sering dan parah, serta lebih cenderung berpikir untuk bunuh diri. Penggunaan alkohol dalam jumlah besar juga dapat membuat antidepresan menjadi kurang efektif.

Di sisi lain, alkohol adalah sebuah depresan. Itu berarti, berapa pun jumlah yang kamu minum dapat membuat kamu lebih mungkin merasakan kesedihan. Minum banyak alkohol dapat membahayakan otak dan menyebabkan depresi.

Jika kamu minum alkohol terlalu banyak, kemungkinan besar kamu akan mengambil keputusan buruk atau bertindak berdasarkan dorongan hati. Akibatnya, kamu bisa menguras rekening bank, kehilangan pekerjaan, atau merusak hubungan. Jika hal ini terjadi, kamu akan cenderung merasa sedih, terutama jika kamu memiliki variasi gen yang membuat kamu lebih berisiko mengalami depresi.

Walaupun depresi tidak sepenuhnya bisa dicegah, tetapi kebiasaan-kebiasaan di atas bisa kamu tanamkan mulai hari ini untuk meminimalkan risiko mengembangkan depresi

Setiap penyakit mental memiliki daftar gejalanya masing-masing. Namun, ada beberapa hal umum yang mungkin merupakan tanda bahaya bahwa ada sesuatu yang salah. Ini termasuk:

  • Kehilangan selera makan.
  • Memikirkan pikiran negatif tentang diri sendiri.
  • Sering merasa cemas atau khawatir.
  • Iritabilitas atau kemurungan.
  • Kesulitan berkonsentrasi.
  • Tidak menikmati hidup seperti dulu.
  • Merasa sulit dalam kehidupan sehari-hari (bangun dari tempat tidur, pergi bekerja, dll.)
  • Kesulitan tidur atau tidur terlalu banyak.
  • Melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada

Apabila kamu merusakan beberapa perubahan tersebut selama beberapa minggu atau bulan terakhir, pertimbangkan untuk membuat janji temu dengan ahli kesehatan mental.

Baca Juga: 14 Penyebab Depresi Kambuh yang Perlu Diperhatikan

Habib Salehudin Photo Verified Writer Habib Salehudin

Torisugi no Kamen Raido

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Delvia Y Oktaviani

Berita Terkini Lainnya