6 Makanan Penyebab Radang Usus Buntu, Kenali Pemicunya

- Daging olahan berlemak, makanan berlemak, dan gorengan sering kali mengandung banyak natrium, lemak jenuh, dan pengawet yang berpotensi memicu radang usus buntu akut.
- Mengonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol juga dikaitkan dengan peningkatan risiko radang usus buntu.
- Makanan pedas dan asam diduga berpotensi menjadi pemicu penyakit usus buntu.
Usus buntu adalah kantong kecil berbentuk jari di sisi kanan bawah perut yang terhubung dengan usus besar. Apendisitis atau radang usus buntu adalah kondisi medis yang umum dan berpotensi serius ketika usus buntu meradang dan bengkak.
Radang usus buntu biasanya memerlukan perawatan medis segera, dan dalam kasus yang parah, pembedahan mungkin diperlukan untuk mengangkat usus buntu yang meradang.
Beberapa faktor dapat menyebabkan peradangan dan pembengkakan pada usus buntu, antara lain infeksi, penyumbatan, dan trauma. Meskipun penyebab pasti dari radang usus buntu tidak jelas, tetapi kebiasaan makan dan pilihan makanan tertentu telah dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya kondisi tersebut.
Walaupun bukan merupakan penyebab langsung, tetapi ada jenis makanan yang dikaitkan dengan peningkatan risiko radang usus buntu. Cek di bawah ini, ya!
1. Daging olahan dan gorengan
Daging olahan berlemak, makanan berlemak, dan gorengan sering kali mengandung banyak natrium, lemak jenuh, dan pengawet yang berpotensi memicu radang usus buntu akut melalui proses peradangan di dalam tubuh.
Demikian pula, makanan yang digoreng biasanya tinggi lemak dan kalori tidak sehat, sehingga berkontribusi terhadap peradangan dan gangguan pencernaan.
Sebuah studi kohort menyimpulkan bahwa asupan makanan tinggi protein hewani tampaknya meningkatkan risiko terjadinya radang usus buntu akut dan masalah kesehatan lainnya.
Ada pula penelitian dalam jurnal JAMA Pediatrics yang menemukan, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji dan gorengan lebih dari tiga kali seminggu memiliki risiko lebih tinggi terkena radang usus buntu dibandingkan mereka yang lebih jarang mengonsumsi makanan tersebut.
Studi lain dalam jurnal Gut menemukan bahwa pola makan tinggi daging merah dan daging olahan dikaitkan dengan peningkatan risiko radang usus buntu baik pada laki-laki maupun perempuan.
Daging olahan dan makanan yang digoreng dapat menyebabkan radang usus buntu melalui mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Meski begitu, kandungan lemak tinggi dan rendah serat pada makanan tersebut diyakini dapat menyebabkan sembelit, peradangan, dan kerusakan pada lapisan saluran pencernaan. Hal ini meningkatkan kemungkinan infeksi dan penyumbatan pada usus buntu.
2. Makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol

Mengonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi kolesterol juga dikaitkan dengan peningkatan risiko radang usus buntu.
Makanan tinggi lemak seperti keju, mentega, dan daging berlemak dapat menyebabkan masalah pencernaan, menyebabkan sembelit, dan gangguan usus yang dapat menyebabkan peradangan dan infeksi pada usus buntu.
Selain itu, makanan tinggi kolesterol seperti gorengan, daging merah, kue, serta minyak tertentu dapat menyebabkan pembentukan batu empedu, yang dapat menyumbat usus buntu dan meningkatkan risiko radang usus buntu.
Ini dapat menyebabkan gejala baik melalui perforasi langsung atau obstruksi. Kasus radang usus buntu akibat penyumbatan batu empedu telah dilaporkan.
3. Karbohidrat olahan dan camilan manis
Sebuah penelitian menemukan bahwa makanan olahan tinggi karbohidrat seperti roti putih dan sereal biskuit meningkatkan kemungkinan terjadinya radang usus buntu sebesar 8 persen dan 11 persen.
Beberapa penelitian lama membahas hubungan potensial antara asupan gula dan radang usus buntu. Beberapa menunjukkan bahwa seringnya konsumsi camilan manis dan penganan manis dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan sembelit.
Namun, hal itu mungkin lebih menunjukkan dampaknya pada sistem pencernaan, dan penelitian ini bersifat spesifik pada konteksnya, yaitu pada perempuan muda Jepang.
Makanan seperti biji-bijian, kacang-kacangan, dan biji jagung (misalnya untuk popcorn) sulit dicerna dan dianggap berkontribusi terhadap pembentukan penyumbatan pada usus buntu, yang menyebabkan radang usus buntu.
Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa rasio radang usus buntu akut yang disebabkan oleh tanaman sangatlah kecil, tetapi menghindari memakan biji buah yang tidak tercerna dapat membantu mencegah radang usus buntu.
4. Produk susu dan makanan tinggi laktosa lainnya

Walaupun kaitan antara produk susu dan apendisitis masih belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi produk susu tinggi laktosa, seperti susu, keju, dan es krim, dapat meningkatkan risiko radang usus buntu.
Laktosa adalah sejenis gula yang membutuhkan laktase, enzim yang diproduksi di usus kecil, untuk dipecah dan diserap dengan baik. Orang dengan intoleransi laktosa kekurangan laktase, menyebabkan pencernaan laktosa tidak sempurna di usus kecil.
Pencernaan laktosa yang tidak sempurna dapat menyebabkan kembung, diare, dan sakit perut, yang dapat menyebabkan sembelit dan radang usus buntu, sehingga meningkatkan risiko infeksi dan penyumbatan.
Selain itu, mengonsumsi makanan tinggi laktosa juga dapat menyebabkan perubahan mikrobioma usus, menyebabkan ketidakseimbangan bakteri dan peningkatan risiko infeksi.
Akan tetapi, bukti yang menghubungkan produk susu dan radang usus buntu masih belum meyakinkan, dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya hubungan antara laktosa dan perkembangan radang usus buntu.
5. Makanan pedas dan asam
Makanan pedas dan asam diduga berpotensi menjadi pemicu penyakit usus buntu. Meskipun penelitian mengenai hubungan langsung antara makanan pedas dan asam dengan radang usus buntu masih terbatas, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa makanan ini dapat menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran pencernaan.
Makanan pedas mengandung kapsaisin, senyawa yang dapat mengiritasi sistem pencernaan dan menyebabkan peradangan. Makanan asam, seperti buah jeruk, tomat, dan cuka, juga dapat mengiritasi lapisan saluran pencernaan dan menyebabkan peradangan.
Hal itu dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyumbatan pada usus buntu. Bagi individu yang sudah mengalami sakit perut atau ketidaknyamanan pencernaan, mengonsumsi makanan pedas atau asam dapat makin memperparah gejala dan berpotensi memicu radang usus buntu.
6. Pola makan rendah serat

Ada banyak bukti yang mendukung bahwa variasi jumlah serat dalam makanan merupakan prediktor terjadinya apendisitis akut.
Dalam sebuah studi, tidak ada perbedaan statistik yang ditemukan untuk asupan energi, protein, karbohidrat, dan lemak serta etiologi radang usus buntu akut. Namun, ada bukti bahwa asupan serat mungkin berhubungan langsung dengan timbulnya radang usus buntu pada anak-anak.
Menurut sebuah penelitian, kekurangan konsumsi serat dan air pada anak-anak dapat meningkatkan risiko radang usus buntu. Hal ini disebabkan oleh peningkatan risiko sembelit dan berkembangnya fecalith (feses mengeras), yang dapat menyebabkan penyumbatan usus buntu, yang secara langsung mengakibatkan peradangan.
Kesimpulan tersebut telah dibuat di banyak wilayah demografis dan konteks budaya dan merupakan salah satu wilayah yang paling banyak dipelajari yang menghubungkan asupan serat dengan radang usus buntu.
Namun, meskipun terdapat beberapa penelitian pada anak-anak, tetapi bukti bahwa pola makan rendah serat dikaitkan dengan risiko radang usus buntu pada orang dewasa masih sangat terbatas.
Uji coba terkontrol secara acak berkualitas tinggi diperlukan untuk membuktikan secara pasti adanya hubungan sebab akibat antara radang usus buntu dan pola makan serta kelompok makanan tertentu.
Penyebab dan faktor risiko radang usus buntu
Radang usus buntu terjadi ketika bagian dalam usus buntu (disebut lumen) meradang atau terinfeksi.
Biasanya, usus buntu menghasilkan lendir yang mengalir melalui lumen dan masuk ke usus besar. Ketika usus buntu tersumbat, lendir kembali menumpuk di lumen dan bakteri di usus buntu mulai berkembang biak. Hal ini menyebabkan usus buntu meradang, bengkak, dan terinfeksi sehingga menyebabkan timbulnya gejala radang usus buntu.
Beberapa penyebab terjadinya penyumbatan usus buntu antara lain:
- Feses keras.
- Parasit.
- Massa (tumor).
- Infeksi pada saluran gastrointestinal atau area tubuh lainnya.
- Penyakit radang usus (misalnya penyakit Crohn atau kolitis ulseratif).
- Cedera perut.
Siapa pun dapat terkena radang usus buntu. Namun, faktor risiko tertentu dapat meningkatkan risiko mengalami gejala. Faktor risiko terjadinya radang usus buntu dapat meliputi:
- Usia: Radang usus buntu paling sering terjadi pada orang berusia antara 10 dan 30 tahun.
- Riwayat keluarga: Memiliki anggota keluarga dengan riwayat radang usus buntu dapat meningkatkan risiko timbulnya gejala.
- Jenis kelamin laki-laki: Laki-laki memiliki risiko sedikit lebih tinggi terkena radang usus buntu dibandingkan mereka yang berjenis kelamin perempuan saat lahir.
- Mengalami gangguan kekebalan: Orang yang menjalani kemoterapi, mengonsumsi obat imunosupresan, atau memiliki kondisi yang menyebabkan sistem kekebalan melemah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala.
Referensi
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Diakses pada Agustus 2024. Symptoms & causes of appendicitis.
Advance Colorectal and General Surgery. Diakses pada Agustus 2024. What Food Can Cause Appendicitis? 5 Food Groups To Limit.
Healthnews. Diakses pada Agustus 2024. What Food Can Cause Appendicitis? Top Triggers to Watch Out for.
Ryoo, M., D. Hwang, dkk. “Consumption of diets rich in animal protein, saturated fat, or sodium, and low in fibre are associated with increased risk of acute appendicitis.” Proceedings of the Nutrition Society 82, no. OCE2 (1 Januari 2023).
Murakami, K, H Okubo, dan S Sasaki. “Dietary intake in relation to self-reported constipation among Japanese women aged 18–20 years.” European Journal of Clinical Nutrition 60, no. 5 (7 Desember 2005): 650–57.
Engin, Omer, Mehmet Yildirim, dkk. “Can fruit seeds and undigested plant residuals cause acute appendicitis.” Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 1, no. 2 (1 April 2011): 99–101.
Choe, Jung Wan, Moon Kyung Joo, dkk. “Foods Inducing Typical Gastroesophageal Reflux Disease Symptoms in Korea.” Journal of Neurogastroenterology and Motility 23, no. 3 (30 Juli 2017): 363–69.
Kao, Li-Ting, Ming-Chieh Tsai, dkk. “Association between Gastroesophageal Reflux Disease and Appendicitis: A Population-Based Case-Control Study.” Scientific Reports 6, no. 1 (2 Maret 2016).
Kar, D. Adamidis E. Roma-Giannikou, K. “Fiber intake and childhood appendicitis.” International Journal of Food Sciences and Nutrition 51, no. 3 (1 Januari 2000): 153–57.
Damanik, Boyke, Erjan Fikri, dan Iqbal Pahlevi Nasution. “Relation between Fiber Diet and Appendicitis Incidence in Children at H. Adam Malik Central Hospital, Medan, North Sumatra-Indonesia.” Bali Medical Journal 5, no. 2 (19 Juni 2016): 84.
Alkhamiss, Abdullah, Osamah Almosallam, dkk. “Case-control: A low-fiber diet increases the risk of appendicitis in main Qassim, Saudi Arabia hospitals 2020-2021.” Medical Science 26, no. 119 (16 Januari 2022): 1.
Health. Diakses pada Agustus 2024. What Is Appendicitis?