Akropustulosis: Gejala, Penyebab, Diagnosis, Pengobatan

Akropustulosis atau acropustulosis adalah kondisi kulit tidak umum yang menyebabkan benjolan gatal, atau pustula, berkembang pada kulit, biasanya di telapak tangan dan telapak kaki. Kondisi ini biasanya dialami bayi namun orang dewasa juga bisa terkena.
Meskipun pustula bisa terasa gatal dan tidak nyaman, tetapi kondisi ini tidak serius dan cenderung hilang saat usia anak mencapai 3 tahun. Akropustulosis pada bayi tidak menyebabkan komplikasi yang bertahan lama.
1. Apa itu akropustulosis?

Dilansir American Osteopathic Collage of Dermatology, akropustulosis pada bayi adalah ruam yang sangat gatal yang terjadi di tangan dan kaki bayi. Ruam biasanya terletak di sepanjang tepi tangan dan kaki dan dapat meluas hingga telapak tangan dan telapak kaki. Lesi dimulai sebagai benjolan merah atau lepuh yang menjadi putih atau kuning jika terdapat nanah.
Kondisi ini cenderung hilang saat anak mencapai usia 3 tahun. Akropustulosis juga dapat menyerang orang dewasa, umumnya terjadi setelah adanya infeksi atau cedera. Akropustulosis dapat muncul beberapa kali selama beberapa bulan.
2. Gejala

Akropustulosis menyebabkan pustula gatal berulang pada kulit. Awalnya, pustula muncul sebagai benjolan merah dan datar, tetapi kemudian terisi dengan cairan yang menyerupai nanah. Saat ini terjadi, pustula menjadi terangkat dan menjadi kuning atau putih.
Pustula terjadi dalam kelompok (crops) yang datang dan pergi selama beberapa tahun pertama kehidupan bayi. Periode di mana pustula hadir dikenal sebagai flare, dan ini biasanya berlangsung selama 7 hingga 14 hari, cenderung berulang setiap 2 sampai 4 minggu.
Akropustulosis paling sering menyerang telapak tangan dan telapak kaki, tetapi juga dapat muncul di:
- Pergelangan kaki.
- Punggung tangan.
- Kaki.
- Kulit kepala.
- Pergelangan tangan.
Bayi dengan kondisi ini bisa tampak mudah marah dan tidak nyaman karena gatal.
Meskipun kondisi ini tidak menyebabkan komplikasi yang bertahan lama, American Osteopathic College of Dermatology menyarankan bahwa kulit tempat ruam terjadi mungkin tetap lebih gelap untuk beberapa waktu setelah ruam hilang. Akhirnya, kulit seharusnya akan kembali ke warna normalnya.
3. Penyebab dan faktor risiko

Penyebab pasti akropustulosis masih belum diketahui. Kadang ini berkembang sebelum atau sesudah anak mengalami kondisi kulit serupa yang disebut skabies. Seorang anak dapat memiliki reaksi alergi terhadap tungau yang masuk ke dalam kulit dan menyebabkan skabies. Akropustulosis juga bisa muncul tanpa skabies.
Sementara skabies dan cacar air menular, akropustulosis. Anak-anak yang mengalami flare-up masih bisa pergi ke sekolah atau dibawa ke tempat penitipan anak.
Dokter masih tidak yakin mengapa beberapa bayi mengalami akropustulosis sementara beberapa lainnya tidak. Faktor risiko utama akropustulosis pada bayi adalah usia, dengan lesi paling sering terjadi pada anak di bawah 3 tahun.
Faktor risiko lainnya termasuk infeksi skabies dan serangan akropustulosis sebelumnya.
4. Diagnosis

Dilansir Healthline, jika melihat ruam apa pun pada kulit anak, sebaiknya beri tahu dokter. Karena akropustulosis dapat disalahartikan sebagai kondisi lain, konsultasikan dengan dokter dan jangan mendiagnosis sendiri.
Tes biasanya tidak diperlukan untuk mendiagnosis akropustulosis. Dokter hanya perlu melakukan pemeriksaan fisik. Dokter spesialis anak yang berpengalaman harus bisa membedakan akropustulosis dari cacar air atau kondisi kulit lainnya seperti skabies, eksim dishidrotik, penyakit tangan, kaki dan mulut, impetigo, dan transient neonatal pustular melanosis.
5. Pengobatan

Tidak semua kasus akropustulosis pada bayi perlu pengobatan. Kondisi ini biasanya sembuh saat anak berusia 3 tahun.
Untuk mengurangi risiko kerusakan kulit atau jaringan parut, orang tua atau pengasuh dapat mengenakan kaus kaki dan sarung tangan katun lembut pada bayi untuk mencegah mereka menggaruk pustula.
Ketika perawatan diperlukan, pilihannya meliputi:
1. Steroid topikal
Steroid topikal kekuatan sedang hingga tinggi biasanya merupakan pengobatan pertama yang akan direkomendasikan dokter.
Steroid topikal adalah obat antiinflamasi yang memerlukan aplikasi langsung ke kulit sekali atau dua kali sehari selama beberapa hari hingga minggu. Obat-obatan ini tersedia dalam bentuk krim, salep, atau larutan.
Terkadang, steroid topikal dapat menyebabkan kulit kering. Menggunakan emolien sesudahnya dapat mencegahnya. Ikuti petunjuk dokter tentang cara menggunakan obat-obatan ini, karena penggunaan yang berkepanjangan atau salah dapat menyebabkan efek samping jika tubuh menyerap terlalu banyak steroid dari kulit.
2. Antihistamin oral
Antihistamin mengurangi efek histamin, bahan kimia yang dilepaskan tubuh sebagai respons terhadap alergen. Karena histamin juga menyebabkan gatal, obat antihistamin dapat meredakan gatal pada pustula. Obat-obatan ini hanya boleh diberikan kepada bayi atas rekomendasi dokter spesialis anak karena dapat memiliki efek semping yang meliputi kantuk.
3. Dapson
Dokter terkadang mengobati kasus parah akropustulosis infantil dengan dapson (Aczone), antibiotik yang mengobati berbagai kondisi kulit.
Dokter akan memantau dengan cermat bayi yang menerima pengobatan dapson.
Efek sampingnya dapat meliputi sakit perut, sakit kepala, dan anemia. Efek samping yang lebih serius, seperti kelemahan otot, kadang dapat terjadi.
4. Pengobatan skabies
Jika akropustulosis terjadi bersamaan dengan skabies, dokter akan meresepkan obat untuk membunuh tungau penyebabnya. Akan tetapi, akropustulosis masih dapat muncul kembali bahkan setelah pengobatan skabies berhasil.
Tidak semua obat skabies cocok untuk bayi, tetapi obat-obatan tersebut dapat meliputi:
- Permetrin (Elimite): Krim topikal ini cocok untuk mereka yang berusia 2 bulan ke atas.
- Ivermectin (Stromectol): Obat oral ini cocok untuk anak-anak dengan berat badan 15 kilogram (kg) atau lebih, meskipun Food and Drug Administration (FDA) belum menyetujuinya untuk penggunaan ini.
Akropustulosis biasanya merupakan kondisi kulit sementara yang datang dan pergi. Menemukan obat yang tepat dan cara melindungi kulit yang terdampak akan membuat flare-up lebih mudah dikelola. Dalam kebanyakan kasus, flare-up akan berhenti saat usia anak 3 tahun.