Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Air Banjir Bisa Menyebabkan Gangguan Hormon? Ini Penjelasannya!

seseorang yang berdiri di tengah banjir
ilustrasi seseorang yang berdiri di tengah banjir (pexels.com/Long Bà Mùi)

Kondisi banjir sering membuat banyak orang fokus pada luka kulit atau infeksi pernapasan, padahal ada sisi lain yang mulai sering dibicarakan, yaitu kemungkinan munculnya masalah hormon akibat paparan air kotor. Situasi ini wajar dipertanyakan karena penyakit karena air banjir memang lebih luas dari sekadar diare atau leptospirosis. Tidak semua orang paham bahwa air banjir membawa limbah rumah tangga, sisa bahan kimia, hingga partikel industri yang bisa saja masuk ke tubuh tanpa disadari.

Banyak orang belum menyadari bahwa hal-hal kecil yang menyentuh kulit atau terhirup saat bersih-bersih pascabanjir bisa berdampak lebih jauh. Kira-kira apakah bisa sampai menimbulkan gangguan hormon? Berikut penjelasan selengkapnya.

1. Air banjir mengandung bahan kimia yang bisa mengganggu sistem endokrin

air banjir
ilustrasi air banjir (pexels.com/Dibakar Roy)

Air banjir sering bercampur dengan residu pembersih rumah, pestisida, atau produk perawatan tubuh yang terbawa dari berbagai titik kota, lalu masuk ke aliran air secara acak. Kondisi ini membuat paparan bahan kimia jadi tidak terukur karena setiap daerah punya karakter berbeda. Sebagian bahan kimia memiliki sifat mirip hormon sehingga tubuh bisa salah mengenali sinyal yang seharusnya berjalan normal. Paparan seperti ini cenderung tidak langsung terasa sehingga banyak orang menganggapnya sepele.

Bahan kimia yang menempel di kulit ketika bersentuhan dengan air banjir biasanya masuk dalam jumlah kecil tapi konsisten. Jika kontaknya berulang, tubuh bisa menumpuk sisa-sisa zat yang tidak diperlukan. Dalam beberapa kasus, reaksi yang muncul berupa perubahan kecil seperti gangguan tidur atau naik-turunnya energi harian. Situasi ini sering terabaikan karena gejalanya tidak selalu terasa signifikan pada awalnya.

2. Debu dan lumpur banjir bisa mengandung mikroplastik yang masuk ke tubuh

lumpur banjir
ilustrasi lumpur banjir (pexels.com/Mohamed Khettouch)

Saat banjir surut, lumpur yang tertinggal sering dianggap hanya kotoran biasa, padahal ada kemungkinan mengandung serpihan plastik berukuran sangat kecil. Mikroplastik dapat terbawa dari saluran limbah, kemasan produk, atau tumpukan sampah yang ikut hanyut. Ketika kamu membersihkan rumah, partikel ini bisa terhirup atau menempel di kulit tanpa terasa. Paparan seperti ini lama-kelamaan memberi beban baru pada proses metabolisme.

Setelah masuk ke tubuh, mikroplastik tidak mudah keluar begitu saja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik mampu mengikat bahan kimia lain sehingga efeknya menjadi berlapis. Reaksi tubuh terhadap kondisi ini bisa berbeda-beda, misalnya mudah lelah atau sulit tidur. Kondisi seperti itu sering dianggap akibat stres padahal ada kemungkinan dipengaruhi partikel asing yang menumpuk.

3. Proses pembersihan pascabanjir membuat paparan zat tertentu jadi lebih intens

membersihkan area pascabanjir
ilustrasi membersihkan area pascabanjir (pexels.com/Helena Jankovičová Kováčová)

Banyak orang mulai bersentuhan dengan air banjir justru setelah banjir surut, yaitu saat membersihkan rumah. Kegiatan ini membuat tubuh terpapar bahan yang sebelumnya mengendap di sudut ruangan. Air deterjen, sisa cairan pembersih, hingga campuran lumpur sering mengenai kulit dalam waktu lama. Kondisi ini memperbesar peluang zat asing masuk ke tubuh lewat pori-pori.

Kontak semacam ini tidak selalu menimbulkan rasa perih sehingga kamu mungkin tidak sadar bahwa tubuh sedang menerima beban tambahan. Beberapa orang mengira rasa pusing atau lelah setelah bersih-bersih terjadi karena aktivitas berat, padahal ada kemungkinan dipicu paparan berkepanjangan. Situasi semacam ini penting diperhatikan karena reaksi hormon cenderung sensitif terhadap bahan kimia tertentu. Semakin lama kontaknya, semakin besar potensi tubuh merespons dengan cara yang tidak biasa.

4. Kebiasaan menunda mandi setelah bersentuhan dengan air banjir bisa meningkatkan risiko

anak-anak saat banjir
ilustrasi anak-anak saat banjir (pexels.com/Tamhasip Khan)

Setelah membantu memindahkan barang atau berjalan di sekitar lingkungan yang banjir, sebagian orang tidak langsung mandi karena merasa tubuh masih kuat. Padahal waktu jeda antara paparan dan pembersihan diri memberi ruang bagi zat asing untuk menempel lebih lama. Bahan kimia yang menempel di kulit bisa ikut masuk bersama keringat. Situasi ini secara perlahan menambah beban pada proses pengaturan hormon.

Membersihkan diri lebih awal membantu meminimalkan paparan yang sebenarnya bisa dihindari. Jika langkah ini sering diabaikan, tubuh harus bekerja lebih berat untuk menyingkirkan sisa-sisa zat yang tidak perlu. Reaksinya tidak selalu terlihat jelas dan sering muncul dalam bentuk perubahan kecil seperti mudah lelah dan sulit fokus. Kondisi ini mungkin tidak terasa serius pada awalnya, tetapi tetap perlu diperhatikan.

5. Lingkungan pascabanjir sering memicu kebiasaan baru yang menggeser keseimbangan tubuh

banjir
ilustrasi banjir (pexels.com/Dibakar Roy)

Setelah banjir, banyak orang harus beradaptasi dengan kondisi rumah yang berubah. Jadwal tidur kacau, pola makan tidak teratur, dan aktivitas fisik menurun karena fokus mengurus rumah. Kebiasaan baru ini tidak selalu disadari tetapi bisa memengaruhi regulasi hormon yang biasanya bergantung pada rutinitas stabil. Pergeseran kecil seperti sering melewati waktu makan atau tidur terlalu larut bisa menumpuk menjadi gangguan yang lebih besar.

Jika perubahan rutinitas berlangsung lama, tubuh kehilangan ritme yang biasanya menjaga aktivitas hormon tetap seimbang. Hal ini membuat tubuh lebih sensitif terhadap paparan dari luar, termasuk sisa-sisa bahan kimia yang terbawa banjir. Dampaknya bisa muncul dalam bentuk perubahan mood atau tubuh terasa tidak fit meski tidak ada keluhan spesifik. Situasi ini biasanya membaik setelah rutinitas kembali tertata.

Gangguan hormon setelah banjir bukan isu yang harus membuat kamu panik, tetapi penting dipahami agar kamu bisa menjaga diri dengan lebih tepat. Banyak faktor yang saling berkaitan dan sebagian besar masih bisa dikendalikan lewat langkah sederhana. Dari semua penjelasan tadi, bagian mana yang paling ingin kamu perhatikan setelah banjir melanda lingkungan kamu?

Referensi

"Determinants of exposure to endocrine disruptors following hurricane Harvey" Environmental Research. Diakses pada Desember 2025.

"Health risks remain after floodwater subsides" ABC Health and Wellbeing. Diakses pada Desember 2025.

"Water a major source of endocrine-disrupting chemicals: An overview on the occurrence, implications on human health and bioremediation strategies" Environmental Research. Diakses pada Desember 2025.

"Endocrine Disruptors in Water and Their Effects on the Reproductive System" International Journal of Molecular Science. Diakses pada Desember 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Health

See More

Mana yang Lebih Sehat, Smoothie atau Jus?

09 Des 2025, 14:07 WIBHealth