Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Nyamuk Aedes aegepti Wolbachia Berbahaya?

ilustrasi nyamuk Wolbachia (freepik.com/jcomp)

Rencana pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di Bali terpaksa ditunda. Penundaan terjadi karena adanya pro dan kontra di tengah masyarakat. Beredarnya video dan pesan berantai yang menyebutkan nyamuk yang mengandung Wolbachia dapat menimbulkan penyakit makin menimbulkan kebingungan dan keresahan.

Teknologi Wolbachia digunakan sebagai salah satu upaya menurunkan kasus demam berdarah dengan melepaskan nyamuk yang terinfeksi Wolbachia ke populasi nyamuk liar. Lantas, apakah nyamuk Aedes aegepti Wolbachia berbahaya? Apakah Wolbachia dapat menular ke manusia? Berikut penjelasannya!

1. Indonesia negara endemis demam berdarah

ilustrasi anak-anak sakit (freepik.com/lifeforstock)

Penyakit demam berdarah telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia selama bertahun-tahun. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan demam berdarah sebagai salah satu ancaman kesehatan global di antara 10 penyakit lainnya. 

Demam berdarah merupakan infeksi yang disebabkan virus dengue. Virus tersebut dapat menular melalui gigitan nyamuk spesies Aedes yang terinfeksi. Negara beriklim tropis dan subtropis berisiko tinggi terhadap penyakit demam berdarah.

WHO menyebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara endemis demam berdarah tertinggi di dunia. Berdasarkan Laporan Tahunan 2022 Demam Berdarah Dengue, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus demam berdarah di Indonesia mencapai 143 ribu kasus sepanjang tahun 2022. Teknologi Wolbachia menjadi inovasi baru dalam menekan kasus demam berdarah.

2. Apakah nyamuk Aedes aegepti ber-Wolbachia berbahaya?

ilustrasi nyamuk (pexels.com/ Pixabay)

Kementerian Kesehatan mulai menerapkan inovasi teknologi Wolbachia dalam menurunkan kasus demam berdarah di Indonesia. Penelitian terkait bakteri Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti telah dilakukan di Yogyakarta sejak tahun 2011 melalui kerjasama Universitas Gadjah Mada, World Mosquito Program/Monash University, dan Yayasan Tahija. Keberhasilan dalam menurunkan kasus demam berdarah membuat Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat keputusan untuk menerapkan di beberapa wilayah lainnya.

Wolbachia sendiri merupakan bakteri yang dapat ditemukan secara alami pada kupu-kupu, ngengat, dan beberapa spesies nyamuk, tapi tidak ada pada nyamuk Aedes aegypti. Laman World Mosquito Program menyebutkan, Wolbachia sudah ada di populasi serangga selama puluhan ribu tahun dan tidak ada bukti bahwa Wolbachia membahayakan manusia atau hewan vertebrata.

Beberapa spesies nyamuk pembawa Wolbachia juga menggigit manusia. Hampir semua orang di dunia pernah terkena gigitan serangga yang membawa Wolbachia, dan tidak ada bukti bahwa gigitan serangga tersebut berbahaya.

3. Wolbachia aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan

ilustrasi bakteri (freepik.com/kjpargeter)

Wolbachia merupakan bakteri alami yang aman bagi manusia, hewan, dan lingkungan. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), serangga dengan Wolbachia ada di sekitar kita setiap hari. Begitu serangga tersebut mati, maka Wolbachia di tubuhnya juga akan mati. Baik serangga maupun Wolbachia yang mati akan terurai di lingkungan.

World Mosquito Program telah melepaskan nyamuk ber-Wolbachia di 14 negara sejak 2011. Tidak ada bukti adanya bahaya pada lingkungan, maupun terhadap kesehatan manusia dan hewan. Laman Kementerian Kesehatan menyebutkan, analisis risiko yang dilakukan 20 ilmuan independen di Indonesia menyimpulkan bahwa risiko dampak buruk terhadap manusia atau lingkungan dapat diabaikan.

4. Wolbachia di tubuh nyamuk tidak menular ke manusia

ilustrasi peneliti menggunakan mikroskop (pexels.com/Artem Podrez)

Nyamuk pembawa Wolbachia tidak dapat menularkan Wolbachia ke manusia atau hewan, misalnya kucing atau anjing karena ukurannya yang terlalu besar untuk melewati saluran kelenjar ludah nyamuk ketika mengisap darah. Di samping itu, Wolbachia merupakan bakteri yang hanya bisa hidup di sel serangga. Ia membutuhkan bantuan serangga inang untuk mereplikasi dirinya. Tanpa bantuan serangga inang, Wolbachia tidak dapat bertahan hidup.

Para ilmuan juga telah melakukan percobaan di laboratorium menggunakan hewan, seperti tokek atau laba-laba yang memakan nyamuk pembawa Wolbachia. Hasilnya, Wolbachia tidak ditularkan ke hewan-hewan tersebut. CDC juga mengatakan hal yang sama bahwa nyamuk pembawa Wolbachia tidak membahayakan hewan. Bakteri tersebut tidak dapat menyebabkan manusia atau hewan menjadi sakit.

5. Teknologi Wolbachia telah terbukti menurunkan kasus demam berdarah

ilustrasi pasien di rumah sakit (pexels.com/Anna Shvets)

Ketika nyamuk ber-Wolbachia dilepaskan, mereka akan berkembang biak dengan nyamuk liar. Harapannya, populasi nyamuk ber-Wolbachia dapat menggantikan populasi nyamuk setempat yang tidak memiliki Wolbachia. 

Pelepasan nyamuk Wolbachia menunjukkan bahwa kejadian demam berdarah lebih rendah di komunitas yang menerima Wolbachia dibandingkan komunitas sekitarnya yang tidak menerima Wolbachia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan 77,1 persen kasus demam berdarah. Metode Wolbachia memberikan perlindungan jangka panjang dari penyakit yang ditularkan nyamuk tanpa menimbulkan risiko terhadap ekosistem alami atau kesehatan manusia. 

Pada dasarnya, Wolbachia merupakan bakteri alami yang hidup di sebagian spesies serangga. Tidak ada bukti Wolbachia menimbulkan bahaya bagi lingkungan maupun terhadap kesehatan manusia dan hewan. Nyamuk pembawa Wolbachia tidak menularkan Wolbachia ke manusia karena ukurannya yang besar dan hanya dapat hidup di sel serangga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us