"Mother-to-Child Transmission of HIV: Causes and Prevention." Biology Insights. Diakses pada Desember 2025.
"Preventing Perinatal Transmission of HIV During Pregnancy and Childbirth." HIVinfo (NIH). Diakses pada Desember 2025.
"Can I Breastfeed While Living With HIV?" The Well Project. Diakses pada Desember 2025.
Cara Mencegah Penularan HIV dari Ibu ke Bayi

- HIV dapat menular dari ibu ke bayi pada tiga tahap utama, yaitu saat kehamilan, saat persalinan, serta setelah melahirkan.
- Faktor seperti viral load ibu yang tinggi, jumlah CD4 yang rendah, atau infeksi HIV yang baru terjadi menjelang persalinan dapat meningkatkan kemungkinan penularan.
- Penggunaan terapi antiretroviral secara teratur mampu menurunkan risiko penularan ke bayi hingga di bawah 1 persen jika viral load tetap tidak terdeteksi.
Kehamilan membawa perasaan bahagia sekaligus cemas, terlebih bagi perempuan yang hidup dengan HIV. Banyak yang masih mengira bahwa memiliki HIV berarti tidak mungkin melahirkan bayi yang sehat. Padahal, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Dengan kemajuan dunia medis saat ini, penularan HIV dari ibu ke bayi bukan lagi sesuatu yang tak bisa dihindari.
Melalui pemeriksaan sejak dini, konsumsi obat yang tepat, serta pendampingan tenaga kesehatan, risiko penularan HIV dapat ditekan hingga sangat rendah, bahkan mendekati nol. Kuncinya adalah pengetahuan dan langkah pencegahan yang tepat sejak masa kehamilan. Memahami bagaimana HIV menular dan bagaimana cara mencegahnya memberi harapan besar bagi ibu untuk tetap sehat dan menyambut kelahiran buah hati tanpa HIV. Yuk, ketahui bagaimana cara mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi!
1. Cara penularan HIV dari ibu ke bayinya
HIV dapat menular dari ibu ke bayi pada tiga tahap utama, yaitu saat kehamilan (melalui plasenta), saat persalinan (melalui darah dan cairan tubuh), serta setelah melahirkan melalui ASI.
Tanpa penanganan medis, risiko penularan berkisar antara 15–45 persen, dengan risiko tertinggi terjadi saat proses persalinan.
Faktor seperti viral load ibu yang tinggi, jumlah CD4 yang rendah, atau infeksi HIV yang baru terjadi menjelang persalinan dapat meningkatkan kemungkinan penularan. Namun, penggunaan terapi antiretroviral (ARV/ART) secara teratur mampu menurunkan risiko tersebut hingga di bawah 1 persen jika viral load tetap tidak terdeteksi.
2. Apakah tes HIV dianjurkan selama kehamilan?
Tes HIV sangat dianjurkan pada setiap kehamilan dan idealnya dilakukan sejak kunjungan antenatal pertama. Pada ibu hamil dengan risiko lebih tinggi, tes ulang pada trimester ketiga disarankan. Jika selama kehamilan belum pernah dilakukan tes, pemeriksaan tetap perlu dilakukan saat persalinan.
Deteksi dini memungkinkan pengobatan dimulai lebih cepat sehingga risiko penularan ke bayi dapat ditekan.
Selain itu, pasangan seksual juga sebaiknya menjalani tes HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya karena IMS dapat meningkatkan viral load dan risiko penularan HIV.
3. Peran obat HIV dalam mencegah penularan

ARV bekerja dengan cara menghambat perkembangan virus HIV di dalam tubuh sehingga jumlah virus menurun hingga tidak terdeteksi. Kondisi ini sangat penting selama kehamilan dan masa menyusui karena terbukti menurunkan risiko penularan HIV ke bayi menjadi kurang dari 1 persen.
Secara umum, obat HIV aman digunakan selama kehamilan dan tidak terbukti meningkatkan risiko cacat lahir. Meski demikian, pemilihan obat tetap harus dikonsultasikan dengan tenaga kesehatan. Jika kehamilan terjadi saat ibu sudah menjalani terapi HIV, pengobatan biasanya tetap dilanjutkan kecuali ada saran medis untuk menggantinya.
4. Pertimbangan persalinan caesar
Jika viroal load ibu tinggi atau tidak diketahui, sangat dianjurkan untuk menjalani persalinan caesar pada usia kehamilan sekitar 38 minggu karena dapat menurunkan risiko penularan saat kelahiran.
Sebaliknya, jika viral load sudah rendah atau tidak terdeteksi menjelang persalinan, operasi caesar tidak direkomendasikan hanya untuk mencegah penularan HIV.
Setelah bayi lahir, pemilihan metode pemberian nutrisi juga berperan penting dalam pencegahan lanjutan.
5. Bolehkah ibu dengan HIV menyusui anaknya?
Di wilayah dengan keterbatasan akses air bersih, layanan kesehatan, dan susu formula, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan ibu dengan HIV tetap menyusui selama menjalani terapi ARV. Dalam kondisi ini, ASI memberikan manfaat yang lebih besar daripada risikonya. Manfaat ASI antara lain adalah meningkatkan imun dan menurunkan risiko penyakit serius pada bayi.
Sebaliknya, di negara dengan sumber daya memadai, selama bertahun-tahun ibu dengan HIV dianjurkan untuk tidak menyusui karena tersedia alternatif yang aman. Namun, sejak 2023, pedoman di Amerika Serikat dan Eropa mulai menekankan pendekatan berbasis pilihan, di mana tenaga kesehatan mendiskusikan berbagai opsi pemberian nutrisi bayi, terutama jika ibu memiliki viral load yang tidak terdeteksi dan patuh minum obat.
Penularan HIV dari ibu ke bayi bukanlah sesuatu yang tidak bisa dicegah. Dengan tes HIV sejak dini, kepatuhan menjalani terapi ARV, perencanaan persalinan yang tepat, serta pilihan pemberian nutrisi bayi yang aman, ibu dengan HIV tetap memiliki peluang besar untuk melahirkan bayi yang sehat dan bebas HIV.
Referensi


















