Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

8 Fakta Kanker Ovarium, Kanker yang Diderita Shella Selpi

ilustrasi pasien kanker (IDN Times/Novaya Siantita)
Intinya sih...
  • Menurut data Global Cancer Incidence, Mortality and Prevalence (Globocan), kanker ovarium adalah kanker ketiga tersering pada perempuan Indonesia, dengan angka kejadian pada tahun 2020 adalah 14.896 kasus, dan angka kematian mencapai 9.581 kasus.
  • Kanker ovarium dapat menyerang perempuan, beberapa laki-laki transgender, dan orang non biner yang ditetapkan sebagai perempuan saat lahir.

Kabar duka datang dari mantan pesepakbola putri Shella Selpi Lizah. Shella dikabarkan meninggal dunia pada Kamis (29/8/2024). Ia diketahui telah berjuang melawan kanker ovarium atau kanker indung telur sejak tahun 2021. 

Berikut ini fakta-fakta penting yang harus perempuan ketahui mengenai kanker ovarium.

1. Apa itu kanker ovarium?

Kanker ovarium terjadi ketika sel-sel abnormal di ovarium mulai tumbuh dan membelah secara tidak terkendali. Sel-sel tersebut akhirnya membentuk pertumbuhan (tumor).

Jika tidak terdeteksi sejak dini, sel-sel kanker secara bertahap tumbuh ke dalam jaringan di sekitarnya dan dapat menyebar ke area tubuh lainnya.

Kanker ovarium dapat menyerang perempuan, beberapa laki-laki transgender, dan orang non biner yang ditetapkan sebagai perempuan saat lahir.

Secara global, kanker ovarium merupakan kanker paling umum ke-8 pada perempuan, yang mencakup sekitar 3,7 persen kasus dan 4,7 persen kematian akibat kanker pada tahun 2020.

Menurut data Global Cancer Incidence, Mortality and Prevalence (Globocan), kanker ovarium adalah kanker ketiga tersering pada perempuan Indonesia, dengan angka kejadian pada tahun 2020 adalah 14.896 kasus, dan angka kematian mencapai 9.581 kasus.

Kanker ovarium paling sering terjadi pada perempuan pascamenopause, yaitu 50–70 tahun. Kanker ovarium adalah kanker ginekologi yang paling mematikan dengan angka ketahanan hidup 5 tahun sekitar 43 persen.

2. Jenis

ilustrasi ovarium atau indung telur (commons.wikimedia.org/CDC)

Terdapat minimal 30 jenis kanker ovarium tergantung dari jenis selnya. Namun, biasanya kanker ovarium dimulai dari tiga tahap sel utama:

  • Sel epitelial: Sel pada dinding luar ovarium.
  • Sel benih: Sel pada calon sel telur.
  • Sel stromal: Sel yang melepaskan hormon dan menyambungkan struktur ovarium.

Dari ketiga sel tersebut, sel epitelial yang dianggap paling sering (85–90 persen kasus) dan paling berbahaya. Kenapa? Karena biasanya baru terdeteksi ketika sudah kronis.

Sementara itu, sel benih adalah yang paling jarang (tercatat hanya 7 persen kasus) dan memiliki 90 persen kemungkinan untuk sembuh.

Seperti kanker lainnya, kanker ovarium terbagi menjadi empat stadium:

  • Stadium 1: Kanker hanya berada di satu atau dua ovarium dan belum menyebar;
  • Stadium 2: Kanker sudah menyebar ke jaringan pelvis dan uterus;
  • Stadium 3: Kanker sudah menyebar ke selaput rongga perut (peritoneum), usus, dan tiroid;
  • Stadium 4: Kanker sudah menyebar ke organ yang jauh dari ovarium seperti ginjal atau hati.

3. Gejala

Pada stadium awal, kanker ovarium jarang menunjukkan gejala. Itulah yang membuat kanker sering kali baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut alias terlambat didiagnosis.

Selain itu, bila memang ada gejala, sering disalahartikan sebagai gejala penyakit yang ringan. Beberapa gejala awal kanker ovarium meliputi:

  • Perut kembung.
  • Perut membuncit.
  • Rasa nyeri di perut atau pinggul.
  • Sering merasa begah saat makan.
  • Peningkatan frekuensi buang air kecil.

Tampak ringan, bukan? Namun, bila gejala-gejala di atas berlangsung selama dua minggu atau lebih, lebih baik segera periksa ke dokter.

Dirangkum dari berbagai sumber, gejala-gejala tersebut juga bisa berubah mengikuti penyebaran kanker. Gejala yang paling menonjol antara lain:

  • Mual.
  • Sembelit atau konstipasi.
  • Penurunan berat badan.
  • Nyeri saat berhubungan intim.
  • Keluar darah dari vagina.

4. Penyebab

ilustrasi sel kanker (unsplash.com/National Cancer Institute)

Tidak ada yang tahu pasti apa yang menyebabkan kanker ovarium. Risiko seumur hidup untuk didiagnosis menderita kanker ovarium adalah 1,3 persen. Faktor risiko umum kanker ovarium meliputi:

  • Usia lanjut.
  • Mutasi genetik. Sekitar 15 persen kanker ovarium terkait dengan mutasi genetik. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi BRCA1 (BReast CAncer gene 1) atau BRCA2 (BReast CAncer gene 2). Namun, mutasi lain juga dapat dikaitkan dengan kanker ovarium, termasuk sindrom Lynch.
  • Riwayat kanker ovarium dalam keluarga. Orang dengan kerabat yang didiagnosis menderita kanker ovarium (seperti ibu, saudara perempuan, nenek, atau bibi) memiliki risiko lebih tinggi.
  • Endometriosis.
  • Obesitas.
  • Menstruasi dini dan menopause terlambat.
  • Tidak pernah hamil.

5. Kemungkinan kasus kanker ovarium pada transgender

Pada laki-laki transgender, histerektomi atau operasi pengangkatan rahim dikatakan dapat mencegah kanker ovarium.

Namun, menurut penelitian tahun 2017 di Amerika Serikat, laki-laki transgender juga harus tetap waspada karena terapi hormon androgen yang dijalani sebagai prosedur transisi gender juga dapat memperbesar risiko kanker ovarium.

Jadi, berkonsultasilah dengan dokter dan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui risiko dan sebagai tindakan deteksi dini.

6. Deteksi dini adalah kunci melawan kanker ovarium

ilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/freepik)

Deteksi dini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kelangsungan hidup pasien kanker ovarium, karena tingkat keberhasilan perawatan akan lebih tinggi jika kanker dideteksi pada tahap awal.

Perlindungan terbaik adalah lewat metode pencegahan, memahami risiko, dan mengenali tanda-tanda potensi kanker ovarium. Apabila mengalami gejala kanker ovarium seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, segeralah berkonsultasi dengan dokter.

Nantinya, dokter akan melakukan beberapa prosedur lanjutan seperti pemindaian (dengan USG, MRI atau CT scan), tes darah untuk memeriksa kadar protein CA-125, dan biopsi.

Dari ketiga prosedur tersebut, biopsi adalah yang paling akurat dalam mendeteksi kanker ovarium sebelum menetapkan langkah pengobatan.

Deteksi dini juga penting untuk mencegah kanker terlanjur berkembang ke stadium lanjut. Kalau sudah menjalar ke organ lainnya (metastasis) dan menyebabkan komplikasi, maka kemungkinan pasien untuk sembuh menipis.

Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya:

  • Luka (perforasi) pada usus.
  • Timbunan cairan pada selaput paru-paru.
  • Penyumbatan pada saluran kemih.
  • Penyumbatan usus.

7. Pengobatan kanker ovarium

Jenis perawatan yang direkomendasikan dokter akan bergantung pada banyak faktor, termasuk:

  • Jenis dan stadium kanker.
  • Usia.
  • Status kesehatan umum.
  • Apakah kanker terkait dengan gen tertentu.
  • Apakah berencana untuk memiliki anak di masa mendatang.

Sebagian besar kasus kanker ovarium diobati dengan pembedahan dan/atau kemoterapi. Pembedahan untuk kanker ovarium biasanya rumit dan dilakukan oleh tim spesialis di rumah sakit yang berpengalaman dalam mengobati kanker reproduksi.

Jenis pembedahan yang tepat akan bergantung pada seberapa jauh kanker telah menyebar. Pembedahan dapat melibatkan pengangkatan ovarium, rahim, tuba falopi, serviks, dan bagian dari usus atau kandung kemih.

Dokter dapat merekomendasikan perawatan lain selain pembedahan, atau sebagai pengganti pembedahan jika kamu tidak cukup sehat untuk menjalani operasi. Perawatan ini dapat mencakup kemoterapi, radioterapi, dan/atau terapi yang ditargetkan.

Dokter akan mendiskusikan manfaat, risiko, dan efek samping dari masing-masing perawatan ini dalam situasi kamu.

8. Pencegahan

ilustrasi hidup sehat (pexels.com/Nathan Cowley)

Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah kanker ovarium, tetapi hal-hal berikut ini dikaitkan dengan risiko lebih rendah terkena kanker ovarium:

  • Menggunakan pil KB selama lima tahun atau lebih.
  • Menjalani ligasi tuba (pengikatan tuba), pengangkatan kedua ovarium, pengangkatan kedua tuba fallopi, atau histerektomi (operasi pengangkatan rahim, dan terkadang leher rahim).
  • Melahirkan.
  • Menyusui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang menyusui selama satu tahun atau lebih mungkin memiliki risiko kanker ovarium yang sedikit berkurang.

Berkonsultasilah dengan dokter tentang cara-cara untuk mengurangi risiko kamu. Meskipun dapat membantu mengurangi risiko terkena kanker ovarium, tetapi hal-hal ini tidak direkomendasikan untuk semua orang, dan masing-masing memiliki risiko dan manfaat yang terkait. Misalnya, pil KB dapat meningkatkan risiko kanker payudara.

Semua jenis kanker ovarium dapat diobati jika kanker terdeteksi pada tahap awal. 

Ketika mempertimbangkan statistik kelangsungan hidup untuk kanker ovarium, perlu dicatat bahwa kemajuan medis telah meningkatkan prospek selama 20 tahun terakhir. Namun, segera mencari perhatian medis jika mengalami gejala-gejala yang dapat mengarah pada kanker ovarium sering kali dapat membantu deteksi dini, dan ini akan meningkatkan peluang untuk menerima perawatan yang efektif.

Referensi

Webb, Penelope M., and Susan J. Jordan. “Global epidemiology of epithelial ovarian cancer.” Nature Reviews Clinical Oncology 21, no. 5 (March 28, 2024): 389–400.
Kemenkes Ditjen Yankes. Diakses pada Agustus 2024. Mengenal Kanker Ovarium, The Silent Killer.
National Ovarian Cancer Coalition. Diakses pada Agustus 2024. Types and Stages.
National Health Service. Diakses pada Agustus 2024. Ovarian Cancer.
Medical News Today. Diakses pada Agustus 2024. What is ovarian cancer?
Johns Hopkins Medicine. Diakses pada Agustus 2024. Ovarian Cancer.
Braun, Hayley, Rebecca Nash, Vin Tangpricha, Janice Brockman, Kevin Ward, and Michael Goodman. “Cancer in Transgender People: Evidence and Methodological Considerations.” Epidemiologic Reviews 39, no. 1 (January 1, 2017): 93–107.
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada Agustus 2024. Reducing Risk for Ovarian Cancer.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Alfonsus Adi Putra
3+
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us