Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Korban Banjir Rentan secara Emosional, Kenali Flood Fatigue Syndrome

Pemandangan Aceh Tamiang dari udara, Jumat (5/12/2025) setelah dihantam banjir bandang dan longsor.
Pemandangan Aceh Tamiang dari udara, Jumat (5/12/2025) setelah dihantam banjir bandang dan longsor (IDN Times/Prayugo Utomo)
Intinya sih...
  • Flood fatigue syndrome adalah kondisi kelelahan mental dan penurunan kualitas hidup pada warga yang sering terdampak banjir.
  • Efek banjir terhadap kesehatan mental bisa bertahan setidaknya satu tahun setelah kejadian, bahkan dirasakan oleh masyarakat yang "hanya" mengalami gangguan akibat banjir.
  • Orang-orang yang terkena banjir juga menghadapi dampak kesehatan jangka panjang dari stresor sekunder, seperti kerugian ekonomi dan stres sosial.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Berulang kali menghadapi banjir bukan hanya menguras tenaga untuk menyelamatkan barang-barang atau membersihkan rumah dari lumpur dan kotoran. Dalam jangka panjang, tekanan terus-menerus ini dapat menumpuk menjadi rasa lelah mendalam.

Banyak penyintas banjir mulai kehilangan motivasi untuk merespons peringatan bahaya atau bahkan enggan mengungsi meski risiko di depan mata. Fenomena ini dikenal sebagai flood fatigue syndrome, yaitu kondisi kelelahan fisik dan mental akibat paparan bencana banjir yang berulang. Ini menjadi isu penting dalam penanganan kesehatan masyarakat di berbagai daerah yang rawan banjir.

Kelelahan mental dan penurunan kualitas hidup yang makin parah pada warga yang berulang kali terdampak banjir

Flood fatigue syndrome adalah kondisi kelelahan mental dan penurunan kualitas hidup yang makin parah pada warga yang sering kena banjir berulang, dibandingkan yang hanya kena sekali atau tidak pernah mengalaminya sama sekali.

Menurut sebuah studi internasional, saat seseorang berulang kali terpapar banjir, tekanan psikologis yang mereka alami akan menumpuk dari waktu ke waktu. Kondisi ini menciptakan kelelahan secara emosional dan mental yang serupa dengan fatigue atau kelelahan, meskipun penelitian tersebut tidak menyebutnya secara langsung sebagai “flood fatigue syndrome”.

Penelitian yang sama menunjukkan bahwa kemungkinan depresi pada penyintas banjir berulang sekitar 20 persen lebih tinggi dibanding mereka yang hanya mengalami satu kali. Temuan ini memperlihatkan bahwa makin sering banjir terjadi, makin besar pula risiko gangguan mental yang dapat berkembang menjadi gejala mirip flood fatigue syndrome.

Efek flood fatigue syndrome bisa berlangsung lama

Karli di antara puing-puing bekas banjir bandang Aceh Tamiang, Senin (8/12/2025).
Karli di antara puing-puing bekas banjir bandang Aceh Tamiang, Senin (8/12/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Efek banjir terhadap kesehatan mental bukan hanya jangka pendek, tetapi bisa bertahan setidaknya satu tahun setelah kejadian. Yang lebih mengkhawatirkan, efeknya tidak hanya dirasakan oleh mereka yang rumahnya rusak atau terendam—masyarakat yang “hanya” mengalami gangguan akibat banjir (misalnya pemadaman listrik, transportasi terputus, akses ke layanan sosial terganggu) pun berisiko signifikan terhadap depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).

Penelitian tersebut menjadi bukti kuat bahwa banjir dan efek negatifnya jauh melampaui kerusakan fisik dan materi. Dalam konteks bencana dan pemulihan, kerusakan mental perlu diperhatikan sama seriusnya dengan perbaikan rumah dan infrastruktur.

Pemicu stres sekunder

Orang-orang yang terkena banjir tidak hanya menghadapi bahaya saat air datang. Bahkan setelah air surut, mereka tetap menghadapi dampak kesehatan yang bisa berlangsung lama.

Salah satu penyebab utama adalah munculnya pemicu stres/stresor sekunder (secondary stressors) berupa tekanan yang tidak langsung dari banjir, seperti kerugian ekonomi (penghasilan hilang, biaya pemulihan rumah), dan stres sosial (isolasi, kehilangan jejaring komunitas, hilang atau terganggunya rasa aman).

Baik di desa maupun kota, negara maju maupun berkembang, terbukti rentan terhadap dampak ini. Meski menyadari risiko banjir, tetapi banyak dari mereka yang tidak mengambil tindakan pencegahan serius. Hal ini membuat masyarakat tetap sangat rentan ketika banjir berulang terjadi.

Fenomena flood fatigue syndrome adalah pengingat bahwa bencana tidak hanya merusak fisik lingkungan, tetapi juga meninggalkan luka psikologis yang sering tak terlihat. Ketika berulang kali terdampak banjir, rasa cemas, takut, hingga keputusasaan dapat menumpuk dan meruntuhkan kemampuan seseorang untuk bertahan.

Jadi, selain evakuasi dan perbaikan infrastruktur, penanganan bencana harus melihat manusia secara utuh, bahwa warga yang terdampak butuh pemulihan mental jangka panjang. Dengan dukungan sosial yang kuat, akses layanan kesehatan jiwa yang memadai, serta upaya mitigasi bencana yang lebih baik, masyarakat yang tinggal di wilayah rawan banjir dapat kembali merasa aman dan mampu melanjutkan hidup tanpa terus terbayang ancaman yang sama di depan mata.

Referensi

Stephenson, J., M. Vaganay, R. Cameron, and P. Joseph. “The Long-Term Health Impacts of Repeated Flood Events.” WIT Transactions on Ecology and the Environment 1 (June 2, 2014): 201–12.

Waite, Thomas David, Katerina Chaintarli, Charles R. Beck, Angie Bone, Richard Amlôt, Sari Kovats, Mark Reacher, et al. “The English National Cohort Study of Flooding and Health: Cross-Sectional Analysis of Mental Health Outcomes at Year One.” BMC Public Health 17, no. 1 (January 27, 2017): 129.

French, Clare E, Thomas D Waite, Ben Armstrong, G. James Rubin, Charles R Beck, and Isabel Oliver. “Impact of Repeat Flooding on Mental Health and Health-Related Quality of Life: A Cross-Sectional Analysis of the English National Study of Flooding and Health.” BMJ Open 9, no. 11 (November 1, 2019): e031562.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

7 Tips agar Plank Lebih Lama Tanpa Goyang dan Gemetar

09 Des 2025, 06:38 WIBHealth