Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pria Dua Kali Lebih Berisiko Meninggal akibat Sindrom Patah Hati

ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit (freepik.com/freepik)
ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Sindrom patah hati dapat menyebabkan nyeri dada dan sesak napas setelah kejadian traumatis seperti perceraian atau kematian orang terkasih.
  • Studi menunjukkan bahwa sindrom patah hati lebih sering dialami oleh perempuan, tetapi pria memiliki risiko dua kali lipat untuk meninggal karena kondisi ini.
  • Komplikasi kardiovaskular umum yang terjadi pada pasien dengan sindrom patah hati meliputi gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, syok kardiogenik, dan stroke.

Setelah kejadian traumatis seperti perceraian atau kematian orang terkasih, beberapa orang mungkin mengalami nyeri dada dan sesak napas akibat kondisi medis yang dikenal sebagai broken heart syndrome (sindrom patah hati) atau istilah medisnya adalah kardiomiopati takotsubo.

Kondisi ini diduga dipicu oleh stres fisik atau emosional, yang melepaskan hormon stres seperti adrenalin yang mencegah jantung berkontraksi dengan baik. Sebagian besar pengidapnya bisa pulih dengan cepat, tetapi beberapa orang mengalami gagal jantung.

Walaupun sindrom patah hati lebih sering dialami oleh perempuan, tetapi pria dua kali lebih berisiko meninggal karenanya, menurut temuan studi.

Diduga stres fisik sindrom patah hati lebih umum terjadi pada pria

Studi yang diterbitkan dalam Journal of the American Heart Association pada 14 Mei 2025 ini menggunakan Nationwide Inpatient Sample (NIS), basis data publik berisi data rawat inap untuk mengidentifikasi kasus sindrom patah hati antara tahun 2016 dan 2020.

Studi ini mengidentifikasi hampir 200.000 kasus selama periode ini, dengan perempuan yang merupakan mayoritas (83 persen) pasien.

Usia rata-rata pasien yang dirawat dengan sindrom patah hati adalah 67 tahun. Pola demografi muncul dalam data, karena 80 persen kasus didiagnosis pada pasien kulit putih, yang menunjukkan potensi perbedaan ras dalam prevalensi atau tingkat diagnosis.

Meskipun pria merupakan bagian yang jauh lebih kecil dari mereka yang dirawat karena sindrom patah hati, tetapi mereka memiliki kemungkinan lebih dari dua kali lipat untuk meninggal, 11,2 persen dibandingkan dengan 5,5 persen untuk perempuan.

Studi ini tidak dapat menentukan alasan kesenjangan mortalitas ini, karena desain observasional retrospektif (metode penelitian yang menganalisis data dari kejadian atau kondisi yang telah terjadi di masa lalu) membatasi peneliti untuk mengidentifikasi hubungan daripada menetapkan sebab akibat.

Para peneliti telah mengajukan hipotesis mengenai kesenjangan antara pria dan perempuan. Sindrom patah hati diyakini disebabkan oleh lonjakan hormon stres, yang dipicu oleh stres fisik atau emosional; stres fisik bisa berupa operasi atau infeksi, sedangkan stres emosional bisa berupa perceraian atau kematian orang yang dicintai.

Stres fisik sindrom patah hati lebih umum terjadi pada pria, yang mungkin menjelaskan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh kondisi tersebut. Para peneliti juga berpikir perbedaan keseimbangan hormon antara kedua jenis kelamin dapat berperan.

Komorbiditas kardiovaskular lainnya umum terjadi pada pasien yang mengalami sindrom patah hati, seperti yang diamati dalam penelitian tersebut. Komplikasi kardiovaskular yang paling sering dilaporkan meliputi:

  • Gagal jantung kongestif (36 persen kasus)
  • Fibrilasi atrium (21 persen)
  • Syok kardiogenik (7 persen)
  • Stroke (5 persen)

Angka kematian keseluruhan di antara pasien dengan sindrom patah hati secara signifikan lebih tinggi (6,58 persen) dibandingkan pasien lain (2,41 persen), sehingga mereka hampir tiga kali lebih mungkin meninggal.

Namun, sindrom patah hati umumnya bersifat sementara. Sebagian besar individu pulih dalam waktu dua bulan, dengan risiko rendah untuk kambuh.

Akan tetapi, desain penelitian dan adanya beberapa penyakit penyerta yang serius menyulitkan untuk menarik kesimpulan pasti tentang tingkat kematian yang terus meningkat pada sindrom patah hati.

Studi ini tidak memberi tahu tentang karakter klinis orang-orang yang mengidap sindrom patah hati. Pasien-pasien ini sakit kritis, dan mungkin ada penyakit penyerta lain yang memengaruhi kematian mereka. Jadi, sangat sulit untuk mengetahui apa penyebab pasti kematiannya.

Penyebab sindrom patah hati

ilustrasi jantung (unsplash.com/Ali Hajiluyi)
ilustrasi jantung (unsplash.com/Ali Hajiluyi)

Penyebab pasti sindrom patah hati tidak diketahui, tetapi para ahli berpendapat bahwa lonjakan hormon stres (misalnya, adrenalin) pada dasarnya "mengejutkan" jantung, memicu perubahan pada sel otot jantung atau pembuluh darah koroner (atau keduanya) yang mencegah ventrikel kiri berkontraksi secara efektif.

Beberapa penyebab sindrom patah hati meliputi:

  • Penurunan tekanan darah secara tiba-tiba.
  • Penyakit serius, operasi, atau prosedur medis (misalnya, tes stres jantung).
  • Nyeri hebat.
  • Kekerasan dalam rumah tangga.
  • Serangan asma.
  • Menerima berita buruk (seperti diagnosis kanker).
  • Kecelakaan mobil atau kecelakaan lainnya.
  • Kehilangan, penyakit, atau cedera yang tidak terduga dari kerabat dekat, teman, atau hewan peliharaan.
  • Pertengkaran sengit.
  • Kerugian finansial.
  • Ketakutan yang hebat.
  • Berbicara di depan umum.
  • Pesta kejutan atau kejutan tiba-tiba lainnya.

Referensi

"Broken-heart syndrome (takotsubo cardiomyopathy)." Harvard Health Publishing. Diakses Mei 2025.
Abhiram Prasad, Amir Lerman, and Charanjit S. Rihal, “Apical Ballooning Syndrome (Tako-Tsubo or Stress Cardiomyopathy): A Mimic of Acute Myocardial Infarction,” American Heart Journal 155, no. 3 (February 1, 2008): 408–17, https://doi.org/10.1016/j.ahj.2007.11.008.
"Men Are Dying From 'Broken Heart Syndrome' at Twice The Rate of Women." Science Alert. Diakses Mei 2025.
"Males Two Times as Likely to Die From ‘Broken Heart Syndrome,’ Study Finds." Healthline. Diakses Mei 2025.
Mohammad Reza Movahed, Elimira Javanmardi, and Mehrtash Hashemzadeh, “High Mortality and Complications in Patients Admitted With Takotsubo Cardiomyopathy With More Than Double Mortality in Men Without Improvement in Outcome Over the Years,” Journal of the American Heart Association, May 14, 2025, https://doi.org/10.1161/jaha.124.037219.

Share
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us