Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Masuk Indonesia, Ini Gejala COVID-19 Varian Orthrus

ilustrasi COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)
ilustrasi COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Pada Selasa (21/2), Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengumumkan Indonesia lagi-lagi kecolongan varian SARS-CoV-2 baru. Selain meng-update angka kasus varian XBB.1.5 atau Kraken, Kemenkes mengonfirmasi 14 kasus varian CH.1.1. atau Orthrus.

Bagi yang tidak tahu, nama Orthrus (Ὄρθρος) diambil dari sosok anjing berkepala dua penjaga ternak Geryon yang dibunuh oleh Heracles di mitologi Yunani. Mayoritas kasus Orthrus ditemukan di DKI Jakarta. Apa yang perlu kita waspadai dari COVID-19 varian Orthrus?

Berasal dari ASEAN?

ilustrasi COVID-19 varian Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi COVID-19 varian Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam pernyataan resminya, Jubir Kemenkes, dr. M. Syahril, mengatakan bahwa Orthrus sebenarnya bukan varian baru di Indonesia. Pasalnya, kasus pertama COVID-19 varian ini sudah ada di Indonesia sejak 11 Oktober 2022. Malah, sebuah penelitian menemukan bahwa varian ini berasal dari ASEAN.

Diunggah ke jurnal bioRxiv pada 17 Januari 2023, para peneliti Amerika Serikat (AS) di Ohio State University (OSU) mencatat bahwa varian Orthrus dideteksi di Asia Tenggara pada November 2022, dan "berkontribusi terhadap lebih dari 25 persen infeksi di Britania Raya dan Selandia Baru".

Masih cucu Omicron

Mungkin kamu tak akan terkejut mendengar ini. Varian Orthrus ternyata adalah "anak" dari subvarian Omicron BA.2.75 atau yang dikenal dengan nama "Centaurus". Oleh karena itu, wajar jika varian ini mewarisi "sifat" Omicron.

Para peneliti OSU mencatat bahwa CH.1.1 memiliki mutasi L452R di protein spike-nya. Anehnya, mutasi ini umum terlihat di B.1.617.2 (Delta) dan varian Omicron BA.4/5. Selain lebih parah, Orthrus lebih andal menempel ke reseptor ACE2 dan bisa memporak-porandakan imunitas tubuh dari riwayat COVID-19 maupun vaksinasi.

Hal ini diuji lewat skenario laboratorium di mana CH.1.1 diuji melawan serum darah 14 nakes yang telah mendapatkan vaksinasi primer dan dua booster. Mengkhawatirkan, serum para nakes menciptakan antibodi 17 kali lebih sedikit terhadap CH.1.1, dibanding terhadap BA.4/5.

"Jelas bahwa CH.1.1 dan [varian baru] CA.3.1 memiliki ketahanan netralisasi yang lebih kuat dan konsisten daripada XBB, XBB.1, dan XBB.1.5. Ini mengejutkan dan memerlukan pengawasan saksama serta investigasi lebih mendalam," tulis para peneliti OSU.

Dominan di Selandia Baru dan Eropa

ilustrasi infeksi virus corona COVID-19 (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi infeksi virus corona COVID-19 (IDN Times/Mardya Shakti)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mewanti-wanti dunia tentang varian Orthrus. Dalam laporan epidemiologi COVID-19 mingguannya pada 1 Februari 2023, WHO mencatat Orhtrus sebagai menempati tempat ke-3 varian paling ramai di Eropa (12,3 persen), di bawah BQ.1 (13 persen) dan BQ.1.1 (31,3 persen).

"Varian-varian tersebut dimasukkan karena adanya peningkatan prevalensi atau pertumbuhan di beberapa negara dibanding varian lainnya, dan perubahan asam amino yang diketahui atau diduga bisa memberikan potensi berbahaya lainnya," tulis WHO.

Di AS, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) per 18 Februari 2023 mengungkapkan bahwa Orthrus menempati posisi ke-5. Sementara XBB.1.5 masih mendominasi (lebih dari 80 persen), Orthrus berkontribusi terhadap 1,2 persen kasus di AS.

Berdasarkan data di Github, ilmuwan asal Swiss, Cornelius Roemer, mengatakan bahwa Orthrus perlu diawasi karena penularannya yang sama ganas. Terdeteksi sebanyak 5 persen di sekuens global (per Desember 2022), angka kasus Orthrus terus naik berlipat kali ganda tiap minggu.

Gejala mirip varian Omicron

Dengan peningkatan kasus COVID-19 Orthrus di Indonesia, maka kita perlu waspada. Hal yang perlu kita ketahui dari Orthrus adalah gejalanya. Karena Orthrus termasuk dalam keluarga Omicron, maka gejalanya pun diduga serupa.

WebMD melansir, gejala Omicron mirip dengan gejala batuk pilek. Beberapa gejala yang umum dikeluhkan oleh pasien COVID-19 dengan Omicron adalah:

  • Hidung meler.
  • Sakit kepala.
  • Kelelahan (ringan hingga ekstrem).
  • Sakit tenggorokan.
  • Bersin.

Meski begitu, WebMD memperingatkan bahwa gejala COVID-19 lainnya, seperti batuk, demam, dan penurunan indra penciuman (anosmia) dan pengecapan (ageusia) masih patut diwaspadai. Tenaga ahli WHO mencatat bahwa tak ada data yang mengatakan gejala Omicron berbeda dibanding varian-varian COVID-19 lainnya.

Booster khusus Omicron amat diperlukan

ilustrasi vaksin (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi vaksin (IDN Times/Aditya Pratama)

Dengan vaksin, manusia bisa menghadapi berbagai penyakit, termasuk COVID-19. Pertanyaannya, apakah vaksin yang diproduksi selama pandemik bisa melindungi dari Orthrus?

Para peneliti OSU mencatat dalam studinya bahwa efikasi booster mRNA 3 dosis terus melemah terhadap subvarian Omicron yang bermunculan. Oleh karena itu, sejalan dengan ilmuwan lainnya, para peneliti AS ini ingin agar booster yang baru, booster bivalent, untuk dipercepat administrasinya. Walau begitu, tetap ada kabar tak sedap.

"Efek ini bisa ditanggulangi sebagian dengan pemberian booster bivalent. Meski begitu, risiko penghindaran [imunitas] oleh beberapa subvarian, terutama CH.1.1 dan CA.3.1, tetap besar," tulis para peneliti OSU. 

Pada akhir Agustus 2022, booster bivalent mRNA buatan Pfizer-BioNTech dan Moderna disahkan oleh BPOM AS (FDA). Dimuat oleh CDC pada 25 Januari 2023, vaksin booster bivalent mRNA yang disahkan (Pfizer-BioNTech dan Moderna) menunjukkan perlindungan terhadap XBB dan XBB.1.5 setara dengan BA.5.

Meski vaksin booster bivalent ini belum diujikan terhadap varian Orthrus, harapannya, efikasinya bisa bertahan. Layaknya Heracles membunuh Orthrus, semoga kita bisa menang melawan COVID-19 secara keseluruhan.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Alfonsus Adi Putra
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us