Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubungan

Enggan terlibat hubungan emosional dengan orang lain

Dismissive avoidant attachment merupakan salah satu bentuk gaya keterikatan yang merasa tidak aman (insecure). Ini ditandai dengan kurangnya keinginan untuk membangun hubungan emosional dengan orang lain.

Kendati individu tipe ini cenderung tidak mempercayai orang lain, tetapi di satu sisi dirinya memiliki harga diri yang tinggi. Selain itu, orang dengan dismissive avoidant attachment melihat diri sendiri secara positif.

Dismissive avoidant attachment menjadi label bagi mereka yang mencoba menghindari hubungan emosional, keterikatan, atau kedekatan dengan orang lain. Ini biasanya tidak mengejar hubungan romantis, malahan secara aktif menghindarinya.

1. Sejarah singkat teori keterikatan

Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubunganilustrasi pasangan menikmati sunset (pixabay.com/StockSnap)

Gaya keterikatan didasarkan pada teori keterikatan. Teori ini merupakan gagasan yang membagi tipe hubungan menjadi bermacam-macam gaya keterikatan. Tokoh di balik teori keterikatan adalah seorang psikolog Inggris John Bowlby. Ia percaya bahwa cara kita terhubung dengan orang lain didasarkan pada waktu pembentukan pada masa kanak-kanak.

Teori keterikatan diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yakni:

  • Secure: Dianggap paling fungsional dalam hubungan orang dewasa. Orang yang terikat secara secure (aman) dengan orang lain mampu membentuk ikatan yang erat dan memberikan kepercayaan. Dalam praktiknya, orang-orang akan mencari dukungan orang lain dan tidak ragu berbagi perasaan.
  • Anxious: Orang dengan gaya keterikatan anxious mengalami kecemasan tentang hubungannya dengan orang lain. Tidak jarang pola keterikatan menjadi ketergantungan hingga memburuk dalam situasi stres.
  • Avoidant: Orang tipe ini mencoba untuk tidak dekat dengan orang lain. Mereka sering kali menghindari keintiman. Selain itu, mereka kesulitan dalam mengidentifikasi diri sendiri secara lebih positif.

Dismissive avoidant attachment dapat dikatakan sebagai model keterikatan ketika seseorang mencoba untuk tidak bergantung pada orang lain atau membuat orang lain bergantung padanya.

2. Karakteristik

Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubunganilustrasi pasangan memberi kejutan buket bunga (pixabay.com/aliceabc0)

Orang dengan kecenderungan dismissive avoidant attachment umumnya sangat mandiri. Perilaku yang lekat dalam diri individu tersebut mencakup kemandirian ekstra, jarang meminta bantuan, menetapkan banyak batasan, menarik diri dari pasangannya ketika dirasa terlalu dekat.

Karakteristik lainnya dapat meliputi:

  • Menghargai privasi, bahkan terkesan sangat rahasia: Tertutup dan kaku, tidak membiarkan rencananya dipengaruhi orang lain, bahkan seringnya tidak pernah membicarakan suatu rencana kepada orang lain.
  • Menunjukkan tindakan seolah-olah menolak: Tidak jarang mundur sepenuhnya dari hubungan romantis atau pertemanan yang tidak diinginkan. Di mata orang lain, individu ini jadi terlihat dingin dan tertutup.
  • Pola hubungan yang terjalin cenderung santai dan singkat: Orang-orang dengan dismissive avoidant attachment rentan terhadap hubungan romantis yang santai dan singkat. Inilah mengapa pola hubungan yang terjalin biasanya berakhir dengan cepat.

Baca Juga: 5 Tanda dan Cara Mengatasi Avoidant Personality Disorder

3. Penyebab

Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubunganilustrasi pasangan sedang berdiskusi (pixabay.com/Surprising_Shots)

Teori keterikatan berhubungan erat dengan pola interaksi bersama orang tua dan/atau pengasuh saat masa kanak-kanak. Dengan demikian, penyebab dismissive avoidant attachment bisa bersumber dari pengalaman masa lalu, misalnya:

  • Tidak mendapatkan perhatian atau perawatan yang dibutuhkan dari orang tua atau pengasuh saat masa kanak-kanak.
  • Orang tua atau pengasuh menunjukkan sikap kurang peduli. Ini menyebabkan anak beranggapan bahwa dengan mengungkapkan kebutuhan tidak menjamin akan diperhatikan.
  • Ketika kebutuhan anak tidak dipenuhi dengan baik, anak mungkin mengembangkan pemikiran bahwa orang lain tidak dapat merawatnya dengan baik.

Dengan demikian, unsur pengabaian, ketidakpedulian, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi dapat membuat seseorang berpikir untuk menjadi mandiri agar kebutuhan hidup bisa dicapai.

4. Dampak

Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubunganilustrasi perempuan curhat dengan temannya (pixabay.com/StockSnap)

Dismissive avoidant attachment mungkin terdengar masih ada sisi positifnya. Namun, ini sebenarnya kurang ideal jika diterapkan dalam seluruh elemen kehidupan.

Dilansir Verywell Mind, konsekuensi praktik dismissive avoidant attachment menyebabkan kebutuhan seseorang tidak bisa terpenuhi dengan optimal, karena pada dasarnya setiap manusia punya kecenderungan untuk memiliki hubungan dengan orang lain. Untuk menjaga hubungan tetap seimbang dan selaras perlu kerja sama antara dua belah pihak.

Dampak selanjutnya ialah mengenai perasaan orang lain. Orang lain (pasangan misalnya) bisa merasa diabaikan atau terputus secara emosional. Alhasil, kesepian menjadi sangat terasa dalam hubungan yang salah satu pihak mengembangkan dismissive avoidant attachment.

5. Menghadapi pasangan dengan tipe keterikatan dismissive avoidant attachment

Dismissive Avoidant Attachment, Masalah Keterikatan dalam Hubunganilustrasi pasangan serasi (pixabay.com/StockSnap)

Jika kamu mengenali tanda-tanda dismissive avoidant attachment pada pasanganmu, jangan langsung larut dalam dilema antara berhenti atau terus maju. Kabar baiknya, dismissive avoidant attachment bisa diubah dengan penerimaan secara tulus tanpa unsur menghakimi.

Melalui upaya dan latihan secara konsisten, siapa pun dapat menyesuaikan gaya keterikatan dengan mengedepankan hubungan yang sehat. Beberapa opsi berikut bisa kamu pertimbangkan dalam menangani kasus terkait dismissive avoidant attachment:

  • Memberi saran kepada pasangan untuk mencari bantuan melalui kegiatan terapi bersama ahli kesehatan mental.
  • Membantu pasangan menciptakan ruang berbagi emosi tanpa takut ditolak atau dihina.
  • Mengajak pasangan untuk selalu terkoneksi dengan hal-hal yang positif, seperti mempraktikkan afirmasi positif dan latihan mindfulness.
  • Bersabar dan tidak membuat pasangan merasa bersalah atau malu dengan perasaannya.

Dasar dari gaya keterikatan ditandai oleh kualitas berperilaku dan berinteraksi dalam suatu hubungan. Meskipun masa kecil mungkin telah memengaruhi gaya keterikatanmu, kamu tetap berhak menentukan perkembangannya di masa depan.

Dismissive avoidant attachment hadir bukan karena unsur kesengajaan. Pengalaman masa lalu memiliki andil sebagai kontributor pemicunya. Dengan menyadari kondisi tersebut dan berusaha menjadi versi diri terbaik, kamu sudah selangkah lebih proaktif dalam menciptakan kehidupan yang seimbang.

Baca Juga: Pedophilia OCD (POCD): Gejala, Penyebab, Perawatan

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya