Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Inovasi AI Ini Bantu Identifikasi Sindrom Pernapasan Berbahaya

ilustrasi penggunaan AI dalam dunia medis (freepik.com/freepik)
ilustrasi penggunaan AI dalam dunia medis (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Tim peneliti di Amerika Serikat menciptakan alat berbasis AI untuk mengidentifikasi acute respiratory distress syndrome (ARDS).
  • ARDS sering tidak terdiagnosis tepat waktu, padahal bisa berakibat fatal bagi pasien.
  • Alat ini telah diuji pada rekam medis pasien lama dengan tingkat akurasi 93 persen, dan segera akan diuji langsung pada pasien secara real-time.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Para peneliti dari Endeavor Health dan Northwestern University, Amerika Serikat (AS), menciptakan sebuah alat berbasis akal imitasi (AI/artificial intelligence) yang dirancang untuk membantu dokter mengenali sebuah sindrom pernapasan berbahaya, yaitu acute respiratory distress syndrome (ARDS), yang sering tidak terdiagnosis tepat waktu, padahal bisa berakibat fatal. Alat ini telah diuji pada rekam medis pasien lama dengan tingkat akurasi 93 persen, dan segera akan diuji langsung pada pasien di Endeavor.

ARDS terjadi ketika paru-paru meradang parah, lebih parah daripada infeksi paru biasa. Peradangan ini merusak jaringan, membuat cairan merembes masuk ke kantong udara di paru-paru. Akibatnya, oksigen gagal masuk ke aliran darah. Banyak dokter menyebut kondisi ini seperti “tenggelam di daratan”, yang di mana sistem kekebalan tubuh sendiri yang membanjiri paru-paru dengan cairan.

Bahaya ARDS sangat nyata. Tercatat hingga 46 persen pasien meninggal karena kondisi ini. Bagi yang selamat, mereka bisa mengalami kerusakan jangka panjang, mulai dari jaringan parut permanen di paru-paru hingga gangguan kognitif akibat kekurangan oksigen. Pemicu ARDS bisa bermacam-macam, tetapi paling sering muncul pada pasien kritis dengan sepsis, pneumonia, atau bahkan COVID-19. ARDS lebih umum terjadi pada pasien kritis dan pasien Unit Perawatan Intensif (ICU).

“Sebagai dokter ICU, dokter sibuk merawat pasien, dan sulit untuk memilah semua data yang dibutuhkan demi membuat diagnosis,” ujar Dr. Curtis Weiss, seorang pulmonolog di Endeavor Health sekaligus Co-Director Critical Care Medicine, salah satu penulis makalah ini. “Di situlah peran AI dan machine learning. Kami percaya program ini bisa membantu menutup celah itu, menjadi lapisan pengaman tambahan bagi dokter dan pasien," mengutip laman resmi Endeavor Health.

AI yang dikembangkan bukanlah jenis generatif seperti ChatGPT. AI yang dimaksud tidak menciptakan informasi baru, melainkan menyaring data medis pasien—seperti hasil laboratorium dan pencitraan—untuk menemukan pola yang mengarah pada ARDS. Tujuannya bukan menggantikan dokter, melainkan memberi sinyal awal agar dokter melihat kemungkinan ARDS lebih cepat.

Mengolah data pasien menjadi diagnosis yang tepat

Sejak lama, Weiss menyadari bahwa ARDS sering luput terdiagnosis. Alasannya, gejalanya mirip penyakit lain, penyebabnya beragam, dan dokter ICU setiap hari menghadapi banyaknya data dari puluhan pasien yang kritis. Menyatukan semua data, mulai dari kadar oksigen, hasil rontgen dada, hingga adanya sepsis atau pneumonia, bukan hal mudah.

Padahal, mengetahui bahwa sesak napas pasien disebabkan oleh ARDS bisa mengubah strategi pengobatan secara drastis. Misalnya, dalam kasus gagal jantung kongestif, cairan juga menumpuk di paru-paru, tetapi penyebabnya berbeda, yaitu jantung tidak mampu memompa darah. Kedua kondisi ini butuh ventilator, tetapi cara mengoperasikannya harus berbeda. Bahkan, posisi pasien juga penting—pasien ARDS terbukti lebih baik bila ditidurkan tengkurap, sementara pada gagal jantung, posisi itu justru bisa membahayakan jantung.

Weiss menegaskan, inilah mengapa kasus ARDS sering terlewat, karena dibutuhkan kemampuan menghubungkan potongan informasi saat momen yang tepat. Dengan adanya komputer yang bisa mengintegrasikan data, peluang mengenali ARDS sejak dini jauh lebih besar.

Uji coba awal menunjukkan AI ini berhasil mengidentifikasi 93 persen kasus ARDS dari data pasien lama, dengan tingkat “alarm palsu” sekitar 17 persen. Menurut tim peneliti, angka itu masih bisa diatur, tetapi karena ARDS bisa sangat fatal, lebih baik memberi peringatan berlebih daripada melewatkan pasien yang benar-benar mengalami ARDS.

Langkah selanjutnya adalah mencoba AI ini secara real-time pada pasien di rumah sakit. Jika berhasil, inovasi ini bisa menjadi bantuan berharga di ruang ICU, memastikan untuk mendeteksi ARDS pada pasien.

Referensi

Félix L Morales et al., “Open-source Computational Pipeline Flags Instances of Acute Respiratory Distress Syndrome in Mechanically Ventilated Adult Patients,” Nature Communications 16, no. 1 (July 23, 2025), https://doi.org/10.1038/s41467-025-61418-5.

"Endeavor Health, Northwestern University partner on computer program that helps diagnose deadly lung condition." Endeavor Health. Diakses Agustus 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Buah Zakar Sakit saat Berlari? Ini Penyebab dan Penanganannya

03 Sep 2025, 22:24 WIBHealth