Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kelebihan Homosistein dalam Darah Bisa Sebabkan 5 Penyakit Ini

ilustrasi seseorang mengalami kelebihan kadar homosistein dalam darah (freepik.com/8photo)
ilustrasi seseorang mengalami kelebihan kadar homosistein dalam darah (freepik.com/8photo)

Hiperhomosisteinemia adalah peningkatan kadar homosistein dalam darah. Homosistein merupakan asam amino (bahan kimia dalam darah yang membantu tubuh membuat protein). Pada orang yang sehat, kadar homosistein dalam darah yaitu sekitar 15 mikromol per liter (mcmol/L). Hampir semua homosistein itu diubah menjadi protein lain.

Seseorang yang mengalami hiperhomosisteinemia, yaitu kadar homosistein dalam darahnya lebih dari 50 mcmol/L, bisa mengalami beberapa penyakit serius, menurut laporan dalam Journal Encyclopedia of Human Nutrition (Second Edition) tahun 2005, bisa menimbulkan berbagai macam penyakit yang berbahaya.

Berikut ini lima penyakit yang bisa timbul akibat tingginya kadar homosistein dalam darah atau hiperhomosisteinemia.

1. Osteoporosis

ilustrasi osteoporosis (freepik.com/krakenimages.com)
ilustrasi osteoporosis (freepik.com/krakenimages.com)

Osteoporosis adalah penyakit kerangka sistemik yang ditandai dengan demineralisasi tulang progresif dan mikroarsitektur yang rusak. Ini menyebabkan risiko patah tulang. Defisiensi nutrisi dapat mempercepat seseorang mengalami osteoporosis.

Kalsium dan vitamin D telah dipelajari secara luas sebagai nutrisi penting dalam fisiologi tulang. Namun, ada juga nutrisi lain yang memainkan peran fisiologis penting dalam meningkatkan kesehatan tulang, yaitu vitamin B12 dan B9.

Dilansir Elsevier, kekurangan salah satu vitamin tersebut akan menyebabkan peningkatan homosistein dan juga diyakini berdampak pada aktivitas osteoblastik dan pembentukan tulang.

Kekurangan vitamin B12 dan B9 dapat menyebabkan hiperhomosisteinemia. Hiperhomosisteinemia dikaitkan dengan demineralisasi tulang, kualitas massa tulang yang rendah, dan peningkatan level biomarker pergantian tulang, karena hal itu memengaruhi aktivitas osteoklastik dan ikatan silang molekul kolagen.

Hiperhomosisteinemia berperan dalam penurunan kepadatan dan kualitas tulang. Ada kaitan dengan intervensinya pada metabolisme homosistein dan dampaknya pada kadar homosistein plasma. Telah dikemukakan bahwa kadar plasma homosistein yang tinggi dapat meningkatkan terkena risiko osteoporosis yang lebih tinggi lagi.

Kadar vitamin B yang rendah, khususnya vitamin B12 dan B9, telah dikaitkan dengan kepadatan mineral tulang yang rendah dan peningkatan risiko patah tulang, selain berkontribusi dalam metabolisme homosistein.

2. Aterosklerosis

ilustrasi aterosklerosis (freepik.com/freepik)
ilustrasi aterosklerosis (freepik.com/freepik)

Dikutip dari Nutrition Journal tahun 2015, hiperhomosisteinemia dikenal sebagai faktor risiko independen untuk aterosklerosis. Aterosklerosis didefinisikan sebagai kerusakan inflamasi terus menerus pada intima arteri dengan peningkatan permeabilitas terhadap plasma, deposisi lipid plasma dalam plak, dan fibrosis serta klasifikasi plak.

Peningkatan kadar homosistein (lebih dari 10 mcmol/L) dalam darah bisa menyebabkan aterosklerosis (pengerasan, penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah). Seseorang dengan kadar homosistein yang tinggi bisa saja mengembangkan aterosklerosis di pembuluh darah vena (seperti trombosis vena bagian dalam dan emboli paru) atau di arteri.

Jumlah yang tinggi dari homosistein dapat merusak lapisan pembuluh darah. Kerusakan inilah yang dapat menyebabkan aterosklerosis. Peningkatan homosistein menyebabkan peningkatan pembentukan aterotrombosis (radang aterosklerosis).

Homosistein juga menyebabkan stres oksidatif, kerusakan endotel (disfungsi endotel) dan
memicu trombosis. Aterosklerosis merupakan suatu respons radang kronik dinding arteri yang disebabkan oleh adanya cedera endotel (disfungsi endotel).

3. Penyakit jantung

ilustrasi mengalami penyakit jantung (freepik.com/stefamerpik)
ilustrasi mengalami penyakit jantung (freepik.com/stefamerpik)

Hiperhomosisteinemia bisa merusak lapisan arteri. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh darah dan membuat darah menggumpal lebih mudah dari yang seharusnya. Gumpalan darah yang terbentuk ini disebut trombus. Trombus bisa terbentuk di bagian tubuh mana saja.

Trombus dapat melakukan perjalanan dan terlepas terbawa aliran darah ke bagian tubuh yang lain dan bisa menyebabkan sumbatan di daerah tersebut. Trombus adalah kondisi yang berbahaya dan gejalanya juga bisa sangat beragam, tergantung bagian tubuh yang aliran darahnya tersumbat oleh trombus.

Dilansir Family Doctor, trombus bisa macet di jantung (yang dapat menyebabkan serangan jantung). Jika trombus menyebabkan sumbatan pada arteri jantung, ini dapat menghalangi asupan oksigen ke jaringan di daerah tersebut.

Sumbatan pada arteri jantung dapat menyebabkan munculnya gejala serangan jantung, seperti nyeri dada yang menjalar hingga ke leher atau lengan, sesak napas, mual, gangguan pencernaan, dan keluar keringat dingin.

Beberapa orang yang memiliki kadar homosistein sangat tinggi di dalam darahnya berada pada peningkatan risiko penyakit jantung.

4. Stroke

ilustrasi mengalami stroke (freepik.com/freepik)
ilustrasi mengalami stroke (freepik.com/freepik)

Dilansir AHA Journals, kelebihan kadar homosistein di dalam darah dapat meningkatkan risiko stroke, terutama stroke iskemik, yaitu stroke yang disebabkan karena tersumbatnya pembuluh darah di otak. Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan.

Sumbatan pada arteri di otak itu disebabkan oleh trombus, karena kadar homosistein yang tinggi menyebabkan darah cepat menggumpal dan ini menyebabkan nyeri kepala yang mendadak serta rasa berat.

Selain itu, sumbatan karena trombus dapat menimbulkan gejala stroke, seperti kehilangan kemampuan bicara dan penglihatan, sulit berjalan, serta kelemahan (kelumpuhan) pada salah satu sisi tubuh.

Homosistein ​​​​biasanya diubah menjadi asam amino lain untuk digunakan oleh tubuh. Vitamin B membantu tubuh untuk menggunakan homosistein. Jika kadar homosistein dalam darah terlalu tinggi, berarti tubuh tidak mendapatkan cukup asupan vitamin B.

Kebanyakan orang yang memiliki kadar homosistein tinggi di dalam darahnya tidak mendapatkan cukup asupan folat, vitamin B6, dan B12 dalam makanannya. Mengganti vitamin ini sering kali membantu mengembalikan kadar homosistein yang tinggi menjadi normal.

5. Penyakit Alzheimer

ilustrasi mengalami Alzheimer (freepik.com/freepik)
ilustrasi mengalami Alzheimer (freepik.com/freepik)

Dikutip dari The New England Journal of Medicine, kadar homosistein plasma apabila lebih besar dari 14 mcmol/L bisa meningkatkan risiko mengalami penyakit Alzheimer hampir dua kali lipat. Peningkatan kadar homosistein plasma merupakan faktor risiko independen yang kuat untuk terkena penyakit Alzheimer.

Peningkatan kadar homosistein di dalam darah pada subjek dengan gangguan fungsi otak atau Alzheimer disebabkan oleh asupan nutrisi yang buruk dan defisiensi vitamin terutama vitamin B12, B9, dan B6.

Kadar homosistein yang tinggi di dalam darah bisa menyebabkan luka pada pembuluh darah arteri di leher yang selanjutnya menjadi tempat menumpuknya lemak. Hiperhomosisteinemia berhubungan erat dengan stenosis arteri karotis.

Penyakit Alzheimer sendiri disebabkan oleh stenosis arteri karotis (kondisi penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan plak). Arteri karotis merupakan dua pembuluh darah di leher yang bertugas menyalurkan pasokan oksigen ke otak.

Hiperhomosisteinemia juga telah dikaitkan dengan mikroangiopati serebral, disfungsi endotel, gangguan aktivitas oksida nitrat, dan peningkatan stres oksidatif. Semua faktor ini terkait dengan penuaan otak, ganguan fungsi otak yaitu Alzheimer.

Itulah lima penyakit yang disebabkan oleh kelebihan kadar homosistein. Cukupi kebutuhan asupan vitamin B12, B9, dan B6. Mencukupi ketiganya bisa membantu mengurangi kadar homosistein yang tinggi dalam darah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us