Artikel ini telah ditinjau secara medis oleh dr. Fairuz Balfas, Sp.THT - KL
Kenapa Anak Sering Mendengkur saat Tidur?

- Dengkuran pada anak bisa berbeda-beda dalam hal frekuensi, tingkat keparahan, dan dampaknya terhadap kesehatan.
- Faktor risiko paling umum untuk mendengkur meliputi pembesaran amandel, saluran hidung tersumbat, kelebihan berat badan, alergi atau asma, dan kondisi medis lainnya.
- Mendengkur yang rutin atau parah bisa mengarah pada obstructive sleep apnea yang dapat memicu gangguan perkembangan otak, penurunan prestasi akademik, tekanan darah tinggi, hingga mas
Setiap orang tua tentu bahagia melihat buah hatinya tidur lelap. Namun, pernahkah kamu melihat suara dengkuran dari si kecil?
Meski sekilas terdengar sepele, tetapi mendengkur pada anak bukanlah hal yang boleh diabaikan. Kebiasaan ini bisa menjadi tanda bahwa anak tidak bernapas dengan baik saat tidur. Jika dibiarkan, kualitas tidurnya bisa menurun dan dalam jangka panjang berdampak pada pertumbuhan, perilaku, hingga kesehatan secara keseluruhan.
Buat orang tua, yuk pahami kenapa anak sering mendengkur saat tidur.
Tidak semua dengkuran bisa diabaikan
Mendengkur pada anak bisa berbeda-beda dalam hal frekuensi, tingkat keparahan, dan dampaknya terhadap kesehatan.
Pada sebagian besar kasus, dengkuran hanya bersifat ringan dan sementara, tanpa memengaruhi kualitas tidur maupun kesehatan anak secara keseluruhan. Namun, bila dengkuran terjadi lebih sering hingga mengganggu tidur, kondisi ini bisa menjadi tanda adanya sleep-disordered breathing (SDB) atau gangguan pernapasan saat tidur.
SDB memiliki spektrum yang luas, mulai dari primary snoring atau dengkuran sederhana kondisi yang lebih serius. Dengkuran sederhana adalah kondisi normal ketik anak mendengkur lebih dari dua kali seminggu tanpa gejala lain.
Waspadai jika anak tampak terengah-engah, tersedak, atau bahkan berhenti bernapas sebentar ketika tidur karena hal ini bisa menandakan masalah pernapasan yang lebih serius.
Penyebab dan faktor risiko anak mendengkur

Mendengkur terjadi ketika udara tidak bisa mengalir bebas melalui saluran napas di bagian belakang tenggorokan. Saat seseorang menghirup atau mengembuskan napas, jaringan di sekitar saluran napas bergetar yang menghasilkan suara yang dapat didengar.
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan penyumbatan saluran napas dan menyebabkan seseorang mendengkur. Pada anak-anak, faktor risiko paling umum untuk mendengkur meliputi:
- Pembesaran amandel dan/atau adenoid.
- Saluran hidung tersumbat (misalnya, deviasi septum, hipertrofi turbinat, atau kondisi lainnya).
- Kelebihan berat badan.
- Alergi atau asma.
- Langit-langit mulut, rahang, atau kotak suara yang kecil atau sempit.
- Tonus otot yang buruk.
- Kondisi medis lain, seperti penyakit jantung atau paru-paru, sindrom Down, atau cerebral palsy.
Dampak kesehatan dari terus-menerus mendengkur
Mendengkur sesekali atau jarang terjadi umumnya tidak berbahaya. Namun, jika dengkuran menjadi sesuatu yang rutin atau cukup parah hingga mengarah pada SDB, dampaknya bisa serius.
Salah satu kondisi yang paling dikhawatirkan adalah obstructive sleep apnea (OSA). Kondisi ini bisa mengganggu kualitas tidur dan menurunkan suplai oksigen selama tidur. OSA ini bisa memicu berbagai masalah seperti gangguan perkembangan otak, penurunan prestasi akademik, tekanan darah tinggi, gangguan metabolisme, hingga masalah perilaku.
Dulu, primary snoring yang tidak berkembang menjadi OSA dianggap tidak berisiko. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak yang sering mendengkur juga memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami gangguan kognitif, perilaku, hingga dampak buruk pada kesehatan saraf dan kardiovaskular.
Walaupu hubungan pasti antara dengkuran habitual dan masalah kesehatan masih diteliti, tetapi temuan ini menegaskan bahwa mendengkur pada anak bukan hal sepele dan perlu diperhatikan sejak dini.
Mendengkur pada anak kerap dianggap sebagai hal yang biasa, tetapi kenyataannya bisa menjadi sinyal adanya gangguan kesehatan yang serius. Orang tua perlu waspada dan tidak ragu untuk berkonsultasi dengan tenaga medis jika dengkuran si kecil berlangsung rutin atau disertai gejala mengkhawatirkan. Makin cepat ditangani, makin besar peluang anak mendapatkan tidur yang berkualitas demi tumbuh kembang optimal.
Referensi
Dale L. Smith et al., “Frequency of Snoring, Rather Than Apnea–hypopnea Index, Predicts Both Cognitive and Behavioral Problems in Young Children,” Sleep Medicine 34 (March 25, 2017): 170–78, https://doi.org/10.1016/j.sleep.2017.02.028.
National Library of Medicine, “Snoring,” MedlinePlus, n.d., https://medlineplus.gov/snoring.html.
Pablo E. Brockmann et al., “Primary Snoring in School Children: Prevalence and Neurocognitive Impairments,” Sleep and Breathing 16, no. 1 (January 15, 2011): 23–29, https://doi.org/10.1007/s11325-011-0480-6.