Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perbedaan PMS dan PMDD, Masalah Menstruasi yang Sering Dikira Sama

Seorang perempuan mengalami sakit perut.
ilustrasi sakit perut (pixabay.com/unknownuserpanama)
Intinya sih...
  • PMS dan PMDD adalah dua kondisi yang sering dikaitkan dengan menstruasi, tetapi bebeda dalam tingkat keparahan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.
  • Gejala PMS meliputi keluhan fisik, emosional, dan perilaku, tetapi pada PMDD intensitas emosionalnya jauh lebih dominan dan mengganggu fungsi kerja serta relasi sosial.
  • Baik PMS maupun PMDD dipicu oleh fluktuasi hormon estrogen dan progesteron selama fase luteal, tetapi otak bereaksi jauh lebih sensitif terhadap perubahan hormon pada PMDD.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Menjelang menstruasi, banyak perempuan mulai merasa tidak enak badan. Perut terasa kembung, emosi lebih sensitif, atau energi tiba-tiba drop tanpa alasan jelas. Kondisi ini sering dianggap wajar dan diberi label sederhana, yaitu PMS. Namun, bagaimana jika perubahan yang muncul bukan sekadar PMS, yang bisa sampai mengganggu pekerjaan, hubungan, bahkan memunculkan pikiran menyakiti diri sendiri?

Di sinilah banyak orang mulai keliru. Tidak semua keluhan sebelum menstruasi itu sama. Ada kondisi yang jauh lebih serius dari PMS, yaitu PMDD. Meski sama-sama berkaitan dengan siklus menstruasi, dampaknya terhadap kesehatan mental dan kehidupan sehari-hari bisa sangat berbeda. Memahami perbedaannya bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga langkah penting untuk mendapatkan bantuan medis yang tepat.

1. Apa itu PMS dan PMDD?

Sindrom pramenstruasi/premenstrual syndrome (PMS) adalah kumpulan gejala fisik, emosional, dan perilaku yang muncul pada fase luteal—sekitar satu hingga dua minggu sebelum menstruasi—dan biasanya menghilang setelah menstruasi dimulai.

PMS sangat umum terjadi, bahkan dialami hingga 75 persen perempuan yang menstruasi. Dalam banyak kasus, gejalanya masih tergolong ringan dan bisa ditangani tanpa perawatan medis khusus.

Sementara itu, premenstrual dysphoric disorder (PMDD) adalah kondisi yang jauh lebih berat. PMDD diakui secara resmi sebagai gangguan psikiatri dalam DSM-5. Gejalanya memang mirip PMS, tetapi dengan intensitas emosional yang ekstrem. PMDD bisa mengganggu fungsi kerja, relasi sosial, hingga kemampuan merawat diri.

Perbedaan paling mencolok antara PMS dan PMDD terletak pada tingkat keparahan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

2. Perbandingan gejala PMS dan PMDD

PMS dan PMDD sama-sama dapat menimbulkan keluhan fisik, seperti perut kembung, nyeri payudara, sakit kepala, dan kelelahan. Namun, pada PMDD, efek emosional dan psikologisnya jauh lebih dominan dan mengganggu.

Dari sisi emosional, PMS biasanya ditandai dengan mudah marah, mood swing ringan, atau rasa cemas yang masih bisa dikendalikan. Pada PMDD, emosinya bisa berubah menjadi depresi berat, rasa putus asa, kemarahan intens, bahkan muncul pikiran untuk bunuh diri.

Secara fisik, gejala PMS umumnya berupa kram, lelah, dan rasa tidak nyaman. PMDD bisa menghadirkan versi yang lebih ekstrem, disertai nyeri sendi, pusing, hingga sensasi tubuh yang terasa “tidak normal”.

Dari perilaku, PMS dapat memicu ngidam makanan atau sedikit gangguan tidur. PMDD sering menyebabkan ledakan amarah, menarik diri dari lingkungan sosial, dan kesulitan berkonsentrasi.

Untuk mendiagnosis PMDD, setidaknya harus ada lima gejala, dengan minimal satu gejala terkait suasana hati, yang dipantau selama dua siklus menstruasi berturut-turut.

3. Penyebab dan mekanisme di baliknya

Seorang perempuan mengalami stres berat jelang menstruasi.
ilustrasi stres berat menjelang menstruasi (pexels.com/Liza Summer)

Baik PMS maupun PMDD dipicu oleh fluktuasi hormon estrogen dan progesteron selama fase luteal. Namun, pada PMDD, otak bereaksi jauh lebih sensitif terhadap perubahan hormon ini. Salah satu faktor kunci adalah gangguan regulasi serotonin, zat kimia otak yang berperan besar dalam mengatur suasana hati.

Selain itu, faktor genetik, stres kronis, dan ketidakseimbangan neurotransmiter lebih sering ditemukan pada PMDD. Tidak jarang, PMDD juga muncul bersamaan dengan gangguan mental lain, seperti depresi atau gangguan kecemasan—sesuatu yang jarang terjadi pada PMS.

4. Bagaimana proses diagnosisnya?

PMS umumnya didiagnosis berdasarkan keluhan subjektif tanpa kriteria medis yang ketat. Sebaliknya, PMDD memerlukan proses diagnosis yang lebih terstruktur. Gejala harus dicatat setiap hari selama minimal dua siklus menstruasi untuk memastikan pola yang konsisten dan memastikan gejala menghilang setelah haid.

Salah satu alat yang sering digunakan adalah Daily Record of Severity of Problems (DRSP). Dokter juga perlu menyingkirkan kemungkinan kondisi lain, seperti gangguan tiroid atau depresi mayor, sebelum memastikan diagnosis PMDD.

5. Pilihan pengobatan yang tersedia

Penanganan PMS sangat bergantung pada tingkat keparahan. Pada PMS ringan, perubahan gaya hidup, seperti olahraga teratur, pola makan seimbang, tidur cukup, dan manajemen stres sering kali sudah cukup membantu. Beberapa orang juga terbantu dengan obat bebas atau resep dokter.

Pada PMDD, perubahan gaya hidup saja biasanya tidak cukup. Dokter sering meresepkan:

  • Antidepresan golongan SSRI, karena PMDD sangat berkaitan dengan gangguan suasana hati dan serotonin. Obat ini terbukti efektif meredakan gejala emosional.
  • Pil KB tertentu, terutama yang mengandung drospirenone dan ethinyl estradiol, yang membantu menekan ovulasi dan meredakan gejala PMDD. Biasanya berupa pil kombinasi.

6. Dampak terhadap kehidupan sehari-hari

Seorang perempuan mengalami gejala PMDD.
ilustrasi kesulitan bekerja akibat PMDD (unsplash.com/Resume Genius)

PMS jarang sampai menghentikan aktivitas harian. Meski tidak nyaman, kebanyakan orang masih bisa bekerja dan berinteraksi seperti biasa. Lain halnya dengan PMDD. Kondisi ini dapat menyebabkan bolos kerja, konflik hubungan, penurunan kualitas hidup, hingga risiko bunuh diri.

Karena itu, mengenali PMDD sejak dini sangat penting. Makin cepat ditangani, makin besar peluang untuk mengelola gejala dengan baik dan mengurangi stigma seputar kesehatan mental yang berkaitan dengan menstruasi.

Referensi

"PMS vs. PMDD." American Psychological Association. Diakses pada Desember 2025.

"PMDD vs. PMS." Flo Health. Diakses pada Desember 2025.

"PMS vs. PMDD: What’s the Difference?" Healthline. Diakses pada Desember 2025.

"Understanding the Differences Between PMS and PMDD." Relational Psych. Diakses pada Desember 2025.

"PMS vs. PMDD: What’s the Difference?" WebMD. Diakses pada Desember 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

[QUIZ] Mitos atau Fakta: Seberapa Paham Kamu soal Disfungsi Ereksi?

29 Des 2025, 22:35 WIBHealth