Drolet, Mélanie et al., “Optimal Human Papillomavirus Vaccination Strategies to Prevent Cervical Cancer in Low-income and Middle-income Countries in the Context of Limited Resources: A Mathematical Modelling Analysis.” The Lancet Infectious Diseases 21, no. 11 (July 7, 2021): 1598–1610. https://doi.org/10.1016/s1473-3099(20)30860-4.
Falcaro, Milena et al., “The Effects of the National HPV Vaccination Programme in England, UK, on Cervical Cancer and Grade 3 Cervical Intraepithelial Neoplasia Incidence: A Register-based Observational Study.” The Lancet 398, no. 10316 (November 3, 2021): 2084–92. https://doi.org/10.1016/s0140-6736(21)02178-4.
Gargano, Julia W et al. “Trends in Cervical Precancers Identified Through Population-Based Surveillance — Human Papillomavirus Vaccine Impact Monitoring Project, Five Sites, United States, 2008–2022.” MMWR Morbidity and Mortality Weekly Report 74, no. 6 (February 27, 2025): 96–101. https://doi.org/10.15585/mmwr.mm7406a4.
Nonboe, Mette Hartmann, et al., “Human Papillomavirus Prevalence in First, Second and Third Cervical Cell Samples From Women HPV-vaccinated as Girls, Denmark, 2017 to 2024: Data From the Trial23 Cohort Study.” Eurosurveillance 30, no. 27 (July 10, 2025). https://doi.org/10.2807/1560-7917.es.2025.30.27.2400820.
Santos, Swelen Aparecida Dos, et al., “Comparison Between the Safety of the HPV Vaccine Versus Placebo: A Systematic Review and Meta-analysis of Randomized Clinical Trials.” Jornal De Pediatria 101, no. 5 (June 5, 2025): 101411. https://doi.org/10.1016/j.jped.2025.04.009.
Varnousfaderani, Mehran Rostami, et al., “Optimizing HPV Vaccine Effectiveness: Impact of Vaccination Age and Dose Schedule on Immunogenicity and Cervical Cancer Prevention.” Frontiers in Public Health 13 (May 7, 2025): 1544220. https://doi.org/10.3389/fpubh.2025.1544220.
"Why the HPV vaccine is offered to teenage girls and what parents need to know about it." GAVI. Diakses November 2025.
"Kemenkes Canangkan Perluasan Imunisasi Gratis Untuk Cegah Kanker Leher Rahim." Kementerian Kesehatan RI. Diakses November 2025.
"Cervical cancer." World Health Organization (WHO). Diakses November 2025.
"Masa Depan Tanpa Kanker Serviks: Melindungi Anak Perempuan Indonesia Melalui Imunisasi HPV." UNICEF. Diakses November 2025.
"Kemenkes Tegaskan Komitmen Eliminasi Kanker Serviks, 36 Ribu Kasus Baru Terdeteksi Setiap Tahun." Kementerian Kesehatan RI. Diakses November 2025.
"National Cervical Cancer Elimination Plan for Indonesia 2023-2030 (PDF)". Kementerian Kesehatan RI. Diakses November 2025.
Kenapa Vaksin HPV Paling Efektif Diberikan Sejak Usia Sekolah?

- Dari setiap 1.000 anak yang menerima vaksin HPV, sekitar 17,4 kematian dapat dicegah.
- HPV dapat memicu kanker dengan cara menyisipkan kode genetiknya ke dalam DNA sel-sel di leher rahim, lalu mengganggu fungsi normal sel tersebut. Karena itu, vaksin HPV bekerja paling baik jika diberikan sebelum seseorang terpapar virus. Pemberian vaksin pada anak perempuan usia 9–14 tahun memberikan manfaat biologis dan kesehatan masyarakat terbesar.
- Banyak sekali orang tua yang mempertanyakan apakah vaksinasi HPV pada remaja mendorong perilaku seksual bebas, bahkan mempercayainya. Namun, jawaban dari bukti ilmiah yang adalah: tidak!
Vaksin human papillomavirus (HPV) merupakan vaksin yang dapat mencegah dari beberapa jenis kanker, terutama kanker serviks. Vaksin ini sudah bisa diberikan sejak anak-anak memasuki usia remaja hingga usia dewasa.
Vaksinasi HPV termasuk ke dalam serangkaian imunisasi rutin wajib di Indonesia. Vaksin ini diwajibkan untuk anak perempuan kelas 5-6 SD (usia 11 dan 12 tahun) dan dilaksanakan setiap tahun pada bulan Agustus dalam program kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Pemberian vaksin HPV secara gratis ini untuk membantu melindungi anak perempuan yang memenuhi kriteria dari kanker serviks atau kanker leher rahim yang berkaitan dengan HPV. Bagi sebagian besar orang, HPV umumnya dapat hilang dengan sendirinya. Namun, infeksi berkepanjangan dari tipe HPV tertentu dapat menyebabkan beberapa jenis kanker.
Kanker leher rahim (serviks) merupakan jenis kanker penyebab kematian tertinggi nomor dua dan salah satu beban pembiayaan kesehatan terbesar di Indonesia. Tahun 2021 (data Globocan), terdapat 36.633 kasus kanker serviks di Indonesia dengan angka kematian yang terus meningkat.
Penyebabnya beragam, tetapi sebagian besar disebabkan oleh infeksi HPV, yaitu sekitar 95 persen. Walaupun memiliki risiko kematian yang tinggi, tetapi kanker serviks dapat dicegah. Salah satunya upaya pencegahan terbaik yaitu melalui pemberian vaksinasi HPV.
Mungkin sebagian orang ingin tahu alasan mengapa vaksin HPV diberikan pada usia anak-anak, padahal usia tersebut masih belum aktif secara seksual. Supaya lebih paham, mari baca bersama penjelasannya di bawah ini.
1. Kasus kanker serviks di Indonesia
Berdasarkan data Global Burden of Cancer (Globocan) tahun 2020, ada lebih dari 36 ribu kasus baru kanker serviks yang terdeteksi di Indonesia. Jumlah tersebut membuat kanker serviks menempati urutan kedua dengan kasus baru paling banyak setelah kanker payudara.
Selain itu, kasus mortalitas kanker serviks di Indonesia sebanyak lebih dari 21 ribu jiwa, menempati urutan ketiga penyebab mortalitas akibat kanker setelah kanker paru dan kanker payudara.
Meskipun menjadi salah satu penyebab paling banyak mortalitas akibat kanker pada perempuan, tetapi kanker serviks dapat dicegah. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pencegahan primer adalah dengan mendapatkan vaksinasi HPV, sementara pencegahan sekundernya adalah dengan melakukan skrining.
2. Vaksin HPV
Vaksin HPV merupakan vaksin yang memberikan perlindungan terhadap infeksi HPV. Infeksi virus ini menyebabkan beberapa kanker pada serviks, vagina, vulva, anus, penis, dan orofaring, serta kutil kelamin.
Hampir semua (99 persen) kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus HPV. Kanker serviks merupakan kanker yang paling berhasil diobati jika dilakukan deteksi dini dan dikelola dengan efektif.
3. Efektivitas vaksin HPV

Penelitian dari Vaccine Impact Modelling Consortium memperkirakan bahwa dari setiap 1.000 anak yang menerima vaksin HPV, sekitar 17,4 kematian dapat dicegah. Vaksin ini terbukti paling efektif jika diberikan dalam satu atau dua dosis kepada anak perempuan usia 9–14 tahun.
Lebih dari satu dekade setelah vaksin ini diperkenalkan di berbagai negara seperti Inggris, Denmark, dan Amerika Serikat (AS), bukti nyata makin kuat. Angka infeksi HPV dan kasus kanker serviks menurun tajam di kelompok yang telah divaksinasi.
Contohnya, sebuah studi dalam jurnal Eurosurveillance pada Juli 2025 menunjukkan bahwa Denmark berhasil mengeliminasi dua jenis HPV paling berisiko tinggi penyebab kanker sejak vaksin diperkenalkan pada 2008. Tidak hanya itu, peredaran kedua tipe HPV tersebut di masyarakat juga menurun drastis, sehingga bahkan perempuan yang belum divaksinasi kini lebih kecil kemungkinannya untuk terinfeksi.
Tren positif juga terlihat pada angka kematian akibat kanker serviks. Di AS, para peneliti mencatat penurunan hingga 62 persen dalam satu dekade terakhir, dengan vaksinasi HPV dianggap sebagai penjelasan paling kuat di balik pencapaian ini.
4. Kenapa vaksin HPV diberikan sejak usia anak-anak saat awal masa remaja, padahal mereka belum aktif secara seksual?
HPV adalah virus yang terutama menular melalui kontak seksual, meski dalam beberapa kasus penularan non seksual juga bisa terjadi. Virus ini sangat mudah menyebar, sebagian besar orang akan terinfeksi pada usia paruh baya, dengan puncak penularan biasanya terjadi satu hingga dua tahun setelah seseorang mulai aktif secara seksual.
Harus selalu diingat bahwa infeksi HPV tidak cuma dialami oleh orang-orang yang memiliki banyak pasangan seksual. Bahkan dengan satu pasangan saja, risiko tetap ada. Penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian orang yang belum pernah berhubungan seksual bisa terinfeksi HPV.
HPV dapat memicu kanker dengan cara menyisipkan kode genetiknya ke dalam DNA sel-sel di leher rahim, lalu mengganggu fungsi normal sel tersebut. Karena itu, vaksin HPV bekerja paling baik jika diberikan sebelum seseorang terpapar virus. Studi menunjukkan, pemberian vaksin pada anak perempuan usia 9–14 tahun memberikan manfaat biologis dan kesehatan masyarakat terbesar.
Jika vaksinasi ditunda hingga dewasa, kemungkinan besar seseorang sudah pernah terpapar HPV. Dalam kondisi itu, vaksin tidak lagi bisa melindungi dari tipe virus yang sudah masuk ke tubuh.
Selain itu, penelitian imunologi menemukan bahwa sistem kekebalan remaja lebih kuat dalam merespons vaksin HPV dibanding kelompok usia yang lebih tua. Vaksinasi pada remaja akhir dan dewasa muda tetap bermanfaat, tetapi efektivitasnya sedikit lebih rendah dibanding jika diberikan lebih dini.
5. Mengapa vaksin HPV ditawarkan terutama kepada remaja putri?
Di beberapa negara, vaksin HPV diberikan baik untuk anak perempuan maupun laki-laki. Ini karena HPV tidak cuma menyebabkan kanker serviks, tetapi juga berperan dalam sejumlah kanker lain—seperti kanker anus, vulva, penis, serta kanker di area kepala dan leher—yang bisa menyerang perempuan maupun laki-laki.
Namun, ada alasan kuat kenapa remaja putri biasanya menjadi prioritas. HPV adalah penyebab utama kanker serviks, yang cuma menyerang perempuan dan diketahui sangat umum sekaligus mematikan. Karenanya, melindungi anak perempuan sedini mungkin dianggap sebagai langkah mendesak.
Bukti pemodelan dari negara berpenghasilan rendah dan menengah menunjukkan bahwa menargetkan vaksinasi HPV pada anak perempuan usia 15–20 tahun jauh lebih efisien dibanding memberikan vaksin kepada anak laki-laki atau perempuan yang lebih tua, terutama di wilayah dengan keterbatasan sumber daya. Memberikan vaksin kepada laki-laki atau perempuan berusia 18 tahun ke atas membutuhkan dosis lebih banyak untuk mencegah jumlah kasus kanker yang sama, sehingga kurang hemat biaya.
Pandangan ini sejalan dengan rekomendasi terbaru WHO yang menekankan pentingnya memprioritaskan vaksinasi HPV pada anak perempuan usia 9–14 tahun. Menariknya, langkah ini juga secara tidak langsung menurunkan risiko infeksi HPV pada anak laki-laki, karena berkurangnya peredaran virus dalam masyarakat.
Vaksinasi pada perempuan yang lebih tua, laki-laki, maupun laki-laki dewasa tetap bisa dilakukan, tetapi hanya jika memungkinkan secara finansial dan tidak mengalihkan sumber daya dari program vaksinasi anak perempuan atau dari upaya skrining kanker serviks yang efektif.
6. Vaksin HPV aman!

Sejak pertama kali diperkenalkan lebih dari 15 tahun lalu, lebih dari 200 juta dosis vaksin HPV telah diberikan di dunia. Keamanannya terus dipantau, sehingga data yang ada selalu diperbarui dan tepercaya.
Sebuah tinjauan sistematis dan metaanalisis pada tahun 2025 menggabungkan hasil dari 11 uji klinis acak. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan berarti dalam kejadian efek samping serius, gangguan pencernaan atau kulit, sakit kepala, maupun demam antara kelompok yang menerima vaksin HPV dan kelompok yang hanya mendapat plasebo.
Memang, sebagian orang yang divaksinasi mengalami reaksi lokal seperti nyeri, bengkak, atau kemerahan di area suntikan, serta rasa lelah dan pegal otot setelah disuntik. Walau terasa tidak nyaman, tetapi reaksi ini bukanlah tanda bahaya, justru menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh sedang bekerja dan merespons vaksin.
7. Apakah vaksinasi HPV pada remaja mendorong perilaku seksual bebas?
Banyak sekali orang tua yang mempertanyakan hal ini, bahkan mempercayainya. Namun, jawaban dari bukti ilmiah yang adalah: tidak!
Sejumlah penelitian peer-review telah meneliti apakah pemberian vaksin HPV pada remaja memengaruhi perilaku seksual mereka. Hasilnya konsisten, bahwa vaksinasi tidak membuat remaja lebih cepat aktif secara seksual, tidak menambah jumlah pasangan, dan tidak meningkatkan perilaku berisiko dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi.
Sebuah tinjauan sistematis yang dipublikasikan dalam jurnal Human Vaccines & Immunotherapeutics tahun 2016 menganalisis data dari 20 studi dengan lebih dari 500.000 peserta. Kesimpulannya, remaja yang divaksinasi tidak berbeda perilakunya dari yang tidak divaksinasi. Bahkan, beberapa studi menemukan bahwa perempuan yang divaksinasi justru memiliki lebih sedikit pasangan seksual dibanding mereka yang tidak divaksinasi.
Vaksin HPV bukanlah tentang perilaku, melainkan tentang perlindungan dan pencegahan. Bahkan jika hanya memiliki satu pasangan seumur hidup, kamu tetap bisa terinfeksi HPV dan berisiko mengalami kanker yang sebenarnya dapat dicegah. Nah, vaksinasi secara signifikan menurunkan risiko tersebut.
Referensi

















