Mengapa Cedera Kepala Bisa Memicu Kejang?

- Otak juga bisa terdampak pasca cedera kepala, dan salah satu komplikasinya adalah kejang.
- Kejang yang muncul setelah cedera otak biasanya dikategorikan berdasarkan kapan pertama kali kejang terjadi.
- Tidak semua orang dengan cedera otak akan mengalami kejang. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko antara lain cedera tembus, operasi otak berulang, dan cedera yang hanya melibatkan trauma di dalam tengkorak.
Cedera kepala tidak hanya melukai bagian luar. Otak juga bisa terdampak, dan salah satu komplikasinya adalah kejang, saat sinyal listrik di otak meledak tak terkendali. Menariknya, kejang bisa muncul segera setelah cedera atau baru bertahun-tahun kemudian, bergantung pada tingkat keparahan trauma kepala dan faktor lain yang ikut bermain.
Risikonya tidak sama pada semua orang. Kejang lebih mungkin muncul bila cederanya sedang hingga berat, ada perdarahan di dalam tengkorak (hematoma, kontusio), patah tulang tengkorak yang menekan, atau luka tembus. Temuan kelainan pada CT/MRI, riwayat cedera berulang, infeksi otak, penggunaan/putus zat (misalnya alkohol), usia sangat muda atau lanjut, serta riwayat kejang sebelumnya, semuanya dapat menaikkan kemungkinan terjadinya kejang setelah trauma.
Kejang, pingsan berkepanjangan, sakit kepala yang makin berat, muntah berulang, kelemahan satu sisi tubuh, atau kebingungan setelah cedera kepala adalah tanda bahaya yang perlu segera dievaluasi oleh dokter.
Jadi, mengapa benturan atau luka pada kepala bisa berujung pada kejang? Untuk memahaminya, kamu perlu memahami bagaimana otak bekerja, apa yang terjadi ketika jaringan otak rusak, serta faktor-faktor yang membuat sebagian orang lebih rentan terhadap gangguan ini.
1. Jenis kejang akibat cedera otak
Kejang yang muncul setelah cedera otak biasanya dikategorikan berdasarkan kapan pertama kali kejang terjadi:
Kejang pascatrauma dini. Terjadi dalam 7 hari pertama setelah cedera. Sekitar 25 persen orang yang mengalami kejang dini akan kembali mengalami kejang di kemudian hari.
Kejang pascatrauma lambat. Muncul lebih dari seminggu setelah cedera. Sekitar 80 persen orang yang mengalami kejang jenis ini akan mengalami kejang berulang sepanjang hidupnya.
Epilepsi. Jika kejang terjadi berulang kali, kondisi ini dikategorikan sebagai epilepsi. Sekitar 50 persen orang dengan epilepsi akibat cedera otak akan terus mengalami kejang seumur hidup.
2. Perubahan pada otak yang memicu kejang
Para ilmuwan masih terus meneliti bagaimana cedera otak bisa memicu kejang. Namun, beberapa mekanisme yang sudah diketahui antara lain:
Cedera kepala tertutup dapat menyebabkan perdarahan otak (hemoragi), memar otak (kontusio), cedera serabut saraf (diffuse axonal injury), pembengkakan otak (edema), atau gangguan aliran darah ke otak (iskemia).
Perubahan kimia pada otak yang memengaruhi cara sel saraf bekerja juga sering muncul setelah cedera.
Cedera tembus (seperti luka tembak) bisa menimbulkan jaringan parut pada otak atau lapisan pelindungnya (korteks dan meninges), yang kemudian memicu kejang.
3. Penanganan

Jenis pengobatan sangat bergantung pada tingkat keparahan cedera.
Untuk cedera ringan, biasanya cukup dengan istirahat dan observasi di rumah.
Untuk cedera sedang hingga berat, pasien mungkin membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit, obat antikejang, operasi, hingga perawatan darurat di ICU.
Dokter akan menyesuaikan penanganan berdasarkan kondisi pasien.
4. Faktor yang meningkatkan risiko kejang
Tidak semua orang dengan cedera otak akan mengalami kejang. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko antara lain:
Cedera tembus (misalnya luka tembak). Hingga 50 persen kasus berakhir menjadi epilepsi.
Operasi otak berulang. Jika seseorang perlu menjalani lebih dari dua operasi untuk memperbaiki kerusakan otak atau mengangkat gumpalan darah, risiko kejang meningkat hingga 35 persen.
Cedera tanpa operasi. Pada cedera yang hanya melibatkan trauma di dalam tengkorak, risiko sekitar 20 persen.
5. Faktor tambahan yang memicu kejang
Selain cedera otak itu sendiri, ada faktor lain yang bisa memperburuk risiko kejang, antara lain:
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Sangat meningkatkan kemungkinan kejang, bahkan bisa berakibat fatal karena risiko tersedak muntah dan masuknya isi lambung ke paru-paru (aspirasi).
Penyakit lain. Demam tinggi atau ketidakseimbangan elektrolit (misalnya kadar natrium rendah) juga bisa memicu kejang.
Cedera otak bisa meningkatkan risiko kejang, baik segera setelah kecelakaan maupun bertahun-tahun kemudian. Gangguan ini terjadi karena adanya gangguan pada sinyal listrik normal di otak akibat pembengkakan, perdarahan, atau jaringan parut.
Meskipun tidak semua orang dengan riwayat cedera kepala akan mengalami kejang, penting untuk tetap memantau kondisi kesehatan dan mengikuti pengobatan yang diberikan dokter. Dengan penanganan tepat, risiko komplikasi serius dapat dikurangi, sehingga kualitas hidup tetap terjaga.
Referensi
"TBI, Seizures, and Epilepsy." Brain Injury Association of America (BIAA). Diakses pada Agustus 2025.
"Traumatic Brain Injury and Epilepsy." Epilepsy Foundation. Diakses pada Agustus 2025.
"Seizures After Head Trauma." Verywell Health. Diakses pada Agustus 2025.