Benarkah Mengonsumsi Matcha Bisa Membuat Tubuh Lemas?

- Matcha mengandung senyawa L-theanine yang tinggi
- Batas toleransi kafein setiap orang berbeda-beda
- Mengonsumsi matcha saat perut kosong bisa memicu rasa lemas
Matcha memang sering dikenal sebagai salah satu minuman yang memiliki manfaat dalam menjaga fokus, ketenangan, dan suasana hati bagi peminumnya. Tapi, sebagian orang justru merasa tubuhnya menjadi jauh lebih lemas setelah mengonsumsi matcha. Nah, adanya perbedaan respons saat mengonsumsi matcha bisa membuat tubuh lemas ini mungkin membingungkan banyak orang di luar sana.
Untuk kamu yang bertanya-tanya kira-kira apa penyebab atau alasan di balik munculnya reaksi tersebut, kamu bisa menyimak beberapa penjelasan yang dibagikan secara detail dalam artikel ini. Mulai dari beberapa kandungan senyawa yang tinggi hingga rendahnya kualitas matcha, semua itu dapat memengaruhi setiap orang yang meminumnya. Yuk, simak apa saja menjadi penyebabnya dalam tulisan di bawah ini!
1. Memiliki kandungan senyawa L-theanine yang tinggi

Tingginya kandungan L-theanine dalam matcha membuat minuman ini memiliki efek relaksasi yang cukup kuat dibandingkan sumber kafein lain seperti kopi. Penelitian yang dilakukan Williams et al. (2020) menyatakan bahwa matcha meningkatkan gelombang alfa pada otak. Gelombang ini berkaitan dengan pengaturan pola aktivitas yang terkait dengan ketenangan.
Ketika respons relaksasi ini membuncah, sebagian orang akan merasakannya sebagai penurunan energi yang mirip seperti sensasi lemas atau mengantuk. Pada orang-orang yang terbiasa dengan lonjakan energi cepat seperti yang dihasilkan oleh kopi, pergeseran dari stimulasi kuat ke ketenangan ini dapat ditafsirkan sebagai rasa atau sensasi lemas. Hal ini dikarenakan sensitivitas sistem saraf setiap orang berbeda-beda, sehingga tingkat relaksasi yang dihasilkan juga berbeda.
2. Batas toleransi kafein untuk setiap orang sangat beragam

Penerimaan kadar kafein untuk setiap orang sangatlah beragam. Hal ini sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik dan pola konsumsi kafein setiap harinya. Beberapa gen yang ada di dalam tubuh seperti CYP1A2 dan ADORA2A, diketahui berperan dalam mengatur kecepatan metabolisme kafein dan mempengaruhi sensitivitas sistem saraf terhadap stimulasi kafein. Perbedaan inilah yang membuat efek matcha terasa sangat bervariasi pada setiap orang.
Pada orang dengan metabolisme kafein yang lambat, efek stimulasi dapat berlangsung lebih lama, mengganggu tidur, dan menyebabkan kelelahan keesokan harinya. Sementara itu, bagi kamu yang sangat sensitif terhadap kafein, tubuhmu dapat mengalami lonjakan energi yang cepat, sehingga tubuh terasa drop setelah efek awal kafein mereda. Oleh karena itu, respons setiap orang setelah konsumsi matcha sangat beragam, bergantung pada genetik dan pola konsumsi kafein setiap harinya.
3. Mengonsumsi matcha saat perut kosong bisa memicu rasa lemas

Selain tingginya kandungan L-theanine dan batas toleransi yang berbeda-beda pada tiap orang, konsumsi matcha dalam kondisi perut kosong juga dapat memicu reaksi tubuh berupa lemas. Apalagi jika dikonsumsi oleh orang-orang yang juga memiliki riwayat GERD, minuman berkafein tanpa disertai makanan dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Kondisi ini dapat memicu sensasi tidak nyaman di perut, pusing, atau penurunan energi.
Tak hanya itu, mengonsumsi matcha tanpa makanan sebelumnya juga bisa menyebabkan fluktuasi gula darah yang lebih cepat pada beberapa individu. Perubahan yang mendadak ini dapat memberikan sensasi drop atau lemas yang mirip dengan gejala setelah konsumsi kopi dalam keadaan perut kosong. Efek tersebut akan terasa sangat jelas jika kamu mengonsumsi sumber kafein seperti matcha dalam porsi yang besar.
4. Bubuk matcha yang dikonsumsi memiliki kualitas rendah

Jika kamu menggunakan bubuk matcha berkualitas rendah saat menyeduh matcha, maka hal tersebut dapat meningkatkan risiko paparan kontaminan yang berdampak pada kesehatan. Produk murah atau yang tidak terstandarisasi kadang bisa tercampur bahan lain, mengandung residu pestisida, logam berat, atau bahkan jamur. Jika dikonsumsi secara berulang, paparan ini dapat menimbulkan gejala tidak spesifik seperti rasa lemah, pusing, atau ketidaknyamanan pada pencernaan.
Selain itu, matcha juga dikonsumsi dalam bentuk bubuk yang langsung dicampur air panas. Hal ini membuat seluruh kontaminan berpotensi ikut tertelan ke dalam sistem pencernaan. Oleh sebab itu, memilih matcha yang berkualitas tinggi, organik, dan berasal dari produsen tepercaya sangat penting untuk meminimalkan risiko efek samping yang tidak diinginkan.
Mengonsumsi matcha bisa membuat tubuh lemas tidak selalu menandakan sesuatu yang berbahaya. Melainkan sebuah respons dari tubuh yang dipengaruhi banyak faktor. Memahami kualitas matcha, kondisi tubuh masing-masing, serta cara dan waktu mengonsumsi dapat membantumu merasakan manfaat matcha secara optimal.
Referensi:
Williams, J. L., Everett, J. M., D’Cunha, N. M., Sergi, D., Georgousopoulou, E. N., Keegan, R. J., ... & Naumovski, N. (2020). The effects of green tea amino acid L-theanine consumption on the ability to manage stress and anxiety levels: a systematic review. Plant foods for human nutrition, 75(1), 12-23. Diakses pada 21 November 2025.
Sokary, S., Al-Asmakh, M., Zakaria, Z., & Bawadi, H. (2023). The therapeutic potential of matcha tea: A critical review on human and animal studies. Current research in food science, 6, 100396. Diakses pada 21 November 2025.
Yang, A., Palmer, A. A., & De Wit, H. (2010). Genetics of caffeine consumption and responses to caffeine. Psychopharmacology, 211(3), 245-257. Diakses pada 21 November 2025.
Low, J. J. L., Tan, B. J. W., Yi, L. X., Zhou, Z. D., & Tan, E. K. (2024). Genetic susceptibility to caffeine intake and metabolism: a systematic review. Journal of Translational Medicine, 22(1), 961. Diakses pada 21 November 2025.
Is It OK To Drink Coffee on an Empty Stomach?. Cleveland Clinic. Diakses pada 21 November 2025.
Caffeine. The Nutrition Source. Diakses pada 21 November 2025.
Viegas, C., Simoes, A. B., Faria, M., Gomes, B., Cervantes, R., Dias, M., ... & Caetano, L. A. (2023). Tea contamination by mycotoxins and azole-resistant mycobiota–the need of a one health approach to tackle exposures. International Journal of Food Microbiology, 385, 110015. Diakses pada 21 November 2025.
Food Safety Concerns in Matcha Drinks: The Risk of Food Fraud. Assure. Diakses pada 21 November 2025.


















