Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Sebab PCOS Tingkatkan Risiko Depresi Penderitanya Berdasar Sains!

ilustrasi menstruasi (pexels.com/Cliff Booth)

Polycystic ovary syndrome atau PCOS merupakan salah satu complex multisystemic disorder yang umum menimpa perempuan di usia produktif. Biasanya, penderita PCOS mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur, hingga tingginya level hormon androgen mereka.

PCOS dapat mempengaruhi hidup dari penderitanya, tak hanya dalam kesehatan fisik saja, tapi kesehatan mental juga. Fakta dari studi oleh jurnal Psychological medicine dan jurnal Psychiatry Research, perempuan yang mengalami PCOS berisiko terkena depresi 27–50 persen lebih tinggi dari perempuan yang tidak mengalami PCOS. Lalu, kenapa ya, PCOS bisa meningkatkan risiko depresi? Buat kamu yang kepo, baca penjelasannya sampai habis, ya!

1. Terjadinya resistensi insulin

ilustrasi resistensi insulin (pexels.com/Nataliya Vaitkevich)

Resistensi insulin seringkali ditemukan pada penderita diabetes. Namun ternyata, penderita PCOS juga dapat terkena resistensi insulin juga. Berdasarkan jurnal Diabetes care, penderita PCOS berisiko terkena resistensi insulin hingga 70 persen.

Resistensi insulin menyebabkan hormon kortisol naik, yang dapat meningkatkan inflamasi dan menjadi salah satu jalur pencetus depresi. Selain itu, resistensi insulin juga mempengaruhi neurotransmitter. Sehingga, produksi dan pengeluaran hormon serotonin atau happy hormon menjadi berkurang. Tak heran, penderita PCOS rawan terkena depresi (Metabolism: clinical and experimental, 2000).

2. Keadaan obesitas

ilustrasi obesitas (pexels.com/Andres Ayrton)

Tanpa disadari, obesitas 60 persen lebih tinggi menimpa penderita PCOS berdasarkan studi jurnal Fertility and sterility. Namun, kenapa obesitas pada PCOS dikaitkan dengan depresi?

Terdapat beberapa alasan mengapa obesitas dapat menaikan risiko depresi pada penderita PCOS. Ketika seseorang mengalami obesitas, maka kesempatan inflamasi pada tubuh terjadi lebih tinggi. Tak hanya inflamasi, obesitas juga meningkatkan risiko terjadinya disregulasi sumbu HPA yang menjadi jalur terjadinya depresi. Selain itu, faktor sosial juga dapat mempengaruhi. Tak jarang, di lingkungan sosial orang yang mengalami obesitas mendapatkan cibiran hingga perundungan. Akibatnya, risiko terjadinya depresi dapat meningkat drastis.

3. Efek samping tingginya androgen dalam darah

ilustrasi hirsutisme (www.dermcoll.edu.au/David Lim)

Salah satu indikator yang digunakan untuk mendeteksi PCOS adalah kadar androgen dalam darah berdasar jurnal Current psychiatry reports. Penderita PCOS umumnya memiliki kadar androgen yang tinggi dalam darah. Akibatnya, seringkali ditemukan jerawat hingga hirsutisme atau banyak tumbuh rambut di bagian tubuh. Seperti tangan, kaki, hingga wajah (Clinical endocrinology, 2017).

Di lingkungan sosial, hirsutisme yang dialami penderita PCOS mendapat pandangan yang kurang baik. Sehingga mereka sering mengalami rasa malu, kurang percaya diri, hingga menarik diri dari pergaulan. Akibatnya mereka lebih rentan terkena depresi (Journal of psychosomatic research, 2006).

4. Siklus menstruasi yang tidak normal

ilustrasi siklus menstruasi (pexels.com/Ann Zzz)

Ketidaknormalan siklus menstruasi, sudah umum menimpa penderita PCOS. Namun, siklus menstruasi kenapa bisa jadi penyebab depresi pada perempuan dengan PCOS?

Alasannya sebenarnya berkaitan dengan aspek psikologis. Norma sosial dan pandangan masyarakat dapat mempengaruhi hal ini. Pada kultur tertentu, ketidaknormalan siklus menstruasi dianggap sebagai hal negatif dan tidak normal. Dimana, pandangan ini menyebabkan pressure pada penderita PCOS yang menyebabkan risiko depresi jadi lebih tinggi (Endocrine, 2006).

5. Stigma infertilitas

ilustrasi infertilitas (pexels.com/Nadezhda Moryak)

Sebenarnya, tidak semua penderita PCOS adalah infertil. Namun, risiko infertilitas memang lebih tinggi terjadi pada penderita PCOS akibat disfungsi pada sistem ovulasi, berdasarkan Journal of psychosomatic obstetrics and gynaecology.

Seperti yang kita tahu, pada kelompok masyarakat dan kultur tertentu, infertilitas pada perempuan dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, dianggap sebagai aib besar. Akibatnya, mereka akan mengalami tekanan sosial dan berpotensi menyebabkan depresi pada penderitanya.

Depresi pada PCOS memang memiliki banyak sebab. Mulai dari secara biologis, hingga aspek psikologi dan sosial. Memahami kondisi PCOS dan hubungannya dengan depresi akan membuat kita lebih aware dengan kondisi yang mereka alami. Dimana ketika kita paham, kita bisa membantu memberi dukungan psikologis pada penderita PCOS dan juga membantu meringankan social pressure yang mereka hadapi dengan menyebarkan pengetahuan tentang PCOS. Sehingga, risiko depresi yang dialami penderita PCOS sedikit demi sedikit bisa menurun dalam jangka panjangnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Hella Pristiwa
EditorHella Pristiwa
Follow Us