Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Penyebab Durasi Menstruasi Jadi Lebih Singkat, Normalkah?

Seorang perempuan memegang kalender menstruasi.
ilustrasi kalender menstruasi (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Menstruasi yang singkat bisa menjadi tanda awal kehamilan, seperti pendarahan implantasi yang lebih ringan dan hanya berlangsung 1-2 hari.
  • Keguguran juga dapat menyebabkan menstruasi yang lebih pendek, disertai dengan gejala lain seperti kram, nyeri perut, dan sakit punggung.
  • Faktor lainnya yang dapat membuat menstruasi menjadi lebih singkat termasuk perimenopause, siklus anovulasi, PCOS, penggunaan alat kontrasepsi, atau obat-obatan tertentu.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap perempuan punya cerita masing-masing tentang siklus menstruasinya. Ada yang rutin lima hari, ada yang tujuh hari, bahkan ada yang hanya dua atau tiga hari. Secara umum, durasi menstruasi berkisar antara 3–7 hari dan dianggap normal selama datang secara teratur dan tidak disertai gejala yang mengganggu.

Namun, bagaimana jika menstruasi yang biasanya berlangsung beberapa hari tiba-tiba jadi lebih singkat? Misalnya, dari lima hari menjadi dua hari. Wajar jika kamu merasa bingung atau khawatir. Apakah ini pertanda sesuatu yang serius?

Faktanya, ada banyak faktor yang bisa memengaruhi durasi menstruasi. Beberapa di antaranya sifatnya sementara dan tidak berbahaya, sementara yang lain bisa menjadi sinyal perubahan hormonal atau kondisi medis tertentu.

1. Kehamilan

Terkadang, tanda awal kehamilan adalah pendarahan, yang hanya berlangsung satu atau dua hari. Sayangnya, banyak perempuan justru mengira mereka sedang mengalami menstruasi.

Saat sel telur yang telah dibuahi menempel pada dinding rahim, pendarahan bisa terjadi, yang dikenal sebagai pendarahan implantasi.

Pendarahan implantasi biasanya lebih ringan dibandingkan menstruasi, warnanya merah muda terang hingga cokelat tua. Pendarahan ini biasanya hanya berlangsung sekitar 1–2 hari. 

Pendarahan implantasi dapat terjadi 10–14 hari setelah pembuahan. Akan tetapi, tidak semua perempuan hamil mengalaminya. Pendarahan implantasi hanya terjadi pada 15–25 persen kehamilan.

2. Keguguran

Banyak perempuan tidak menyadari bahwa mereka sedang hamil, terutama pada masa awal kehamilan. Jadi, saat terjadi pendarahan, mereka mengira itu adalah menstruasi. Padahal, dalam beberapa kasus, pendarahan tersebut bisa jadi merupakan tanda keguguran dini.

Keguguran, terutama yang terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, memang bisa menyerupai menstruasi. Pendarahannya bisa berupa bercak ringan atau perdarahan yang lebih banyak, tergantung pada usia kehamilan dan kondisi tubuh. Inilah yang membuatnya sulit dibedakan tanpa pemeriksaan medis.

Pada pendarahan keguguran, bercak darah bisa ringan hingga berat. Pendarahan bisa dimulai dengan bercak cokelat atau merah muda, lalu berkembang menjadi perdarahan yang lebih deras. Kadang disertai jaringan atau gumpalan darah.

Durasinya pun bervariasi. Makin lama usia kehamilan, biasanya makin banyak dan lama pendarahan yang terjadi. Namun, ini tidak selalu menjadi patokan pasti.

Selain pendarahan, keguguran juga bisa disertai gejala berikut:

  • Kram perut yang intens, mirip nyeri haid tapi lebih tajam atau terus-menerus.
  • Nyeri di perut bagian bawah atau panggul.
  • Sakit punggung bagian bawah, terutama jika disertai rasa berat atau tekanan.

Jika kamu mengalami pendarahan yang tidak biasa, terutama disertai gejala di atas dan ada kemungkinan kamu sedang hamil, sebaiknya segera konsultasikan ke bidan atau dokter. Pemeriksaan USG atau tes darah bisa membantu memastikan apakah pendarahan tersebut adalah menstruasi atau tanda keguguran.

3. Perimenopause

Seorang perempuan usia 40-an sedang tersenyum.
ilustrasi perimenopause (unsplash.com/Artem Beliaikin)

Perimenopause adalah fase transisi menuju menopause. Fase ini bisa dimulai sejak akhir usia 30-an atau awal 40-an, dan berlangsung selama beberapa tahun sebelum menstruasi benar-benar berhenti.

Pada masa perimenopause, produksi hormon estrogen oleh ovarium menjadi tidak stabil. Kadang tinggi, kadang rendah, dan fluktuasi inilah yang memengaruhi siklus menstruasi. Akibatnya, menstruasi bisa datang lebih cepat atau lebih lambat, lebih ringan atau lebih deras, bahkan kadang tidak datang sama sekali selama satu atau dua bulan.

Perubahan menstruasi yang mungkin terjadi:

  • Siklus tidak teratur: Menstruasi bisa datang lebih pendek atau lebih panjang dari biasanya, dan jaraknya antar siklus bisa berubah-ubah.
  • Volume darah bervariasi: Ada bulan ketika darah menstruasi sangat sedikit, lalu bulan berikutnya bisa lebih banyak dari biasanya.
  • Menstruasi terlewat: Kadang tubuh tidak berovulasi, sehingga menstruasi bisa absen selama satu atau beberapa bulan.

Selain perubahan siklus, perempuan juga bisa mengalami gejala lain akibat fluktuasi hormon:

  • Hot flash: sensasi panas mendadak di wajah, leher, atau dada.
  • Sulit tidur: sering terbangun pada malam hari atau sulit tidur nyenyak.
  • Keringat malam: tubuh berkeringat berlebihan saat tidur.
  • Kekeringan vagina: berkurangnya kelembapan alami yang bisa menyebabkan rasa tidak nyaman saat berhubungan atau beraktivitas seksual.

Perimenopause bukanlah gangguan, melainkan proses alami yang menandai perubahan besar dalam tubuh perempuan. Namun, jika gejalanya mengganggu kualitas hidup, dokter bisa membantu menemukan solusi terbaik.

4. Siklus anovulasi

Tidak semua menstruasi berarti tubuh sedang berovulasi. Dalam siklus yang disebut anovulasi, ovarium tidak melepaskan sel telur meskipun terjadi perdarahan menstruasi. Ini adalah kondisi yang umum terjadi pada remaja perempuan yang baru mulai haid, serta perempuan yang memasuki masa perimenopause.

Karena tidak ada ovulasi, kadar hormon estrogen dan progesteron menjadi tidak seimbang. Akibatnya, lapisan rahim bisa luruh secara tidak teratur, memicu perdarahan yang ringan, berat, atau bahkan tidak terduga.

Saat tidak berovulasi, terjadi gangguan hormonal. Tanpa ovulasi, tubuh tidak menghasilkan progesteron yang cukup. Ini menyebabkan lapisan rahim menebal dan luruh secara acak, bukan sebagai respons terhadap siklus normal. Selain itu, pendarahan menjadi tidak teratur, dalam arti bisa lebih cepat, lebih lama, lebih ringan, atau lebih deras dari biasanya. Kadang disangka sebagai menstruasi biasa, padahal tidak disertai ovulasi.

Gangguan siklus anovulasi yang perlu diwaspadai antara lain:

  • Menstruasi tidak teratur: jarak antar siklus berubah-ubah.
  • Menstruasi terlewat: tidak haid selama satu atau beberapa bulan.
  • Pendarahan ringan atau berat: volume darah tidak konsisten.
  • Infertilitas: sulit hamil karena tidak ada sel telur yang dilepaskan.

Siklus anovulasi bisa terjadi sesekali dan tidak selalu berbahaya. Namun, jika berlangsung terus-menerus atau disertai gejala lain seperti nyeri hebat atau anemia, sebaiknya konsultasikan ke dokter.

5. PCOS

Polycystic ovary syndrome (PCOS) atau sindrom ovarium polikistik adalah kondisi hormonal yang memengaruhi sekitar 1 dari 10 perempuan usia subur. Gangguan ini terjadi ketika ketidakseimbangan hormon menghambat proses ovulasi, yaitu pelepasan sel telur dari ovarium.

Tanpa ovulasi yang teratur, tubuh bisa mengalami berbagai perubahan. Salah satunya adalah terbentuknya kista kecil di ovarium, yang sebenarnya bukan kista berbahaya, melainkan folikel yang gagal berkembang. Namun, dampaknya bisa cukup besar, mulai dari gangguan menstruasi hingga kesulitan untuk hamil.

Gejala PCOS yang perlu diwaspadai antara lain:

  • Menstruasi tidak teratur: bisa sangat jarang, terlalu sering, atau bahkan tidak datang sama sekali.
  • Pertumbuhan rambut berlebih: terutama di wajah, dada, atau punggung (hirsutisme).
  • Penambahan berat badan: terutama di area perut, sering kali sulit dikendalikan.
  • Jerawat membandel: terutama di area rahang dan punggung.
  • Penipisan rambut kepala: rambut rontok atau menipis seperti pola kebotakan laki-laki.

6. Kontrasepsi

Beragam alat kontrasepsi.
ilustrasi kontrasepsi (unsplash.com/Reproductive Health Supplies Coalition)

Saat memulai alat kontrasepsi, tubuh perempuan bisa mengalami berbagai penyesuaian. Salah satu yang paling umum adalah perubahan pola menstruasi. Beberapa jenis kontrasepsi, terutama yang mengandung hormon, dapat menyebabkan menstruasi menjadi lebih singkat, lebih ringan, atau bahkan terlewat sama sekali. Ini merupakan efek samping yang umum.

Kontrasepsi hormonal seperti pil KB, suntik, cincin vagina, atau IUD hormonal bekerja dengan mengatur kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh. Perubahan inilah yang memengaruhi siklus menstruasi.

Biasanya, perubahan pola menstruasi terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah penggunaan alat kontrasepsi. Tubuh sedang belajar menyesuaikan diri dengan kadar hormon baru.

Menstruasi bisa menjadi lebih singkat, lebih ringan, atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Ini tergantung pada jenis kontrasepsi dan respons tubuh masing-masing perempuan.

Mengganti jenis atau merek kontrasepsi juga bisa memengaruhi siklus. Misalnya, beralih dari pil KB ke IUD hormonal bisa membuat menstruasi menjadi lebih ringan atau berhenti total.

Jika kamu mengalami perdarahan yang sangat berat, nyeri hebat, atau menstruasi tidak kembali setelah beberapa bulan berhenti menggunakan kontrasepsi, sebaiknya konsultasikan ke dokter.

7. Obat-obatan

Kadang, perubahan durasi menstruasi berasal dari obat-obatan yang kamu konsumsi. Beberapa jenis obat dapat memengaruhi kadar hormon atau proses pembekuan darah, sehingga membuat menstruasi menjadi lebih singkat, lebih ringan, atau bahkan terlewat.

Misalnya, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), hormon tiroid, dan steroid diketahui dapat memengaruhi siklus menstruasi. Bahkan, berhenti mengonsumsi obat tertentu seperti pengencer darah juga bisa memicu perubahan pola haid.

Berikut beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan perubahan pada siklus menstruasi:

  • Antidepresan: dapat memengaruhi sistem saraf dan hormon yang mengatur siklus haid.
  • Obat kejang (antiepilepsi): berpengaruh pada metabolisme hormon.
  • Kemoterapi: dapat menekan fungsi ovarium dan menyebabkan menstruasi berhenti sementara atau permanen.
  • Antifibrinolitik: digunakan untuk mengurangi perdarahan, termasuk saat menstruasi.

Bagi transgender yang menjalani terapi hormon testosteron, menstruasi bisa menjadi lebih ringan, lebih singkat, atau berhenti sama sekali. Ini adalah efek yang umum dari terapi hormon. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak menstruasi bukan berarti tidak bisa hamil. Selama ovarium masih aktif dan belum dilakukan tindakan medis seperti pengangkatan rahim, risiko kehamilan tetap ada.

Jika durasi menstruasi tiba-tiba menjadi jauh lebih singkat dari biasanya, terutama jika disertai gejala lain seperti nyeri hebat, perdarahan di luar siklus, atau rasa tidak nyaman yang tidak biasa, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter kandungan. Perubahan ini bisa jadi merupakan tanda awal kehamilan, keguguran, atau kondisi medis lain yang memerlukan perhatian medis.

Referensi

"A Period That Lasts 1 or 2 Days: What Could Cause This?" Healthline. Diakses Mei 2024. 

"Why did my period cycle end early, and is it common?" Medical News Today. Diakses Mei 2024. 

"Reasons Your Period Is Shorter Than Normal." Verywell Health. Diakses Mei 2024. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Eka Amira Yasien
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Jelang Libur Akhir Tahun, Penyakit Pernapasan Tercatat Meningkat

07 Nov 2025, 17:13 WIBHealth