Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pneumocystis Pneumonia: Penyebab, Gejala, Pengobatan

ilustrasi pria sedang batuk (freepik.com/stockking)

Pneumocystis pneumonia (PCP) adalah jenis infeksi paru-paru (pneumonia) pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah karena memungkinkan jamur untuk menyebabkan infeksi.

Dilansir National Organization for Rare Disorders (NORD), sistem kekebalan tubuh bisa dilemahkan oleh kanker, infeksi HIV/AIDS, kortikosteroid dosis tinggi, atau dari obat yang diminum sesudah menjalani transplantasi sumsum tulang atau organ.

PCP merupakan infeksi oportunistik paling umum pada orang dengan HIV, dan bisa menyebabkan gejala ringan. Namun, pada orang tanpa HIV, biasanya ditandai dengan kegagalan pernapasan yang parah ditambah demam dan batuk kering seperti kebanyakan gejala pneumonia lainnya.

1. Penyebab

ilustrasi pneumocystis pneumonia (freepik.com/kjpargeter)

Dilansir Cedars Sinai, PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis jiroveci. Banyak orang yang hidup dengan jamur yang mirip dengan ragi ini di paru-paru. Ini umum di seluruh dunia.

Pada orang sehat, jamur ini sering menyebabkan sedikit atau tidak ada masalah bagi orang dengan sistem kekebalan yang sehat. Namun jika sistem kekebalan melemah karena kanker, HIV/AIDS, transplantasi organ, obat-obatan yang menekan sistem kekebalan, atau kondisi lain yang mengakibatkan sistem kekebalan melemah, maka berisiko tinggi terkena PCP. Sebab, PCP memanfaatkan sistem kekebalan yang lemah untuk menyerang paru-paru.

2. Bagaimana pneumocystis pneumonia pada orang dengan HIV?

ilustrasi pria memakai simbol HIV (pexels.com/Anna Shvets)

Pada akhir tahun 1980-an, sebelum ada obat untuk mengobati HIV, sekitar tiga perempat orang yang menderita AIDS terkena PCP. Namun, sekarang terapi antiretroviral (ARV) membuat orang dengan HIV tidak mengembangkan AIDS dan tidak banyak dari mereka yang terkena PCP.

ARV mulai diperkenalkan oleh para ahli pada tahun 1996 sebagai respons atas tingkat keberhasilan yang rendah di antara orang yang hanya memakai satu obat HIV pada satu waktu. Dilansir Medical News Today, ARV mempunyai efek sebagai berikut:

  • Menghentikan virus berkembang biak di dalam darah.
  • Mengurangi jumlah HIV dalam darah.
  • Meningkatkan jumlah sel CD4, yang merupakan sel kekebalan yang menjadi sasaran virus.
  • Menghentikan penyebaran virus ke orang lain.
  • Mengurangi risiko komplikasi yang parah.
  • Meningkatkan tingkat kelangsungan hidup.
  • Mencegah HIV berkembang menjadi AIDS atau memperlambat kemajuan ini.

Tidak semua orang dengan HIV akan mengembangkan AIDS. Namun, hal tersebut bisa terjadi, biasanya dalam waktu 10 hingga 15 tahun, jika seseorang dengan HIV tidak mendapatkan pengobatan ARV.

Pada orang dengan AIDS, PCP masih merupakan infeksi oportunistik yang paling umum, penyakit yang terjadi lebih sering atau lebih buruk pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah. Selain itu, seseorang kemungkinan besar terkena PCP saat jumlah CD4 (sejenis sel darah putih) kurang dari 200. 

Dilansir WebMD, orang yang memiliki HIV dan terkena PCP delapan kali lebih mungkin perlu dirawat inap dibandingkan dengan mereka yang terkena PCP namun tidak menderita HIV. Bahkan dengan pengobatan, PCP dapat mematikan bagi orang yang hidup dengan AIDS.

3. Penyebaran

ilustrasi wanita sedang sakit (pexels.com/Andrea Piacquadio)

PCP menyebar dari orang ke orang melalui udara. Beberapa orang dewasa yang sehat bisa membawa jamur Pneumocystis di paru-paru mereka tanpa gejala, dan bisa menyebar ke orang lain termasuk orang dengan sistem kekebalan yang lemah.

Banyak orang yang terpapar Pneumocystis ketika masih anak-anak, tetapi kemungkinan besar mereka tidak sakit karena sistem kekebalan tubuh mencegah jamur menyebabkan infeksi.

Di masa lalu, para ilmuwan percaya bahwa orang yang telah terpapar Pneumocystis saat anak-anak nantinya bisa mengembangkan PCP dari infeksi masa kanak-kanak itu jika sistem kekebalan mereka melemah. Namun, kemungkinan besar orang terkena PCP sesudah terpapar orang lain yang terkena PCP atau yang membawa jamur di paru-parunya tanpa gejala, mengutip laman Center for Disease Control and Prevention (CDC).

4. Gejala

ilustrasi pria sedang batuk (freepik.com/benzoix)

Gejala PCP bisa berkembang selama beberapa minggu atau bulan. Dilansir Johns Hopkins Medicine, gejala PCP yang paling umum dapat meliputi:

  • Demam yang datang secara tiba-tiba.
  • Batuk.
  • Kesulitan bernapas, sering kali memburuk dengan aktivitas.
  • Batuk kering, dengan sedikit atau tanpa lendir.
  • Dada terasa sesak.
  • Penurunan berat badan.
  • Keringat malam.

Jika kamu memiliki salah satu dari gejala di atas, terutama jika memiliki kondisi yang menekan sistem kekebalan tubuh, segera periksa ke dokter.

5. Diagnosis

ilustrasi mendengarkan dokter (freepik.com/pressfoto)

Dokter bisa menegakkan diagnosis PCP dengan pemeriksaan fisik dan meninjau riwayat kesehatan. Beberapa tes di bawah ini juga mungkin diperlukan:

  • Rontgen dada: Tes ini menggunakan sedikit radiasi untuk membuat gambar jaringan internal, tulang, dan organ, termasuk paru-paru.
  • Tes darah: Untuk darah untuk mengetahui apakah terdapat infeksi dan apakah telah menyebar ke darah. Dokter juga bisa melakukan tes gas darah arteri untuk memeriksa jumlah oksigen dalam darah pasien.
  • Kultur darah: Tes ini dilakukan pada bahan yang dibatukkan dari paru-paru dan masuk ke mulut. Kultur dahak sering digunakan untuk menguji jamur PCP di paru-paru.
  • Bronkoskopi: Ini merupakan pemeriksaan langsung saluran udara utama paru-paru (bronkus) dengan menggunakan tabung fleksibel (bronkoskop).

6. Perawatan

ilustrasi minum obat (pexels.com/JESHOOTS.com)

Dokter biasanya mengobati PCP dengan dua antibiotik, yaitu trimethoprim dan sulfamethoxazole, yang juga dikenal sebagai TMP/SMX (Bactrim, Cotrim, Septra). Tergantung tingkat keparahan penyakit, obat bisa diminum dalam bentuk pil atau diberikan secara intravena di rumah sakit.

Obat lain yang digunakan untuk melawan infeksi yaitu meliputi:

  • Atovaquone (Mepron) dalam cairan yang pasien telan dengan makanan.
  • Klindamisin (Cleocin) dengan primakuin.
  • Dapson dengan atau tanpa trimethoprim (Primsol).
  • Pentamidine (NebuPent, Pentam) yang pasien hirup melalui mesin yang disebut nebulizer (pasien juga dapat mempoleh suntikan jika infeksinya sangat serius).

Kortikosteroid juga bisa membantu saat pasien mempunyai kadar oksigen rendah. Hampir seluruh individu dengan PJP akan mempunyai kadar oksigen yang rendah dalam darahnya (hiposekmia) ketika istirahat atau saat beraktivitas.

7. Pencegahan

ilustrasi memegang rokok (freepik.com/jcomp)

Jika memiliki penyakit yang melemahkan sistem kekebalan, dokter akan memeriksa jumlah darah pasien secara teratur untuk mengetahui seberapa kuat sistem kekebalan pasien tersebut. Jika sistem kekebalan lemah, dokter mungkin memberi obat pencegahan sebelum PCP terjadi.

Dilansir CDC, obat yang paling umum untuk mencegah PCP adalah TMP/SMX. Obat lain tersedia untuk orang-orang yang tidak menggunakan TMP/SMX.

Obat untuk mencegah PCP direkomendasikan untuk beberapa orang yang terinfeksi HIV, pasien transplantasi sel punca, dan beberapa pasien transplantasi organ padat. Selain itu, dokter mungkin juga meresepkan obat untuk mencegah PCP pada pasien lain, seperti yang menggunakan kortikosteroid dosis tinggi untuk jangka panjang.

Perokok juga berisiko lebih besar untuk mengembangkan PCP. Jika merokok atau menggunakan vape, sebaiknya berhenti agar paru-paru lebih sehat.

Cara terbaik untuk mencegah PCP jika memiliki sistem kekebalan yang lemah adalah dengan melakukan tes darah secara teratur dan minum obat pencegahan jika dibutuhkan.

Selain itu, meski vaksin flu dan pneumokokus bisa mencegah pneumonia jenis tertentu, tetapi vaksin tersebut tidak bisa mencegah PCP. Tidak ada vaksin untuk mencegah PCP. Orang dengan sistem kekebalan yang lemah mungkin juga tidak cocok menggunakannya. Bicarakan dengan dokter tentang vaksinasi yang paling cocok.

8. Prognosis

ilustrasi dirawat di rumah sakit (freepik.com/rawpixel.com)

PCP bisa mengancam jiwa jika tidak diobati. Ini karena PCP bisa menyebabkan gagal napas yang mengancam nyawa.

Untuk PCP sedang hingga berat pada orang dengan HIV/AIDS, penggunaan kortikosteroid jangka pendek telah menurunkan insiden kematian.

Dilansir MedlinePlus, komplikasi yang dapat terjadi akibat PCP meliputi:

  • Efusi pleura (sangat jarang).
  • Pneumotoraks (kolaps paru-paru).
  • Kegagalan pernapasan (kemungkinam membutuhkan bantuan pernapasan).

Pneumocystis pneumonia tidak boleh diremehkan. Apabila kamu memiliki gejala dan faktor risikonya, segera temui dokter untuk evaluasi lebih lanjut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us