- Tetap sejuk: Nyalakan AC atau kipas angin, kenakan pakaian tipis dan longgar. Kamu juga bisa membuat kulit tetap basah menggunakan botol semprot atau spons basah dan mandi air dingin.
- Tetap terhidrasi: Saat cuaca sangat panas, perbanyaklah minum air, terutama jika berada di luar ruangan atau melakukan aktivitas fisik.
- Jadwalkan ulang kegiatan: Jika perlu, batalkan atau jadwalkan ulang aktivitas pada hari itu. Misalnya, jika kamu berencana berolahraga di luar ruangan, ganti jadwal dengan olahraga di waktu yang sejuk atau lakukan olahraga di dalam ruangan.
- Pantau ramalan cuaca dan peringatan gelombang panas.
Studi: Cuaca Panas Bikin Orang Mudah Marah

- Studi menunjukkan bahwa kasus kejahatan dengan kekerasan—mulai dari pembunuhan, penyerangan, pemerkosaan, hingga kerusuhan dan perang saudara—lebih sering terjadi ketika suhu meningkat.
- Hari-hari yang sangat panas sering kali membuat suasana hati berubah drastis. Kamu jadi lebih mudah marah, lelah, atau cepat tersulut emosi. Hal ini terjadi karena tubuh bekerja keras untuk mendinginkan diri.
- Kelompok paling rentan adalah mereka yang sudah memiliki gangguan mental, orang dengan stres atau kecemasan tinggi, serta pengguna alkohol atau zat lain.
Jika berada di tempat yang panas membuatmu jadi mudah marah, kamu tidak sendirian. Faktanya, ada penelitian yang menunjukkan hubungan langsung antara suhu tubuh yang tinggi dan peningkatan perilaku buruk.
Cuaca panas terbukti berdampak terhadap kesehatan fisik kita, antara lain keringat berlebih, dehidrasi, dan risiko lebih tinggi kelelahan akibat panas. Akan tetapi, lebih dari itu, cuaca panas dapat membuat banyak dari kita menjadi sangat rewel dan mudah marah.
Namun, kira-kira, apa yang menyebabkan kamu jadi mudah marah saat cuaca sedang panas? Simak terus, ya!
1. Cuaca memanas, tingkat kekerasan meningkat
Hubungan antara suhu panas dan peningkatan kekerasan telah lama menjadi perhatian para peneliti. Studi tahun 1997 menunjukkan bahwa kasus kejahatan dengan kekerasan—mulai dari pembunuhan, penyerangan, pemerkosaan, hingga kerusuhan dan perang saudara—lebih sering terjadi ketika suhu meningkat. Temuan ini kemudian diperkuat oleh studi-studi berikutnya. Misalnya, analisis data penjara di Amerika Serikat oleh National Bureau of Economic Research (2021) menemukan bahwa insiden kekerasan antar narapidana meningkat hingga 18 persen pada hari-hari dengan suhu ekstrem, meskipun lingkungan penjara relatif terkendali.
Bukti yang lebih baru juga konsisten. Metaanalisis besar tahun 2013 menunjukkan bahwa perubahan iklim dan kenaikan suhu berhubungan erat dengan meningkatnya konflik antarindividu maupun antarkelompok. Studi lanjutan tahun 2016 menegaskan bahwa perubahan iklim berpotensi memperbesar risiko kekerasan interpersonal dan konflik sosial secara global. Sementara itu, tinjauan literatur tahun 2019 menyoroti bahwa paparan panas dapat memicu agresi, kekerasan domestik, hingga konflik berskala besar. Bahkan, penelitian di tingkat kota tahun 2013 menemukan bahwa gelombang panas berkorelasi dengan meningkatnya angka kejahatan perkotaan.
Secara biologis, mekanismenya dapat dijelaskan melalui stres fisiologis yang dipicu suhu tinggi, seperti dehidrasi, gangguan tidur, dan kelelahan. Kondisi ini memengaruhi sistem saraf dan hormon stres, termasuk kortisol dan adrenalin, yang pada akhirnya menurunkan kemampuan seseorang mengendalikan emosi. Akibatnya, risiko munculnya agresi, kekerasan, bahkan perilaku menyakiti diri sendiri meningkat. Dengan makin seringnya gelombang panas akibat perubahan iklim, temuan-temuan ini menjadi makin relevan untuk kesehatan masyarakat dan keamanan sosial di masa depan.
2. Orang cenderung kurang sabar saat terpapar cuaca panas
Eksperimen yang dilakukan oleh National Bureau of Economic Research tahun 2020 menemukan bahwa orang-orang yang bermain video game di ruangan yang panas, dalam kondisi tertentu, secara konsisten bersikap lebih kejam terhadap rekan game-nya dibandingkan mereka yang bermain video game di ruangan bersuhu lebih rendah.
Eksperimen tersebut melibatkan 2.000 mahasiswa di California dan Kenya yang secara acak ditugaskan untuk bermain di ruangan bersuhu panas atau bersuhu sedang.
Hasilnya, cuaca panas tampaknya tidak mengubah hasil akhir bagi mereka yang memainkan permainan yang melibatkan keputusan ekonomi secara umum. Namun, ketika memainkan permainan yang disebut “The Joy of Destruction,” beberapa siswa di ruangan panas di Kenya menjadi lebih agresif.
3. Kenapa panas ekstrem bisa mengubah suasana hati?

Hari-hari yang sangat panas sering kali membuat suasana hati berubah drastis. Kamu jadi lebih mudah marah, lelah, atau cepat tersulut emosi. Betul?
Hal ini terjadi karena tubuh bekerja keras untuk mendinginkan diri. Proses tersebut menimbulkan stres fisiologis dan memicu pelepasan hormon kortisol, yang menguras energi sekaligus mengurangi kemampuan berpikir jernih.
Penelitian menunjukkan bahwa gelombang panas berkaitan dengan meningkatnya kunjungan gawat darurat, kasus bunuh diri, agresi, dan kekerasan. Panas juga mengganggu kualitas tidur, yang pada akhirnya membuat seseorang lebih mudah merasa tidak sabar atau mudah tersinggung keesokan harinya.
Untuk menjaga kestabilan emosi, cobalah agar kamu lebih sadar terhadap perubahan suasana hati yang mungkin dipicu cuaca. Atur aktivitas pada pagi atau sore hari ketika suhu lebih sejuk, membatasi kegiatan di luar ruangan saat terik, serta memastikan tubuh tetap terhidrasi dengan cukup air. Dengan langkah sederhana ini, energi dapat lebih terjaga, risiko overheating berkurang, dan suasana hati tetap lebih stabil meski cuaca panas ekstrem.
4. Cuaca panas dan dampaknya pada kesehatan mental dan pada orang yang sudah punya gangguan mental
Cuaca panas ekstrem tidak hanya memengaruhi tubuh secara fisik, tetapi juga berdampak besar pada kesehatan mental. Suhu tinggi dapat memicu perubahan emosi dan perilaku, seperti mudah marah, agresif, stres, lelah, hingga menurunnya rasa bahagia. Hal ini berkaitan dengan gangguan pada serotonin, neurotransmiter utama yang mengatur suasana hati.
Kelompok paling rentan adalah mereka yang sudah memiliki gangguan mental, orang dengan stres atau kecemasan tinggi, serta pengguna alkohol atau zat lain. Panas dapat memperburuk gejala depresi, meningkatkan iritabilitas, bahkan menimbulkan kebingungan dan disorientasi. Penelitian juga menunjukkan adanya peningkatan kunjungan gawat darurat terkait kesehatan mental saat gelombang panas, sekitar 8 persen lebih tinggi.
Untuk mengurangi dampak, para ahli menyarankan menjaga hidrasi dengan air dan elektrolit, menutup kepala saat di luar ruangan, beraktivitas di tempat teduh atau ber-AC, serta mengatur jadwal kegiatan pada pagi atau sore hari. Pasien yang menggunakan obat tertentu, seperti lithium untuk gangguan bipolar, perlu berhati-hati karena panas dapat memengaruhi kadar obat dalam tubuh.
Perubahan iklim yang memicu kekeringan, polusi, dan kualitas udara buruk juga memperparah risiko depresi, kecemasan, hingga PTSD. Anak-anak termasuk kelompok paling rentan karena lebih sering terpapar panas dan polutan saat beraktivitas di luar ruangan.
5. Cara agar tetap nyaman saat cuaca panas
Berikut beberapa tips agar kamu tetap nyaman saat cuaca sedang panas:
Sangat wajar jika kamu merasa lebih emosional atau cepat marah saat terpapar cuaca yang sangat panas atau berada di tempat dengan suhu yang tinggi. Penting untuk berusaha menjaga dirimu tetap sejuk agar suasana hatimu tetap nyaman dan tidak terlalu emosional.
Referensi
Craig A. Anderson, Brad J. Bushman, and Ralph W. Groom, “Hot Years and Serious and Deadly Assault: Empirical Tests of the Heat Hypothesis.,” Journal of Personality and Social Psychology 73, no. 6 (December 1, 1997): 1213–23, https://doi.org/10.1037/0022-3514.73.6.1213.
"The Causal Effect of Heat on Violence: Social Implications of Unmitigated Heat Among the Incarcerated." National Bureau of Economic Research. Diakses Oktober 2025.
Solomon M. Hsiang, Marshall Burke, and Edward Miguel, “Quantifying the Influence of Climate on Human Conflict,” Science 341, no. 6151 (August 2, 2013), https://doi.org/10.1126/science.1235367.
Tamma A. Carleton and Solomon M. Hsiang, “Social and Economic Impacts of Climate,” Science 353, no. 6304 (September 8, 2016), https://doi.org/10.1126/science.aad9837.
Andreas Miles-Novelo and Craig A. Anderson, “Climate Change and Psychology: Effects of Rapid Global Warming on Violence and Aggression,” Current Climate Change Reports 5, no. 1 (January 31, 2019): 36–46, https://doi.org/10.1007/s40641-019-00121-2.
Dennis Mares, “Climate Change and Levels of Violence in Socially Disadvantaged Neighborhood Groups,” Journal of Urban Health 90, no. 4 (February 22, 2013): 768–83, https://doi.org/10.1007/s11524-013-9791-1.
Klaus Abbink and Abdolkarim Sadrieh, “The Pleasure of Being Nasty,” Economics Letters 105, no. 3 (September 9, 2009): 306–8, https://doi.org/10.1016/j.econlet.2009.08.024.
"Destructive Behavior, Judgment, and Economic Decision-Making Under Thermal Stress." (PDF). National Bureau of Economic Research. Diakses Oktober 2025.
Hayon Michelle Choi et al., “Temperature, Crime, and Violence: A Systematic Review and Meta-Analysis,” Environmental Health Perspectives 132, no. 10 (October 1, 2024), https://doi.org/10.1289/ehp14300.
"Why the Heat Makes Us So Irritable." Cleveland Clinic. Diakses Oktober 2025.
"Excessive heat and its impact on mental health." Baylor College of Medicine. Diakses Oktober 2025.
Amruta Nori-Sarma et al., “Association Between Ambient Heat and Risk of Emergency Department Visits for Mental Health Among US Adults, 2010 to 2019,” JAMA Psychiatry 79, no. 4 (February 23, 2022): 341, https://doi.org/10.1001/jamapsychiatry.2021.4369.
"How to cope and stay safe in extreme heat." Better Health Channel. Diakses Oktober 2025.