Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobatan

Dapat diatasi dengan terapi pernapasan

Sindrom ruminasi merupakan kondisi saat kamu berulang kali dan secara tidak sengaja mencoba memuntahkan (regurgitasi) makanan yang kamu cerna. Orang yang mengalami ini bisa mengunyah dan menelan makanan tersebut kembali, atau memuntahkannya.

Ini termasuk kondisi kronis dan langka yang bisa menyerang bayi, anak-anak, dan orang dewasa. Ruminasi umumnya terjadi setiap kali kamu makan dan terjadi segera setelah makanan tertelan.

1. Gejala

Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobataniilustrasi regurgitasi (freepik.com/freepik)

Dilansir Healthline, gejala utama sindrom ruminasi adalah regurgitasi berulang dari makanan yang tidak tercerna. Regurgitasi biasanya terjadi antara 30 menit hingga 2 jam setelah makan.

Gejala lain mungkin termasuk:

  • Bau mulut.
  • Penurunan berat badan.
  • Sakit perut atau gangguan pencernaan.
  • Kerusakan gigi.
  • Mulut atau bibir kering.

Sindrom ruminasi menunjukkan gejala yang sama pada anak-anak maupun orang dewasa. Orang dewasa lebih cenderung memuntahkan makanan yang dimuntahkan, sedangkan anak-anak lebih cenderung mengunyah dan menelan kembali makanan.

2. Penyebab

Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi otak (unsplash.com/Robina Weermeijer)

Penyebab pasti sindrom ruminasi masih belum diketahui. Dilansir Mayo Clinic, kondisi ini tampaknya disebabkan oleh peningkatan tekanan perut.

Sindrom ruminasi sering disalahartikan dengan penyakit lain, seperti bulimia nervosa, penyakit gastroesophageal reflux (GERD), dan gastroparesis. Beberapa penderita sindrom ruminasi memiliki kaitan dengan gangguan evakuasi rektum, yang mana koordinasi otot dasar panggul yang buruk menyebabkan sembelit kronis. 

Kondisi ini telah lama diketahui menyerang bayi dan orang-orang dengan masalah perkembangan. Sindrom ruminasi lebih mungkin terjadi pada orang dengan masalah kecemasan, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya. 

3. Faktor risiko

Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi seseorang dengan masalah kesehatan mental (Unsplash/Road Trip with Raj)

Seperti yang sempat disebutkan, sindrom ruminasi dapat menyerang siapa saja, tetapi paling sering terlihat pada bayi dan anak-anak penyandang disabilitas intelektual.

Beberapa sumber mengatakan bahwa kondisi ini lebih mungkin menyerang perempuan. Akan tetapi, studi tambahan masih diperlukan untuk mengonfirmasinya.

Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko sindrom ruminasi pada anak-anak dan orang dewasa meliputi:

  • Memiliki penyakit akut.
  • Memiliki masalah kesehatan mental. 
  • Mengalami gangguan kejiwaan. 
  • Menjalani operasi besar.
  • Mengalami pengalaman yang menegangkan.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi bagaimana faktor-faktor ini berkontribusi pada sindrom ruminasi. 

Baca Juga: Halitosis (Bau Mulut): Penyebab, Diagnosis, Pengobatan

4. Diagnosis

Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi konsultasi dokter (freepik.com/tirachardz)

Tidak ada tes khusus untuk mengidentifikasi sindrom ruminasi. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan meminta pasien untuk menjelaskan gejala serta riwayat kesehatan. Makin rinci penjelasan pasien, diagnosis akan makin baik.

Tes tertentu dapat digunakan untuk menyingkirkan kondisi medis lainnya. Contohnya tes darah dan studi pencitraan dapat digunakan untuk menyingkirkan gangguan pencernaan. Dokter mungkin akan mencari tanda-tanda masalah lainnya, seperti dehidrasi atau kekurangan nutrisi.

5. Pengobatan

Sindrom Ruminasi: Gejala, Diagnosis, Pengobatanilustrasi latihan pernapasan (pexels.com/Vlada Karpovich)

Pengobatan sindrom ruminasi akan berfokus pada faktor yang menyebabkan regurgitasi. Pendekatan yang berbeda mungkin akan digunakan berdasarkan usia dan kemampuan pasien.

Pengobatan paling sederhana dan paling efektif untuk sindrom ruminasi pada anak-anak dan orang dewasa adalah pelatihan pernapasan diafragma. Regurgitasi tidak dapat terjadi saat diafragma berelaksasi.

Perawatan lain untuk gangguan ruminasi dapat meliputi:

  • Perubahan postur, baik selama dan setelah makan. 
  • Menghilangkan distraksi pada saat makan. 
  • Mengurangi selama waktu makan.
  • Psikoterapi. 

Saat ini, tidak ada obat yang tersedia untuk sindrom ruminasi. 

Sindrom ruminasi merupakan kondisi langka yang menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan mengonsumsi makanan. Tidak ada obat untuk mengatasi masalah ini, tetapi beberapa terapi dapat dilakukan.

Baca Juga: Anoreksia Nervosa Bisa Merusak Struktur Otak? Ini Faktanya!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya