Seungyoun Jung and Yoon Jung Park, “Associations of Low-carbohydrate Diets Patterns With the Risk of Hyperuricemia: A National Representative Cross-sectional Study in Korea,” Nutrition Journal 24, no. 1 (April 12, 2025): 59, https://doi.org/10.1186/s12937-025-01122-8.
“Gout | Nutrition Guide for Clinicians,” n.d., https://nutritionguide.pcrm.org/nutritionguide/view/Nutrition_Guide_for_Clinicians/1342063/all/Gout.
"7 foods that spike uric acid and why it’s worth avoiding them." Healthshots. Diakses November 2025.
"Tips to Naturally Reduce Uric Acid and How to Fit Them Into Your Routine." Healthline. Diakses November 2025.
Rashika El Ridi and Hatem Tallima, “Physiological Functions and Pathogenic Potential of Uric Acid: A Review,” Journal of Advanced Research 8, no. 5 (March 14, 2017): 487–93, https://doi.org/10.1016/j.jare.2017.03.003.
Xiao-Long Yu et al., “Gender Difference on the Relationship Between Hyperuricemia and Nonalcoholic Fatty Liver Disease Among Chinese,” Medicine 96, no. 39 (September 1, 2017): e8164, https://doi.org/10.1097/md.0000000000008164.
F. Mateos Antón et al., “Sex Differences in Uric Acid Metabolism in Adults: Evidence for a Lack of Influence of Estradiol-17β (E2) on the Renal Handling of Urate,” Metabolism 35, no. 4 (April 1, 1986): 343–48, https://doi.org/10.1016/0026-0495(86)90152-6.
Yanlang Yang et al., “Gender-specific Association Between Uric Acid Level and Chronic Kidney Disease in the Elderly Health Checkup Population in China,” Renal Failure 41, no. 1 (January 1, 2019): 197–203, https://doi.org/10.1080/0886022x.2019.1591994.
Ting Zhang, Wei Liu, and Song Gao, “Exercise and Hyperuricemia: An Opinion Article,” Annals of Medicine 56, no. 1 (August 26, 2024): 2396075, https://doi.org/10.1080/07853890.2024.2396075.
Li-Ling Huang et al., “Effects of Profuse Sweating Induced by Exercise on Urinary Uric Acid Excretion in a Hot Environment,” The Chinese Journal of Physiology 53, no. 4 (August 1, 2010): 254–61, https://doi.org/10.4077/cjp.2010.amk060.
Gak Makan Jeroan tetapi Asam Urat Tinggi? Ini Penyebabnya

- Konsumsi karbohidrat sederhana dan gula tambahan berlebih dapat meningkatkan kadar asam urat.
- Kelebihan lemak tubuh dapat berkontribusi pada meningkatnya kadar asam urat. Berat badan yang lebih tinggi membuat kerja ginjal menjadi kurang efisien.
- Kurang mengonsumsi cairan, terutama air putih, dapat memicu penumpukan asam urat dalam tubuh.
Tingginya kadar asam urat dalam tubuh (hiperurisemia) menandakan ketidakseimbangan antara produksi asam urat dengan pembuangannya lewat urine. Bila terus dibiarkan, maka dapat menimbulkan gangguan serius bagi tubuh.
Secara alami, asam urat akan dibuang lewat urine setiap harinya. Namun, bila produksinya berlebihan, baik dari hasil metabolit tubuh sendiri maupun dari konsumsi sumber makanan yang tinggi purin, ini akan membuat ginjal kewalahan untuk membuangnya. Akibatnya, kadar asam urat menumpuk.
Secara luas, masyarakat mengenal penyebab tingginya asam urat sebatas dari konsumsi makanan seperti jeroan saja, yang memang kandungan purinnya tinggi. Namun, ada beberapa faktor lain yang turut memengaruhi.
Beberapa kondisi dan kebiasaan berikut ini juga berpengaruh terhadap tingginya kadar asam urat dalam tubuh. Penasaran apa saja itu? Mari kita bahas satu persatu.
1. Konsumsi sumber karbohidrat berlebih
Kebutuhan karbohidrat untuk orang dewasa berkisar antara 45 hingga 65 persen dari kebutuhan energi total.
Karbohidrat sebenarnya bukan penyebab langsung naiknya kadar asam urat. Namun, jenis karbohidrat yang dikonsumsi sangat menentukan. Karbohidrat sederhana dan gula tambahan, terutama fruktosa dalam minuman manis, dapat memicu peningkatan produksi asam urat. Proses metabolisme fruktosa mendorong pemecahan purin, sehingga kadar asam urat dalam darah bisa naik.
Sebaliknya, karbohidrat kompleks seperti nasi merah, gandum utuh, kacang-kacangan, dan sayuran cenderung aman. Kandungan seratnya membantu metabolisme lebih stabil dan tidak memicu lonjakan asam urat.
Menariknya, penelitian juga menunjukkan bahwa diet rendah karbohidrat yang diganti dengan konsumsi tinggi protein hewani dan lemak dapat meningkatkan risiko hiperurisemia. Artinya, bukan hanya kekurangan karbohidrat yang berisiko buat kesehatan, tetapi juga keseimbangan pola makan secara keseluruhan.
2. Mengalami kegemukan atau obesitas
Kelebihan lemak tubuh dapat berkontribusi pada meningkatnya kadar asam urat. Berat badan yang lebih tinggi membuat kerja ginjal menjadi kurang efisien. Akibatnya, produksi asam urat bisa meningkat sementara pengeluaran asam urat melalui urine justru menurun.
Jika kamu menduga berat badan berperan dalam tingginya kadar asam urat, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum memulai program penurunan atau pengelolaan berat badan. Dokter mungkin akan merujukmu ke ahli gizi untuk menyusun pola makan yang seimbang dan bergizi. Selain itu, mereka juga bisa merekomendasikan rencana olahraga atau perubahan gaya hidup yang mendukung kesehatan secara menyeluruh.
3. Kurang mengonsumsi cairan, terutama air putih

Minum cukup cairan membantu ginjal bekerja lebih efisien dalam membuang asam urat. Sekitar 70 persen asam urat dalam tubuh difilter oleh ginjal, sehingga dukungan utama datang dari kebiasaan sederhana: menjaga tubuh tetap terhidrasi.
Air yang cukup bukan hanya mendukung fungsi ginjal, tetapi juga dapat menurunkan risiko terbentuknya batu ginjal akibat asam urat. Cara praktisnya, selalu bawa botol minum ke mana pun kamu pergi. Agar konsisten, pasang pengingat setiap jam untuk meneguk beberapa kali. Kebiasaan sederhana ini bisa memberi dampak besar bagi kesehatan jangka panjang.
Membiasakan diri minum air putih minimal delapan gelas per hari dapat membantu tubuh dalam mengeluarkan asam urat dan mencegah penumpukan asam urat yang tinggi dalam tubuh.
4. Perbedaan jenis kelamin
Studi menunjukkan prevalensi kondisi ini pada laki-laki secara konsisten lebih tinggi dibanding perempuan. Sebagai contoh, dalam satu penelitian ditemukan angka prevalensi 14,93 persen pada laki-laki versus 6,89 persen pada perempuan.
Alasan biologisnya juga dipahami, bahwa tubuh perempuan memproses dan mengeluarkan asam urat secara lebih efisien, yang sebagian dipengaruhi oleh hormon estrogen.
Selain faktor hormonal, ada juga faktor gaya hidup. Misalnya konsumsi alkohol dan asupan makanan tinggi purin, yang secara statistik lebih sering ditemui pada laki-laki. Dalam studi Jepang, prevalensi hiperurisemia adalah 25,2 persen pada laki-laki dan 17 persen pada perempuan.
5. Melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat atau berlebihan
Sebuah studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang terlalu berat bisa memengaruhi kadar asam urat dalam tubuh. Saat berolahraga intens, tubuh mengeluarkan banyak cairan melalui keringat, sehingga berisiko mengalami dehidrasi. Kondisi ini dapat menurunkan volume urine dan menghambat pembuangan asam urat dari tubuh.
Selain itu, latihan berat juga memicu peningkatan asam laktat akibat proses metabolisme energi. Beberapa penelitian menduga, akumulasi asam laktat dapat menurunkan kemampuan ginjal dalam membuang asam urat, sehingga kadar asam urat dalam darah bisa meningkat.
Meski begitu, mekanisme pasti hubungan antara asam laktat dan peningkatan asam urat masih belum sepenuhnya dipahami. Namun, sejumlah studi menunjukkan bahwa orang yang rutin melakukan aktivitas fisik berat tanpa istirahat dan hidrasi cukup cenderung memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dibanding mereka yang berolahraga intensitas sedang.
Nah, sudah paham, kan, kenapa kadar asam urat bisa tetap tinggi padahal sudah mengurangi makan jeroan? Jadi, bukan makanan tinggi purin saja yang jadi penyebab asam urat naik. Oleh karena itulah, mengupayakan hal-hal yang dapat dikendalikan bisa jadi langkah tepat untuk mencegah kadar asam urat yang tinggi dalam tubuh.
Referensi


















