Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?

Walau sudah menikah, seks tetap perlu consent

Pemerkosaan dapat terjadi pada siapa saja, tak memandang jenis kelamin, usia, suku, agama, ras, hingga status sosial. Tak terkecuali pemerkosaan dalam institusi pernikahan atau marital rape.

Berdasarkan data yang dikutip dari National Resource Center on Domestic Violence (NRCDV), sebanyak 10-14 persen perempuan yang menikah diperkosa oleh suaminya di Amerika Serikat (AS). Bagaimana dengan di Indonesia?

Menurut catatan tahunan yang dipaparkan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), perkosaan dalam perkawinan atau marital rape mencapai 195 kasus pada tahun 2018. Yang sebenarnya terjadi mungkin lebih banyak, hanya saja tidak dilaporkan.

Lantas, apa itu marital rape dan dampaknya bagi psikologis korban? Buat kamu yang masih belum sepenuhnya memahami hal ini, simak penjelasan lengkapnya berikut ini, ya!

1. Apa itu marital rape?

Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?ilustrasi marital rape (freepik.com/doidam10)

Menurut keterangan dari European Institute for Gender Equality (EIGE), marital rape adalah penetrasi vagina, anal, atau oral yang bersifat non-konsensual pada tubuh orang lain, dengan bagian tubuh atau objek apa pun, serta tindakan non-konsensual lainnya yang bersifat seksual oleh pasangan dalam ikatan perkawinan.

Sementara itu, definisi marital rape dari USLegal adalah setiap tindakan seksual yang tidak diinginkan oleh pasangan yang dilakukan tanpa persetujuan (consent). Terkadang, marital rape dilakukan dengan kekerasan, ancaman kekerasan, atau intimidasi ketika persetujuan untuk berhubungan seks tidak diberikan.

2. Siapa saja yang rentan mengalami marital rape?

Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?ilustrasi korban marital rape (pixabay.com/superlux91)

Marital rape bisa terjadi pada siapa saja. Akan tetapi, ada kalangan tertentu yang berisiko tinggi diperkosa oleh pasangannya sendiri. Dilansir laman resmi NRCDV, mereka yang rentan ini adalah:

  • Perempuan yang menikah dengan laki-laki yang dominan dan memandang mereka sebagai properti
  • Perempuan yang berada dalam hubungan yang dipenuhi kekerasan fisik
  • Perempuan yang sedang hamil
  • Perempuan yang sakit atau baru pulih dari operasi

3. Apa dampak fisik yang dirasakan korban marital rape?

Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?ilustrasi pemerkosaan (Freepik/somkku9)

Tentu saja marital rape menimbulkan dampak fisik bagi korban. Menurut NRCDV, efek fisik yang dimaksud antara lain cedera pada daerah vagina dan anus, nyeri, memar, otot robek, laserasi (luka dalam atau sobekan pada kulit), kelelahan, dan muntah.

Korban yang menolak hubungan seks terkadang dipukuli dan bukan tak mungkin mengalami patah tulang, hidung berdarah, mata lebam, hingga luka akibat benda tajam.

Tak jarang, korban mengalami dampak dari sisi ginekologi, seperti peregangan vagina, radang panggul, infeksi kandung kemih, penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, keguguran, dan infertilitas.

Baca Juga: Waspadai 5 Tanda Psikologis pada Pelaku Pelecehan Seksual

4. Dampak psikologis pun dirasakan oleh korban

Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?ilustrasi depresi pada wanita (Pexels/Kat Jayne)

Tak hanya meninggalkan luka fisik, marital rape juga menyisakan luka batin pada korban. Efek psikologis jangka pendek yang dirasakan adalah shock, ketakutan yang intens, kecemasan, gangguan strespasca trauma (PTSD), depresi, hingga pikiran untuk bunuh diri.

Tak berhenti sampai di situ, korban juga merasakan efek jangka panjang, seperti gangguan tidur, gangguan makan, citra diri negatif, disfungsi seksual, masalah keintiman, dan depresi, menurut NRCDV.

Berdasarkan studi berjudul "A Review of Marital Rape" yang diterbitkan di jurnal Aggression and Violent Behavior tahun 2007, korban marital rape umumnya mengalami PTSD, depresi, masalah ginekologis, dan kesehatan fisik yang negatif.

5. Bagaimana cara mencegah marital rape?

Apa Itu Marital Rape dan Efeknya bagi Kondisi Psikologis Korban?ilustrasi demonstrasi menentang pemerkosaan (unsplash.com/brbrihan)

Untuk mencegah marital rape, baik pihak perempuan maupun laki-laki perlu mendapat edukasi yang memadai. Keduanya harus tahu batas fisiologis dan tidak memaksakan hubungan seks, misalnya saat sedang menstruasi, kelelahan, atau ketika memang tidak menginginkannya.

Ingat, kita punya otoritas atas tubuh kita sendiri dan berhak menolak hubungan seks jika tidak ingin. Sementara itu, pasangan pun harus menghormati keputusan tersebut dan tidak memaksakan kehendaknya, apalagi disertai dengan ancaman dan tindakan kekerasan.

Ikatan pernikahan bukanlah legitimasi untuk memaksakan hubungan seks. Hubungan seks bersifat mutualisme, di mana kedua pihak saling menyetujui dan tidak ada paksaan atau tekanan dari salah satu pihak.

Baik suami atau istri harus menyadari bahwa pasangannya adalah manusia yang memiliki hak dan free will, bukan objek atau benda yang bisa dipakai sewaktu-waktu. Sehingga, mereka perlu menerima dengan lapang dada jika ditolak melakukan hubungan seks karena alasan tertentu.

Jika terjadi kekerasan, paksaan, dan ancaman tanpa persetujuan kedua belah pihak, maka bisa dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga. Perlindungan hukum terhadap marital rape tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 mengenai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Korban bisa melaporkan pasangannya dengan landasan UU tersebut.

Baca Juga: Sedih setelah Berhubungan Seks? Mungkin itu Postcoital Dysphoria

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya