Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Film Indonesia Sulit Tembus Oscar? Ini Penjelasannya!

Women from Rote Island gagal menjadi nominasi Oscar 2025 kategori Best International Feature Film. (dok. Bintang Cahaya Sinema/Women from Rote Island)

Bagi sineas di seluruh dunia, memenangkan Oscar adalah suatu kebanggaan yang prestisius. Bahkan, sekadar menjadi nominasi saja sudah membuktikan bahwa karya mereka telah diakui secara internasional. Sayangnya, Indonesia masih kesulitan untuk menjadi nominasi Oscar, apalagi menjadi pemenang.

Tahun ini, Indonesia mengirimkan film Women from Rote Island (2023) karya Ertanto Robby Soediskam sebagai perwakilan untuk kategori Best International Feature Film di Oscar 2025. Namun, ia gagal masuk dalam daftar pendek (shortlist) yang mencangkup 15 film terbaik dari seluruh dunia. Ironisnya, Women from Rote Island berhasil meraih penghargaan bergengsi di festival film, baik tingkat nasional maupun internasional.

Lantas, apa alasan di balik kegagalan Indonesia menjadi nominasi Oscar sejak pertama kali mereka mengirimkan film Nagabonar (1987)? Penjabaran di bawah ini dapat menjadi pencerahan buatmu. Sulit bukan berarti tidak bisa, lho!

1.Keterbatasan dana menjadi penghambat terbesar dalam produksi film

ilustrasi uang (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Sejak awal 1930-an, Indonesia telah mempertahankan posisinya sebagai salah satu negara Asia Tenggara yang mampu menghasilkan film berkualitas, sebut saja duologi The Raid (2012—2014) dan Yuni (2021) yang berhasil bersinar di festival film internasional. Jika membicarakan sutradara, Indonesia mempunyai sutradara yang tidak kalah hebat dengan sutradara luar negeri, sebut saja Joko Anwar yang terkenal dengan film bergaya artistiknya yang berani dalam Pintu Terlarang (2009) dan Pengabdi Setan (2017) atau Garin Nugroho yang terkenal melalui filmnya yang mengangkat budaya lokal, seperti Kucumbu Tubuh Indahku (2018) dan Samsara (2024). Permasalahan yang sebenarnya bukan terletak pada kualitas, melainkan pada pendanaan yang masih sangat terbatas.

Industri perfilman Indonesia kaya akan ide, tapi minim sumber daya. Hal ini sudah menjadi kendala yang dikeluhkan oleh para sineas nasional, termasuk Angga Dwimas Sasongko yang merasakan sulitnya mencari modal pada masa awal pandemik COVID-19. Tidak sedikit dari mereka yang bekerja sama dengan perusahaan luar negeri demi mendapatkan kucuran modal. Salah satunya film What They Don't Talk About When They Talk About Love (2013) karya Mouly Surya yang menerima dana sebesar Rp250 juta dari lembaga pendanaan asal Belanda.

2.Promosi dan distribusi film lokal ke luar negeri masih kurang memadai

ilustrasi berjabat tangan sebagai tanda kesepakatan (pexels.com/RDNE Stock project)

Distribusi dan promosi merupakan dua hal krusial dalam dunia perfilman. Hal ini bertujuan untuk menarik perhatian penonton global agar nantinya dapat menjadi modal untuk bersaing di Oscar. Lagi-lagi, distribusi dan promosi masih harus menjadi catatan evaluasi yang perlu diperbaiki oleh para sineas dan distributor.

Film harus dibuat semenarik mungkin dan relevan secara global untuk mendapat minat dari distributor film. Andi Boediman, produser Ideosource Entertainment, menegaskan bahwa sebuah film harus memiliki daya tarik yang kuat, sehingga distributor dan penonton rela mengeluarkan uangnya. Para sineas dapat mencontoh film Kuasa Gelap (2024) yang berhasil diputar di 53 negara, termasuk Taiwan, Thailand, Amerika Latin, dan Rusia.

Berbicara mengenai promosi, ada sebuah studi menarik dari Cimigo, sebuah perusahaan riset pasar yang berbasis di Asia. Studi ini mengungkapkan bahwa 62 persen penonton film Indonesia mengetahui film dari trailer di media sosial. Para distributor harus menggarisbawahi mengenai pentingnya media sosial sebagai alat promosi yang efektif.

3.Keterampilan teknisi film lokal masih belum sebaik teknisi luar negeri

ilustrasi kamera (pexels.com/Donald Tong)

Sampai saat ini, kendala ini masih dirasakan oleh para sineas di tanah air. Salah satu penyebab utama adalah minimnya pelatihan formal yang mendukung perkembangan keterampilan teknis dalam bidang perfilman.

Pelatihan pembuatan film tidak harus dimulai saat seseorang menginjak bangku kuliah, tapi dapat diterapkan sejak bangku sekolah. Dalam jurnal yang ditulis Astuti dkk. berjudul “Menumbuhkan Minat dan Keterampilan Produksi Film Dokumenter pada Generasi Muda: Pelatihan pada Siswa-Siswi SMA Negeri 3 Kota Semarang,” para murid mendapat pelatihan pembuatan film dokumenter melalui ceramah, diskusi, demonstrasi, dan praktik langsung. Selain mengasah keterampilan teknis, pelatihan ini dapat mencetak calon sineas dan teknisi film berbakat untuk memajukan industri film Indonesia di masa depan.

4.Tingkat kompetisi Oscar yang sangat ketat

ilustrasi piala (pexels.com/RDNE Stock project)

Film Indonesia belakangan ini semakin menunjukkan kualitasnya yang layak mendapat tempat di panggung internasional. Namun, lain halnya jika mereka ingin menjadi pemenang kategori Best International Feature Film di Oscar. Tahukah kamu berapa film yang menjadi nominasi Best International Feature Film? Hanya 5.

Sebenarnya, film buatan sineas tanah air sudah memenuhi kriteria untuk bersaing di kategori ini. Women from Rote Island, misalnya, berhasil masuk sebagai salah satu dari 85 calon nominasi Best International Feature Film di Oscar 2025. Namun, film ini tersingkir pada tahap seleksi 15 besar dan kalah bersaing dengan film Thailand, How to Make Millions Before Grandma Dies (2024).

Dari sini, potensi industri perfilman Indonesia untuk berkompetisi di Oscar cukup besar. Namun, menjadi yang terbaik dari 85 calon nominasi bukanlah hal yang mudah. Jika sineas, distributor, dan teknisi dapat bekerja sama dengan visi dan misi dengan jelas, bukan tidak mungkin suatu hari nanti kita akan melihat nama film karya anak bangsa tampil di panggung Oscar.

Semua kendala yang dibahas di atas memang tidak sedikit. Namun, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil dicapai. Selama ada tekad yang kuat dan kolaborasi yang menyeluruh, jalan menuju Oscar akan semakin terbuka lebar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Binnar Kurnia Ramadhan
EditorBinnar Kurnia Ramadhan
Follow Us