6 Tips Kurangi Kebiasaan Menyuruh Orang Lain

- Menyadari posisi dan batasan dalam memberi perintah kepada orang lain
- Menghindari penggunaan uang sebagai alat untuk menyuruh orang lain
- Belajar untuk tidak terlalu sering menyuruh orang lain, melainkan mencoba melakukannya sendiri terlebih dahulu
Kalau kamu biasa menulis jurnal, apa saja yang dicantumkan? Barangkali dirimu mencatat berbagai peristiwa yang terjadi tadi dan target-target yang belum tercapai. Kamu juga menuliskan rencana buat besok serta harapan-harapanmu.
Namun, pernahkah dirimu membuat jurnal yang spesifik mencatat berapa kali menyuruh orang lain dalam sehari? Mungkin ide ini gak pernah terpikirkan olehmu. Bukan lantaran kamu sama sekali tidak pernah memerintah orang lain, melainkan semua perintahmu telah terasa seperti otomatis saja.
Dirimu bahkan sampai kurang sadar akan kebiasaan menyuruh orang lain yang sudah keterlaluan. Tidak ada kata terlambat buatmu belajar mengurangi tindakan kurang baik ini. Jangan malah kamu berdalih sulit sekali mengubahnya karena ada enam tips berikut.
1. Lihat posisimu dan orang lain

Mungkin kalimat berikut terasa sangat menohok, tapi kamu memang harus belajar untuk tahu diri. Siapa kamu dan orang yang ada di hadapanmu? Jangan sembarangan menyuruh orang seolah-olah posisimu lebih tinggi daripada mereka semua.
Andai pun secara jabatan di kantor dirimu lebih tinggi daripada seseorang, sebagai manusia kalian tetap setara. Maka perintahmu padanya terbatas dalam urusan pekerjaan saja. Jangan kasih tugas di luar itu. Kamu juga tak boleh asal menyuruh orang yang lebih tua karena sangat tidak sopan.
Bila pun anak buahmu ada yang lebih senior, sampaikan tugas dengan kata-kata yang santun. Selalu awali dengan kata tolong dan diakhiri dengan terima kasih. Bukan justru jabatan tak ada, usia pun lebih muda, tetapi kamu menyuruh siapa saja buat melakukan apa pun yang menjadi keperluanmu.
2. Kritisi kemampuan diri, benar-benar gak bisa atau cuma malas?

Kasih syarat ke diri sendiri yang cukup tinggi sebelum kamu menyuruh orang lain. Apakah dirimu betul-betul tidak bisa melakukannya sendiri atau hanya ogah? Seharusnya ada perasaan kamu tak mau kemampuanmu terlihat kurang dengan sedikit-sedikit memerintah orang lain.
Bukan malah dirimu merasa bangga karena bisa menyuruh mereka. Pola pikirmu tentang hal ini jangan sampai terbalik. Dorong diri supaya lebih banyak melakukan apa pun tanpa bantuan orang lain. Singkirkan rasa malas yang menghambatmu berpikir lebih keras dan bergerak.
Kalau rasa malas dipelihara ke depan pasti akan menjadi-jadi. Orang-orang di sekitarmu sudah lelah diperintah terus sehingga kompak menolak. Padahal, kemampuan yang sebetulnya ada dalam dirimu telanjur gak berkembang karena selama ini kamu nyaman tinggal menyuruh orang lain.
3. Pahami tidak semua orang mau disuruh meski diberi uang

Uang memang penting, tetapi tidak bisa selalu menjadi senjata saat kamu berurusan dengan orang lain. Apalagi kalau mereka merasa menerima uangmu malah bisa menjatuhkan harga dirinya. Sekalipun dirimu punya uang buat membayar, belum tentu mereka mau disuruh-suruh.
Malah orang dapat tersinggung karena niatmu menukar kesediaan mereka diperintah dengan uang. Mereka merasa bisa memperoleh uang sejumlah itu tanpa perlu disuruh-suruh olehmu. Kecuali, kamu menyuruh orang yang pekerjaannya sesuai. Seperti tukang bangunan diminta membetulkan atap yang bocor dan sebagainya.
Jika dirimu asal menyuruh siapa pun dengan iming-iming uang, harga diri mereka malah seperti diinjak-injak. Perintahmu terasa sebagai tekanan. Ditambah dengan pemberian uang, orang berpikir kebebasannya sedang dibeli. Kamu harus selektif sekali ketika hendak menyuruh orang.
4. Lakukan sendiri dulu, kalau gak bisa baru minta tolong

Makin sering kamu menyuruh orang, makin mungkin dirimu belum mencoba melakukannya sendiri. Kamu cuma cari cepat dan gampang dengan berusaha melemparkan suatu tugas pada orang lain. Barangkali hampir semua orang di sekitarmu sudah pernah disuruh olehmu. Bila dirimu mengira hal ini wajar, asal kamu tahu saja.
Ada orang-orang yang hampir tak pernah menyuruh kecuali mereka benar-benar tidak mampu melakukannya sendiri. Inilah yang seharusnya dipelajari olehmu dan dibiasakan dengan latihan. Coba dulu kamu mengerjakan segala hal sendiri. Jika ada kesulitan yang besar baru kamu minta tolong.
Orang yang dimintai tolong pun lebih mungkin mau membantu setelah melihat usahamu. Sebaliknya apabila kamu berupaya saja tidak, mereka enggan membantu. Permintaan tolong setelah kamu sendiri berusaha merupakan hal wajar. Tapi kesukaan menyuruh orang lain tak ubahnya sikap semena-mena.
5. Menghargai kesibukan dan kelelahan orang lain

Hati-hati kalau ada perasaan kamu lebih sibuk daripada orang lain. Meski jadwalmu memang padat, bukan artinya orang lain lebih longgar daripada dirimu. Kesibukan orang yang seperti tak terlihat olehmu bisa disebabkan dua hal. Pertama, mereka menjalankan kesibukannya dengan tenang.
Lain denganmu yang heboh sendiri dan menggembar-gemborkan kesibukan seakan-akan semua orang harus tahu. Kedua, semata-mata kurangnya kemampuanmu menghargai aktivitas orang lain. Ini bikin mereka sesibuk apa pun tetap dianggap masih banyak waktu luang olehmu.
Mulailah untuk belajar menghargai apa pun kesibukan orang. Kesibukan itu tidak hanya tentang pekerjaan. Orang bisa sibuk mengasuh anak, menyiapkan acara keluarga, memperbaiki perabot di rumahnya, dan sebagainya. Semua aktivitas tersebut juga menimbulkan rasa lelah. Sebisa mungkin kamu tak menambahinya dengan main perintah.
6. Introspeksi, memangnya kamu mau disuruh-suruh?

Orang yang suka menyuruh pasti gak mau disuruh oleh orang lain. Bahkan sekadar buat balas budi pun sering enggan. Kamu mungkin punya alasan kenapa tidak mau disuruh-suruh oleh orang lain. Seperti capek, malas, atau dirimu melihat seseorang seharusnya bisa mengerjakan sendiri sesuatu.
Orang lain juga memikirkan hal yang sama denganmu. Maka semestinya tidak sulit untukmu berempati pada mereka. Jika kamu gak suka disuruh-suruh, jangan melakukannya pada orang lain. Kecuali, dirimu selalu siap membantu mereka. Bahkan sebelum mereka merasa butuh sesuatu darimu, kamu telah terlebih dahulu bilang kalau ada apa-apa siap dihubungi.
Apabila dirimu belum berada di level itu, kontrol betul saat muncul keinginan menyuruh orang lain. Kamu kudu bisa memperlakukan orang seperti dirimu ingin diperlakukan. Hindari bersikap menang sendiri dengan suka menyuruh tanpa mau gantian disuruh. Termasuk di situasi yang paling urgen bagi orang lain.
Sembarangan menyuruh orang menjadi tanda dari keegoisanmu. Kamu cuma ingin keperluanmu terpenuhi tanpa dirimu bersusah payah. Bahkan meski orang yang disuruh kesulitan melakukannya, kamu cuma peduli pada hasil akhirnya. Jangan lagi merasa dirimu seperti bos buat siapa pun yang harus ditaati.