7 Permasalahan Karier Gen Z, Minim Skill Komunikasi dengan Senior

Membangun karier memang bukan hal yang mudah. Butuh kesabaran, ketekunan, dan kerja keras. Semua orang yang bekerja mengalaminya. Namun, tantangan memulai karier bagi generasi Z bisa dibilang lebih besar. Mereka yang lahir di awal tahun 2000 berada di masa teknologi sudah berkembang pesat.
Otomatis dunia terasa bergerak begitu cepat bagi mereka. Apalagi ketika gen Z memasuki usia kerja, persaingannya menjadi lebih keras. Sedikit saja mereka tidak mampu mengimbanginya dan menyesuaikan diri, salah-salah selamanya tak bisa memiliki karier yang memuaskan.
Di usia muda yang sebenarnya penuh energi dan potensi, generasi Z dapat mengalami hambatan serius dalam membangun karier. Dukungan dari lingkungan luar saja tidak cukup. Kamu yang menjadi bagian dari generasi Z mesti menyadari adanya masalah-masalah berikut agar dapat lebih tangguh serta berkembang.
1. Sulit mencari pekerjaan tanpa syarat pengalaman

Ini sebenarnya masalah dari tahun ke tahun di dunia kerja tanah air. Di usia 25 tahun ke atas, jumlah lowongan kerja makin terbatas. Padahal, mahasiswa lulus kuliah S1 saja baru sekitar usia 22 tahun. Waktu 3 tahun yang tersedia untuk mendapatkan pekerjaan yang cukup menjanjikan terasa sangat kurang.
Satu-satunya cara mengumpulkan pengalaman kerja dengan cepat ialah dengan mengikuti magang. Akan tetapi, ini pun tidak menjamin setelahnya kamu diterima sebagai karyawan di kantor yang sama maupun berbeda. Situasi seperti ini membuat banyak generasi Z merasa nasibnya terombang-ambing.
2. Cap kuat bahwa gen Z gak mau bekerja keras

Banyak orang yang mempekerjakan gen Z punya penilaian yang kurang baik terhadap mereka. Di antaranya, karyawan dari generasi Z sulit diatur dan enggan bekerja keras. Mereka sedikit-sedikit berdalih butuh healing, harus menjaga keseimbangan hidup, terlalu takut mengalami burnout, dan sebagainya.
Meski kecenderungan ini ada, generalisasi secara berlebihan terhadap semua orang yang termasuk generasi Z tentu merugikan. Ini sama saja dengan milenial yang malas bekerja pun ada. Demikian pula generasi di atasnya. Cap buruk yang dilekatkan terlalu kuat pada setiap orang yang lahir di awal tahun 2000 bikin para pemilik usaha atau pengambil kebijakan enggan mempekerjakan mereka. Padahal, gen Z yang siap bekerja dengan totalitas pun tak sedikit.
3. Baru mulai bekerja setelah pandemik COVID-19

Generasi Z dihantam oleh kenyataan pahit pasca pandemik COVID-19. Terjadi perlambatan ekonomi di tanah air yang berimbas pada banyaknya PHK. Kamu hendak membuka usaha sendiri pun menjadi jauh lebih sulit karena daya beli masyarakat sedang menurun. Bahkan banyak usaha kecil dan menengah sengaja tak mencari tambahan tenaga kerja karena takut gak bisa memberikan upah yang layak.
Kalaupun sebagian generasi Z mendapatkan pekerjaan, boleh jadi tawaran pendapatannya tak seberapa. Kamu harus memilih antara menganggur lebih lama atau bekerja dengan upah yang belum tentu mencapai upah minimum. Situasi pasca COVID-19 ditambah kurangnya pengalaman kerja menjadi mimpi buruk untuk generasi Z. Meski tentu saja, tetap ada gen Z yang memperoleh pekerjaan pertama cukup bagus.
4. Skill komunikasi yang efektif, efisien, dan tetap sopan pada senior

Saat ini gen Z menjadi angkatan kerja termuda di dunia kerja. Di atasnya ada milenial, generasi X, bahkan generasi baby boomers. Ini membuat kepiawaian komunikasi generasi Z terhadap senior-seniornya dapat terasa sangat kurang. Kamu yang lahir di permulaan tahun 2000 kerap menganggap semua orang setara layaknya teman.
Namun, dunia kerja adalah tempat yang penuh hierarki baik dari segi usia maupun jabatan. Jika dirimu terlalu menganggap semua orang setara, gaya komunikasimu menjadi tidak sopan. Kamu mungkin terlalu banyak membicarakan kehidupan pribadimu pada mereka yang hanya peduli pada urusan pekerjaan.
Dirimu juga menggunakan bahasa seperti dengan teman sebaya padahal jelas usia kalian berbeda jauh. Kesan kamu meremehkan senior menjadi kuat. Semua itu menurunkan respek mereka terhadapmu. Juga menyulitkanmu mendapatkan posisi yang lebih baik dalam pekerjaan. Sebagai bagian dari angkatan kerja termuda, kamu harus mempelajari cara berinteraksi yang tepat dengan setiap generasi di atasmu.
5. Menyeimbangkan ekspektasi, realitas gaji, dan gaya hidup

Generasi baby boomers dan X dikenal sebagai pekerja keras yang penuh dedikasi. Mereka tidak terlalu banyak menuntut soal gaji dan siap mencukupkan berapa pun pendapatan yang diperoleh. Generasi milenial lebih perhitungan soal keseimbangan antara upah dengan beban kerja. Namun, mereka juga sadar diri tentang ada atau tidaknya pengalaman dan kompetensi yang sesuai.
Sementara itu, generasi Z yang lebih banyak terpapar konten di media sosial cenderung mengembangkan ekspektasi yang kurang realistis. Ini membuatmu sulit menerima kenyataan penghasilan yang lebih kecil. Ditambah lagi, godaan gaya hidup mewah menyulitkan gen Z untuk merasa cukup dengan upah yang diperoleh. Jangan sampai sulitnya menerima kenyataan bikin kamu berpikir lebih baik tidak bekerja daripada gajinya kecil.
6. Menggampangkan proses atau justru pesimis duluan

Faktor usia muda bisa mendorong gen Z bersikap bertentangan terkait proses dalam berkarier. Ada sebagian generasi Z yang terlalu percaya diri. Mereka yakin bahwa mencapai posisi yang tinggi dalam suatu pekerjaan sangat mudah. Apalagi dengan banyaknya konten atau drama yang menggambarkan CEO muda bergelimang harta.
Namun saat mereka benar-benar terjun ke dunia kerja, mereka frustrasi menghadapi banyaknya anak tangga yang harus dilalui hanya untuk naik satu tingkat dari posisinya. Sebagian gen Z lagi malah terlalu takut mencoba. Mereka melihat betapa payahnya generasi di atasnya menapaki anak tangga karier. Generasi Z yang penuh pesimisme begini tidak yakin dengan kemampuan dirinya. Mereka kalah sebelum berjuang.
7. Keterbatasan pendidikan dan skill

Seharusnya generasi yang lahir belakangan memperoleh pendidikan yang lebih baik daripada generasi di atasnya. Akses pendidikan sudah jauh lebih mudah. Sekolah dan beasiswa makin banyak. Pun pendidikan dan berbagai kursus penting sekali buat modal memasuki dunia kerja.
Sayangnya, masih ada generasi Z yang tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Masalah biaya justru kadang bukan yang utama, melainkan lebih pada mereka menganggap pendidikan kurang penting. Sebab gen Z yang berasal dari keluarga pas-pasan malah kerap memiliki semangat tinggi untuk terus menuntut ilmu.
Padahal seperti disebutkan di awal, tantangan dunia kerja saat ini makin tinggi. Generasi Z yang hanya mencapai sekolah menengah ke depan akan makin sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus. Terlebih tidak dibarengi dengan usaha mengikuti berbagai kursus yang menunjang pekerjaannya nanti.
Permasalahan karier gen Z mesti diatasi oleh berbagai pihak. Pemerintah bertanggung jawab membentuk generasi yang lebih berdaya saing. Serta memastikan adanya banyak lowongan kerja yang memberikan kesempatan lebih luas untuk pelamar dari ragam usia dan fresh graduate.
Pemberi kerja juga tidak boleh menggeneralisasi sifat negatif pada generasi Z. Bagaimanapun juga, mereka akan menjadi bagian dari dunia kerja sehingga perlu terus dibimbing. Kamu sendiri sebagai gen Z wajib mengembangkan diri serta bersikap adaptif sekaligus kompetitif di dunia kerja yang sangat dinamis.