Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Bukti Kerja 4 Hari di Islandia Sukses, Bisakah Dicontoh Indonesia?

ilustrasi kumpul bareng (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Produktivitas tetap stabil bahkan meningkat, berkat kesehatan mental yang lebih baik dan work-life balance.
  • Kesehatan mental pekerja membaik drastis, mengurangi stres dan memberi waktu untuk keluarga serta diri sendiri.
  • Gak ada potongan gaji meski kerja lebih sedikit, karena efisiensi kerja yang meningkat dan dukungan teknologi digital.

Kamu pernah membayangkan gak sih gimana rasanya cuma kerja empat hari dalam seminggu tapi tetap digaji full? Bukan sekadar mimpi, di Islandia itu sudah jadi kenyataan, lho. Negara kecil di Eropa Utara ini sejak 2019 mulai menerapkan sistem kerja empat hari, dan hasilnya bikin banyak negara kepincut buat ikutan. Awalnya sih banyak yang skeptis. Takut produktivitas turun, biaya perusahaan naik, atau pelayanan ke publik malah berantakan.

Tapi setelah hampir enam tahun berjalan, justru terbukti kalau sistem ini membawa banyak dampak positif. Bahkan generasi Z yang sejak awal optimis dengan sistem ini bisa bilang, “Tuh kan, bener!”. Yuk, simak lima bukti nyata keberhasilan sistem kerja 4 hari di Islandia yang bisa jadi inspirasi buat Indonesia juga.

1. Produktivitas tetap stabil bahkan meningkat

ilustrasi semangat bekerja (pexels.com/Mikhail Nilov)

Banyak yang awalnya mengira kerja lebih sedikit bakal bikin hasil kerja menurun. Tapi nyatanya, laporan dari pemerintah Islandia menunjukkan kalau produktivitas pegawai tetap stabil, bahkan naik di beberapa sektor. Kok bisa?

Faktornya adalah kesehatan mental yang lebih baik. Saat stres kerja berkurang dan waktu istirahat bertambah, fokus dan semangat kerja juga meningkat. Generasi Z di Islandia sejak awal sudah percaya kalau work-life balance itu penting. Dengan waktu kerja yang lebih singkat, mereka bisa recharge energi dan kerja jadi lebih optimal.

2. Kesehatan mental pekerja membaik drastis

ilustrasi family time (pexels.com/Vlada Karpovich)

Gak cuma soal produktivitas, efek ke kesehatan mental juga terasa banget. Stres karena kerjaan jadi berkurang, waktu bersama keluarga dan teman jadi lebih banyak. Orang-orang juga lebih punya waktu buat me time atau sekadar menikmati hidup tanpa harus nunggu akhir pekan.

Pekerja jadi merasa lebih bahagia dan puas dengan hidupnya. Kondisi ini bikin mereka lebih semangat dan fokus saat kembali bekerja, tanpa harus merasa kelelahan terus-menerus seperti dulu.

3. Gak ada potongan gaji meski kerja lebih sedikit

ilustrasi gaji (pexels.com/Yan Krukau)

Biasanya kalau kerja lebih sedikit, bayaran juga ikut dipotong. Tapi gak berlaku di Islandia. Para pekerja tetap digaji full meskipun jam kerjanya berkurang dari 40 jam jadi 36 jam per minggu. Ini bisa terjadi karena efisiensi kerja yang meningkat dan dukungan dari teknologi digital.

Beda dengan Belgia yang juga menerapkan sistem empat hari kerja tapi dengan jam kerja lebih panjang setiap harinya sebagai kompensasi. Islandia gak menerapkan sistem itu. Waktu kerja lebih sedikit, tapi gaji tetap utuh.

4. Gender equality makin terasa di kehidupan sehari-hari

ilustrasi ayah dan anak (pexels.com/Arina Krasnikova)

Efek positif yang gak banyak disangka adalah meningkatnya kesetaraan gender. Dengan waktu kerja yang lebih fleksibel, para pria bisa lebih terlibat dalam urusan rumah tangga dan pengasuhan anak. Ini membantu banget menciptakan keseimbangan peran di dalam keluarga.

Dilansir Farmingdale Observer, dalam wawancara dengan María Hjálmtýsdóttir, seorang guru dan aktivis, ia bilang sistem kerja pendek ini bikin keluarganya jadi lebih harmonis. Suami bisa bantu urus anak, dan waktu bareng keluarga jadi lebih berkualitas.

5. Teknologi jadi kunci keberhasilan sistem ini

ilustrasi semangat bekerja (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Alasan kenapa Islandia bisa sukses dengan sistem ini adalah karena mereka sudah siap secara teknologi. Pemerintah invest besar-besaran di infrastruktur digital. Bahkan di daerah terpencil, koneksi internet tetap cepat dan stabil. Teleworking atau kerja dari rumah jadi lebih mudah dilakukan, dan itu bantu mempertahankan produktivitas.

Generasi Z yang udah akrab dengan dunia digital juga cepat beradaptasi dengan sistem ini. Jadi transisi ke empat hari kerja berjalan mulus tanpa banyak drama.

Pengalaman Islandia menunjukkan kalau kerja empat hari seminggu itu bukan cuma angan-angan. Dengan perencanaan matang, dukungan teknologi, dan fokus ke kesejahteraan pekerja, sistem ini bisa berhasil. Kamu bayangkan aja, kerja lebih singkat, hidup lebih bahagia, tapi gaji tetap sama. Menarik banget, kan?

Pertanyaannya sekarang, bisakah sistem ini diterapkan di Indonesia? Jawabannya: mungkin bisa, tapi butuh banyak penyesuaian. Infrastruktur digital harus diperkuat, budaya kerja perlu diubah, dan tentu harus ada komitmen dari berbagai pihak.

Tapi kalau Islandia bisa, kenapa kita tidak?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us