- Guru pendamping: Iriwaty Japutra
- Penulis: Diandra Paramitha Endratmo
- Desainer visual: Evelyne Felice Sanjaya, Vincent Nathan
- Infografis: Davina Murti Damayanti
- Rubik pertamina dan foto bercerita: Cherrlyn Vianca Vannabelle
- Fotografer dan Videografer: Thalita Salsabila Atthabroni
[MADING] Muda Beraksi! Selamatkan Bumi Lewat Edukasi dan Teknologi

Lewat karya ini, kami ingin mengajak kamu untuk menyadari: menjaga lingkungan bukan hanya tugas besar pemerintah, tapi juga bisa dimulai dari kebiasaan sederhana. Mulai dari daur ulang sampah di sekitar kita, memanfaatkan eco-enzyme dari limbah dapur, hingga mencoba pola makan vegetarian yang lebih ramah bumi. Semua langkah kecil ini bisa membawa perubahan besar bagi masa depan lingkungan.
Tim Redaksi kami terdiri dari:
Karya ini dibuat untuk keperluan kompetisi Mading Digital IDN Times Xplore 2025. Mading ini ditampilkan apa adanya tanpa proses penyuntingan dari redaksi IDN Times.
Esai: Latar Belakang

“Our planet’s alarm is going off, and it is time to wake up and take action!” – Leonardo DiCaprio.
Alarm bumi tak bisa diabaikan. Setiap detik diam kita, bumi semakin terluka. Kalimat ini merefleksikan urgensi krisis ekologis yang dihadapi bumi. Setiap detik tanpa tindakan berarti menambah luka bagi lingkungan. Saat ini, bumi berada pada fase kritis. Laporan Nature Food menunjukkan bahwa pola konsumsi berbasis nabati berpotensi menekan emisi karbon, penggunaan air, serta kebutuhan lahan hingga 75 persen dibandingkan pola makan berbasis hewani. Sementara itu, United Nations Environment Programme (UNEP) menegaskan bahwa penggunaan wadah sekali pakai memiliki dampak iklim yang signifikan, sedangkan wadah pakai ulang mampu menurunkan hingga 69 persen dampak tersebut ketika digunakan berulang kali.
Data ini menegaskan bahwa krisis lingkungan merupakan realitas yang tidak dapat dihindari, tetapi sekaligus menunjukkan bahwa solusi dapat dimulai dari keputusan sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks inilah peran generasi muda menjadi sangat vital. Pendidikan menumbuhkan kesadaran, sementara teknologi menyediakan sarana untuk berinovasi. Subtema “Muda Beraksi! Selamatkan Bumi lewat Edukasi dan Teknologi” merepresentasikan ajakan agar generasi muda hadir sebagai pelaku utama perubahan, bukan sekadar penonton.
Salah satu praktik konkret dari peran edukasi dalam membentuk perilaku berkelanjutan dapat dilihat di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. Di institusi ini, kesadaran lingkungan tidak hanya ditransmisikan melalui pembelajaran teoretis, melainkan dipraktikkan sebagai gaya hidup. Misalnya, siswa dibiasakan membawa wadah minum dan tempat makan pribadi, sehingga ketergantungan terhadap plastik sekali pakai dapat ditekan. Setiap penggunaan botol isi ulang pada hakikatnya adalah pengurangan potensi limbah plastik sekali pakai. Praktik sederhana ini secara simultan mengurangi volume sampah sekaligus menanamkan kesadaran ekologis.
Langkah lain yang diterapkan adalah pengelolaan sampah anorganik. Dua kali dalam seminggu, siswa diminta membawa sampah rumah tangga seperti plastik, kardus, maupun kertas bekas untuk kemudian dikumpulkan dan didaur ulang. Melalui kebiasaan ini, para siswa belajar bahwa sampah memiliki nilai ekonomi maupun ekologis apabila dikelola dengan tepat. Data Zero Waste Europe menunjukkan bahwa 76 persen studi menyimpulkan produk pakai ulang lebih ramah lingkungan dibanding produk sekali pakai. Praktik pengelolaan sampah di sekolah ini merupakan wujud nyata penerapan data tersebut, yakni menjaga bumi tetap lestari melalui strategi daur ulang.
Selain itu, sekolah ini juga mendorong kebiasaan bervegetarian. Hal ini selaras dengan temuan Tulane University yang menunjukkan bahwa diet vegetarian menghasilkan jejak karbon sekitar 1,2 kg CO₂ per 1.000 kalori, jauh lebih rendah dibanding pola makan omnivor yang mencapai 2,2 kg. Dengan demikian, pola makan nabati tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan individu, tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan. Dari praktik sehari-hari seperti konsumsi makanan, para siswa menemukan dimensi baru dalam kontribusi terhadap pelestarian bumi.
Tidak berhenti di situ, sekolah juga memperkenalkan praktik pembuatan eco-enzim dari limbah organik rumah tangga, seperti kulit buah dan sayuran. Eco-enzim ini dapat dimanfaatkan sebagai pembersih alami, pupuk cair, maupun pengusir serangga. Aktivitas ini tidak hanya mengurangi jumlah sampah organik yang berakhir di tempat pembuangan akhir, tetapi juga menumbuhkan kreativitas siswa dalam mengolah limbah menjadi produk yang bermanfaat. Dengan belajar membuat eco-enzim, siswa memahami bahwa sampah bukanlah sesuatu yang harus dibuang, melainkan dapat diubah menjadi solusi bagi keberlanjutan lingkungan.
Meski demikian, edukasi saja tidak cukup tanpa penguatan dari teknologi. Generasi muda hidup di era digital, sehingga perangkat digital dan media sosial dapat dimanfaatkan sebagai saluran kampanye lingkungan. Melalui teknologi, kebiasaan sederhana seperti menggunakan wadah pakai ulang, memilah sampah, atau membuat eco-enzim dapat diperluas dampaknya dengan menginspirasi khalayak yang lebih luas.
Selain itu, telah berkembang berbagai aplikasi digital yang memudahkan masyarakat dalam memilah sampah, mengelola bank sampah daring, hingga menghitung jejak karbon individu. Dengan demikian, teknologi berfungsi sebagai katalis yang memperbesar pengaruh praktik ramah lingkungan menjadi sebuah gerakan kolektif.
Esai: Kesimpulan

Pengalaman tersebut menunjukkan bahwa kontribusi terhadap kelestarian lingkungan tidak harus dimulai dari langkah besar. Tindakan sederhana seperti menggunakan botol isi ulang, memilah sampah untuk didaur ulang, memilih pola makan nabati, hingga membuat eco-enzim dari limbah organik rumah tangga merupakan bentuk nyata peran individu dalam merawat bumi. Jika praktik ini diperkuat oleh pendidikan yang berkesinambungan dan teknologi yang adaptif, maka akan lahir generasi muda yang memiliki komitmen tinggi terhadap penyelamatan lingkungan.
Bumi bukanlah warisan yang kita terima dari leluhur, melainkan titipan yang harus dijaga untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, tanggung jawab melestarikannya berada di tangan kita semua. Generasi muda tidak perlu menunggu memiliki kekuasaan atau sumber daya besar untuk berkontribusi. Cukup dimulai dari tindakan sederhana, dari diri sendiri, dan dari saat ini. Ketika langkah kecil individu bergabung menjadi gerakan kolektif, maka harapan baru bagi bumi akan selalu terbuka.
Infografik

Dengan sadar, kita memahami dampak sampah terhadap lingkungan dan mulai membiasakan perilaku ramah bumi. Kita memilah sampah berdasarkan jenisnya agar dapat diolah dan dimanfaatkan kembali, serta memulihkan lingkungan melalui penerapan prinsip 5R (Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle) untuk menekan timbunan sampah. Penerapan menjadi langkah sederhana namun bermakna untuk mengurangi pencemaran dan menciptakan lingkungan yang sehat. Dengan kesadaran dan aksi nyata setiap individu dapat berkontribusi menjaga kelestarian bumi agar tetap bersih, hijau, dan lestari bagi generasi mendatang.
Rubrik Diskusi: Infografik Pertamina

Green Movement merupakan sebuah program dari Pertamina yang diresmikan melalui Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) sebagai bagian dari penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Program ini memiliki tiga pilar utama, yaitu kampanye hidup sehat, edukasi dan sosialisasi gaya hidup ramah lingkungan, serta penguatan seni dan budaya berbasis lingkungan. Adanya Green Movement ini sangat mendukung pengurangan emisi, keberlanjutan ekosistem, penciptaan lapangan kerja, serta pertumbuhan ekonomi yang efisien sumber daya. Inisiatif Pertamina ini dalam mendorong perubahan menuju energi yang lebih ramah lingkungan dapat dilihat melalui beberapa layanan yang disediakan, seperti bahan bakar hijau PERTAMAX GREEN 95 dan SPBU Green Energy Station.
Foto Bercerita

Melalui kegiatan bersih-bersih ini, tim berupaya menunjukkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan dapat diwujudkan melalui langkah sederhana yang dilakukan secara bersama-sama. Setiap rangkaian aksi, baik di kawasan perumahan maupun di Pantai Tanjung Pasir, menjadi cerminan nyata dari kerja sama, tanggung jawab, dan komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Foto Bercerita

Lebih dari sekadar membersihkan sampah, kegiatan ini juga menegaskan pentingnya menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa bumi adalah rumah bersama yang wajib dijaga. Harapannya, kegiatan ini dapat menginspirasi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk terus berkontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan secara berkesinambungan.