Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tips Menghilangkan Ketakutan Saat Ingin Memiliki Anak

Ilustrasi pasangan (Pexels.com/cottonbro studio)

Memutuskan untuk punya anak bukan cuma soal kesiapan finansial atau usia yang ideal. Lebih dari itu, banyak dari kita—terutama generasi muda—justru dihantui oleh ketakutan yang gak selalu kelihatan di permukaan: takut gak jadi orang tua yang baik, takut kehilangan kebebasan, sampai takut anak nanti gak bahagia. Dan jujur aja, rasa takut itu valid. Tapi jangan biarkan itu mengendalikan keputusan besar dalam hidupmu.

Kalau kamu sekarang ada di fase galau, antara ingin punya anak, tapi takut gak sanggup, kamu gak sendiri. Banyak pasangan (atau bahkan individu) yang mikir hal yang sama. Tapi overthinking bukan solusi.

Yang kamu butuh sekarang adalah perspektif baru dan pendekatan yang lebih realistis, tapi tetap mindful. Biar kamu bisa bikin keputusan dengan tenang—tanpa drama yang gak perlu. Yuk, kita bahas satu per satu.

1. Kenali sumber ketakutanmu, jangan cuma dianggap sepele

Ilustrasi seorang pria (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kadang kita ngerasa takut tapi gak tahu sebenarnya takut akan apa. Padahal kalau ditelusuri, bisa jadi kamu trauma dari pola asuh waktu kecil, atau terlalu banyak menyerap konten negatif tentang parenting di media sosial.

Penting buat ngakuin perasaan itu dulu. Validasi rasa takutmu, bukan dipendam atau dihindari. Karena selama kamu belum tahu sumbernya, kamu bakal terus merasa gak siap dan mudah terintimidasi.

Coba luangkan waktu buat ngobrol sama diri sendiri atau pasangan: “Apa sih sebenarnya yang aku takutin?” Setelah itu, bisa lanjut konsultasi dengan psikolog atau ikut support group orang tua muda.

Ketika ketakutanmu punya ‘nama’, kamu jadi bisa belajar cara menghadapi atau bahkan menyiasatinya. Ingat, kamu gak harus sempurna, kamu hanya perlu cukup sadar untuk terus bertumbuh.

2. Ubah mindset dari takut gagal jadi siap belajar

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/ismail yazıcı)

Banyak dari kita tumbuh dengan standar bahwa orang tua harus serba bisa, padahal jadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup. Jadi, kalau kamu takut ‘gagal’, mungkin kamu perlu redefinisi dulu arti ‘sukses’ sebagai orang tua. Gak ada kurikulum pasti dalam membesarkan anak, yang penting kamu punya niat untuk belajar dan bertumbuh bareng.

Alih-alih mikir "aku gak akan cukup baik," coba ganti dengan "aku akan terus belajar jadi lebih baik." Pola pikir kayak gini bikin kamu lebih realistis dan gak gampang stres. Bahkan, anak-anak justru butuh orang tua yang jujur, terbuka, dan gak malu buat minta maaf kalau salah. Anak gak butuh superhero—mereka butuh manusia yang hadir dan tulus.

3. Batasi konsumsi konten yang bikin overthinking

Ilustrasi seorang wanita (Pexels.com/Ivan Samkov)

Scrolling media sosial bisa jadi racun kalau kamu terus-menerus melihat konten parenting yang idealis atau penuh drama. Bukannya jadi tercerahkan, kamu malah makin takut karena membandingkan hidupmu dengan narasi orang lain. Ingat, algoritma itu ngasih apa yang kamu sering lihat, jadi hati-hati membiarkan pikiranmu didikte oleh konten yang gak sepenuhnya relevan.

Kamu bisa mulai detox digital: unfollow akun-akun yang bikin kamu cemas, dan mulai follow akun yang edukatif, suportif, dan jujur soal parenting. Cari insight dari psikolog, content creator yang open dan realistis, atau komunitas yang memang fokus pada growth mindset. Biar kamu bisa punya gambaran yang lebih utuh, bukan cuma potret estetik dari kehidupan orang lain.

4. Bangun tim support system sebelum butuh

Ilustrasi pasangan (Pexels.com/Thirdman)

Punya anak bukan cuma tentang kamu dan pasangan, tapi juga tentang sistem pendukung yang sehat. Ini bukan berarti kamu harus bergantung penuh ke orang lain, tapi lebih ke menyadari bahwa kamu gak harus jalan sendiri. Support system bisa berbentuk keluarga, teman, tetangga, atau profesional seperti konselor dan doula.

Jadi, mulai sekarang, bangun relasi yang saling dukung. Ceritakan kekhawatiranmu ke orang yang kamu percaya, dan cari tahu siapa aja yang bisa kamu andalkan nanti. Bahkan kalau kamu memilih untuk jadi orang tua tunggal, punya sistem pendukung tetap penting. Karena faktanya, rasa aman dan bahagia itu lebih gampang dicapai kalau kita tahu kita gak sendiri.

5. Fokus ke nilai yang mau kamu tumbuhkan, bukan ke kesempurnaan

Ilustrasi pasangan (Pexels.com/Pavel Danilyuk)

Kalau kamu terlalu fokus sama standar ideal—anak harus pintar, sopan, rajin, dll—kamu bakal gampang overwhelmed. Tapi kalau kamu fokus ke nilai: misalnya kejujuran, empati, atau kemandirian, kamu bisa punya arah yang lebih jelas dan lebih manusiawi dalam membesarkan anak. Nilai itu yang nanti bakal nempel terus, bukan pencapaian.

Dengan punya kompas nilai, kamu bisa lebih tenang dalam mengambil keputusan. Kamu juga jadi bisa menerima bahwa setiap anak unik, dan perjalanan setiap keluarga gak harus sama. Parenting bukan lomba, tapi proses membangun manusia yang utuh. Dan itu dimulai dari dirimu sendiri yang terus mau belajar dan bertumbuh.

Ketakutan sebelum punya anak itu wajar, tapi bukan alasan untuk membatalkan semua kemungkinan yang sebenarnya bisa jadi indah. Hidup ini soal merangkul ketidaksempurnaan dan belajar di tengah jalan.

Jadi, kalau kamu sedang berada di persimpangan antara ragu dan yakin, tarik napas, dan kasih ruang untuk percaya. Percaya bahwa kamu bisa jadi orang tua versi terbaikmu—versi yang sadar, adaptif, dan penuh kasih. Pelan-pelan aja, asal konsisten, kamu akan sampai juga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ananda Zaura
EditorAnanda Zaura
Follow Us