Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Haus Validasi Kemapanan Finansial, Prioritasnya Terlihat Kaya

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/Jonathan Borba)

Haus validasi dari orang lain bisa mengenai apa saja. Tidak hanya tentang benar atau salah pandangan dan perasaan, tetapi dapat pula hingga ke soal kemapanan finansial. Individu yang mengharapkan pengakuan atas kelas ekonominya yang tinggi bakal menonjolkan simbol-simbol kekayaan.

Dia tidak memikirkan apakah sikap seperti itu tepat atau gak. Kepekaan sosialnya kurang sehingga ia tak mau tahu dampaknya terhadap orang lain. Juga pandangan mereka kepada dirinya akibat tindakan yang secara tidak langsung cuma menggambarkan keinginannya untuk diakui sebagai orang kaya.

Ia berusaha habis-habisan untuk menunjukkan kemampuannya secara materi. Walaupun di mata orang lain justru menjadi tampak norak, buatnya terasa sebagai kebanggaan besar. Di circle-mu pun mungkin ada teman atau saudara yang perilakunya seperti di bawah ini.

1. Semua orang harus tahu brand-brand ternama yang dipakainya

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/miguel guillermo guevara garcia)

Memakai produk dari brand ternama sama sekali tidak salah. Kalau daya beli seseorang sesuai dan ia merasa cocok ketika menggunakannya, kenapa tidak? Itu pilihan pribadi yang juga mesti dihargai. Akan tetapi, sikapnya menjadi gak etis bahkan mengganggu orang lain apabila dia berlebihan dalam memberitahukan merek produk-produk yang dipakainya.

Pasalnya, ia bukan influencer atau afiliator. Dia tidak sedang mempromosikan brand-brand  tersebut. Apa yang dilakukannya dengan mendadak membicarakan atau mengunggah dengan jelas produk-produk ternama semata-mata agar orang lain tahu bahwa ia memakainya.

Kalaupun sebenarnya masih ada produk dari brand kurang ternama yang digunakannya, tentu saja ia tidak pernah menyebutnya. Sebab menyebutkan merek produk yang murah gak membantunya untuk terlihat kaya. Dia hanya ingin sebanyak mungkin orang tahu bahwa barang branded telah menjadi bagian dari kesehariannya.

2. Senang sekali mengunggah kemewahan hidupnya di medsos

ilustrasi berfoto (pexels.com/Vera Zaharieva)

Standar kemewahan memang bisa relatif. Apa yang disebut mewah oleh satu orang dapat dipandang biasa oleh orang lain karena kemampuan finansialnya lebih tinggi. Akan tetapi, sebagai panduan bersikap di tengah orang-orang dengan beragam kelas ekonomi ada dua hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, kemewahan adalah segala hal yang bukan kebutuhan pokok dan sekunder. Sandang, pangan, dan papan merupakan kebutuhan pokok. Kendaraan pribadi jika lebih baik dimiliki untuk menunjang kegiatanmu termasuk dalam kebutuhan sekunder. Tetapi kendaraan pribadi dengan harga paling mahal di kelasnya merupakan kemewahan atau tersier.

Kedua, mewah juga bisa berarti segala hal yang tidak dimiliki oleh rata-rata orang di circle-mu. Misalnya, rata-rata temanmu cuma punya sepeda motor. Itu pun gak baru-baru amat. Akan tetapi, kamu sudah memiliki mobil yang cukup baru. Harga dan kenyamanannya jelas berlipat-lipat dari sepeda motor mereka.

Dirimu mempunyai kemewahan yang tak dimiliki orang-orang di circle-mu. Begitu juga pesta yang hanya bisa dihadiri kalangan atas, penginapan supermahal, dan sebagainya. Apabila seseorang menonjolkan barang atau kehidupan yang memenuhi dua kriteria kemewahan di atas barangkali ia sedang mencari pengakuan dari circle-nya. Bahwa dia lebih mampu dari mereka semua.

3. Terus membicarakan gajinya yang tinggi

ilustrasi tiga perempuan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Membicarakan pendapatan sebenarnya juga gak selalu salah. Masalahnya, dengan siapa ia membahasnya? Kalau gaji yang tinggi dibicarakan dengan orang yang memang ingin tahu tentu tidak apa-apa. Namun, dia lebih seperti sedang menyiarkannya ke semua orang.

Ia gak peduli orang lain penasaran atau tidak dengan pendapatannya. Terpenting dia mengumumkannya karena ia cukup percaya diri penghasilannya lebih tinggi dari mereka. Kalaupun seseorang tidak bekerja, ia tak habis-habisnya membanggakan gaji pasangannya yang besar.

Kerap kali ia terjatuh dalam sikap meremehkan gaji orang lain apalagi sebatas upah minimum. Orang berpendapatan tinggi yang tidak haus validasi kemapanan finansial malah biasanya enggan menyebutkan angka pastinya. Tapi orang yang sangat ingin dikenal kaya sampai gak sadar bahwa pembahasan pendapatan ini sensitif sekaligus gak etis dilakukan di sembarang tempat dan pada siapa saja.

4. Penting baginya memberitahukan pengeluarannya yang besar

ilustrasi dua perempuan (pexels.com/Gustavo Fring)

Dia mengatakan nominal pengeluarannya baik secara keseluruhan maupun terperinci bukan dalam rangka mengeluh. Walaupun cara penyampaian bisa seperti orang lagi sambat, sesungguhnya motivasinya hanyalah pamer. Misalnya, dia berkata pengeluarannya banyak sekali sampai menyebutkan angka-angkanya.

Seperti belanja bulanan sekian juta, biayanya sekali makan di luar, harga berbagai tiket pelesiran dan penginapannya, serta lainnya. Kalau diperhatikan, dia masih punya banyak pilihan untuk mengecilkan pengeluarannya. Tentu hanya jika ia mau berhemat. Seperti dengan memilih produk pengganti yang lebih murah atau mengurangi jatah pikniknya.

Tapi karena tujuannya tak lebih dari mencari validasi kemapanan finansial, maka lebih besar pengeluarannya lebih baik. Apabila dia menurunkan pengeluarannya, apa yang hendak dipamerkan? Makin kecil belanjanya dalam hal apa saja malah membuatnya makin malu dan takut dianggap gak kaya.

5. Mentertawakan barang atau liburan murah orang lain

ilustrasi tertawa (pexels.com/Matheus Bertelli)

Merendahkan orang lain juga menjadi caranya agar terlihat lebih tinggi daripada mereka. Pilihan orang lain untuk menggunakan barang murah atau liburan yang lebih ekonomis baginya merupakan hal yang rendah. Apalagi jika dia tahu seseorang memang terbatas secara finansial.

Penghinaannya menjadi jauh lebih kejam. Fokusnya hanya pada seberapa mahal atau murah barang dan liburan orang lain. Maka tak jarang pula dia salah mengejek orang yang sebetulnya lebih berada tapi penampilannya sederhana. Ia gak mampu memahami bahwa kebahagiaan orang lain tidak selalu ditentukan dari mahal atau murahnya sesuatu.

Ia sukar menerima fakta bahwa orang lain dapat sama bahagianya bahkan melampaui kebahagiaan dirinya dengan modal yang lebih kecil. Dia merasa barang serta liburan murah orang lain sebagai keadaan yang mengenaskan. Namun, itu pun bukannya menumbuhkan empatinya justru membuatnya mengejek habis-habisan.

Kemapanan finansial sebetulnya tidak membutuhkan validasi dari siapa pun. Dengan atau tanpa pengakuan dari orang lain, jumlah saldo tabungan hingga aset telah menjadi bukti yang tak terbantahkan atas kekayaan secara materi. Namun, beberapa orang merasa belum puas apabila tidak terlihat kaya.

Kadang mereka malah sampai ngoyo demi mendapatkan validasi sekalipun aslinya kehidupan keuangannya morat-marit. Semoga kamu gak begitu, ya. Tidak perlu haus validasi dalam hal apa pun, apalagi terkait materi. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tania Stephanie
EditorTania Stephanie
Follow Us