5 Tips Kurangi Rasa Bersalah Gagal Menahan Dorongan Belanja Impulsif

Belanja impulsif menjadi penyebab pemborosan yang perlu dikendalikan. Baik kamu membeli sesuatu yang mahal atau murah tetapi sering, keduanya sama-sama bisa bikin kantong jebol. Kalau dorongan untuk berbelanja tanpa rencana dapat ditahan, keuanganmu bakal lebih sehat.
Akan tetapi, menghentikan kebiasaan belanja impulsif juga tidak mudah. Bahkan ketika kamu sudah mulai mengalami masalah keuangan, mendadak berhenti belanja di luar rencana tetap terasa sulit. Di bulan-bulan pertama bahkan sampai setahun kamu masih dalam tahap menyesuaikan diri.
Normal kalau dirimu kali gagal mengendalikan dorongan berbelanja secara impulsif. Khususnya ketika baru gajian, banyak diskon, ada produk yang baru dirilis dan terbatas, serta emosi lagi gak stabil. Lalu, bagaimana jika ini terjadi? Rasa bersalah dan gagal yang otomatis muncul harus disikapi dengan bijaksana. Berikut lima caranya.
1. Cek apakah barang yang dibeli akhirnya bakal dipakai juga?

Contoh barang yang dibeli akhirnya pasti dipakai juga ialah kebutuhan rumah tangga. Seperti sabun, sampo, pasta gigi, dan sebagainya. Sebenarnya awal bulan kamu sudah berbelanja untuk kebutuhan empat minggu sekalian. Misalnya, sabun batang 4 buah, pasta gigi ukuran sedang 1 buah, dan sampo yang cukup untuk sebulan.
Akan tetapi ketika kamu masuk minimarket sepulang kantor, niat cuma beli kopi malah ditambah belanja barang-barang di atas lagi. Penyebabnya mungkin ada label diskon dan dirimu merasa sayang untuk melewatkannya. Kemarin ketika kamu berbelanja bulanan belum ada diskon.
Sekalipun belanjamu di luar perencanaan, jangan terlalu merasa bersalah. Semua produk yang dibeli itu pada dasarnya juga bakal terpakai bulan depan. Kamu bisa menyimpannya tanpa rasa bersalah. Namun, pastikan bulan depan dirimu gak menambah barang serupa. Hapus dulu dari daftar belanjamu bulan depan biar stok tak menumpuk terlalu banyak di rumah dan bikin keuangan tidak sehat.
2. Periksa frekuensi kegagalan menahan dorongan belanja per bulan

Sudah berapa kali kamu gagal menahan dorongan belanja impulsif di bulan ini dan sebelumnya? Kalau bulan lalu dirimu belanja impulsif 3 kali dalam seminggu dan sekarang sudah turun menjadi 2 kali, artinya ada kemajuan. PR berikutnya adalah jangan sampai minggu depan belanja impulsif tambah sering dilakukan.
Nanti di akhir bulan total belanja impulsif lebih banyak daripada bulan lalu. Ini artinya, kamu mengalami kemunduran dalam upaya menjaga keuangan agar lebih sehat. Selama kamu mampu mengurangi frekuensi belanja impulsif, apresiasi diri. Jaga semangatmu supaya tak cepat merasa gagal.
Bila sekali gak tahan untuk belanja impulsif membuatmu merasa gagal total dalam melakukan penghematan, nanti kamu mudah menyerah. Seolah-olah dirimu tak bakal bisa berbelanja secara lebih terencana. Padahal, ini cuma karena kamu masih dalam tahap belajar mendisiplinkan diri dan berbelanja dengan kesadaran penuh.
3. Lihat apakah membahayakan bujet atau tidak?

Misalnya, saat kamu jalan-jalan ada toko yang menjual jam tangan bekas dengan harga sangat murah. Lantaran harganya jauh di bawah jam tangan baru dan ada model yang menarik, dirimu pun impulsif membelinya. Sesampainya di rumah, kamu baru bertanya-tanya dan menyalahkan diri. Kenapa dirimu mesti membawanya pulang?
Tenang, kamu memang gagal dalam menahan dorongan belanja impulsif. Namun, tidak lantas keuanganmu pasti dalam keadaan berbahaya. Cek dulu anggaran belanja yang telah dibuat. Boleh jadi sejauh ini kamu sudah menghemat pengeluaran. Seperti tempo hari berhasil memperoleh diskon lebih banyak ketika belanja bulanan.
Atau, kamu mendapatkan kiriman aneka bahan makanan yang bisa mengurangi belanja bahan dapur. Sementara harga jam tangan bekas hanya 20 atau 40 ribu rupiah. Selama harga barang yang dibeli dalam belanja impulsif gak bikin uang belanjamu membengkak, maafkan diri. Dorongan berbelanja memang gagal dikendalikan, tetapi tidak berpengaruh buruk terhadap keuanganmu.
4. Jual kembali barang yang telanjur dibeli, tetapi gak dibutuhkan

Kalau produk yang dibeli gak semurah jam tangan bekas seperti dalam poin 3 memang menjadi persoalan yang cukup serius. Juga bukan bagian dari kebutuhan rumah tangga yang dapat digunakan bulan depan. Contohnya, kamu impulsif membeli tas dan sejumlah pakaian baru. Padahal, tas serta pakaianmu sudah banyak sekali.
Pun setiap produk harganya ratusan ribu rupiah. Dirimu telah merogoh kocek terlalu dalam dan mengacaukan anggaran belanja. Uang yang seharusnya cukup sampai akhir bulan telah hampir habis di dua minggu pertama. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan keuanganmu ialah dengan secepatnya menjual kembali barang itu.
Tawarkan dengan gencar ke teman-teman baik secara langsung maupun melalui media sosial. Kalau kamu dapat menjual dengan harga sedikit lebih tinggi daripada harga beli, ini bagus sekali. Bukannya rugi gara-gara kebiasaan belanja impulsif, dirimu justru mendapatkan keuntungan. Namun, berhasil menjual dengan harga sesuai setruk pembelian juga sudah baik.
Terpenting uangmu kembali seperti semula. Lalu bagaimana jika penawaran tertinggi masih di bawah harga belinya? Apabila kamu benar-benar butuh uangnya buat melanjutkan hidup sampai akhir bulan, lepaskan saja. Meski rugi sedikit, ini akan menjadi pelajaran berharga biar ke depan dirimu gak sembarangan lagi dalam berbelanja.
5. Optimis besok lebih mampu menahan keinginan

Menjaga optimisme selama kamu belajar lebih tertib dalam berbelanja sangat penting. Jangan sampai dirimu mudah menyerah hanya karena kali gagal menahan dorongan belanja impulsif. Memang kamu gak boleh terlalu bersikap toleran pada setiap belanja impulsif yang masih saja dilakukan.
Akan tetapi, masalah itu sudah dapat diatasi dengan empat cara sebelumnya. Bahkan mampu menjual kembali produk yang telanjur dibeli juga bukan hal yang mudah secara psikis. Tentu ada perasaan sayang dan ingin memiliki barang tersebut sekalipun keuanganmu jadi berantakan.
Bila kamu tetap bisa melakukannya, yakinlah bahwa ke depan bakal lebih gampang untukmu menahan dorongan berbelanja. Dirimu telah memahami berbagai konsekuensi dari belanja impulsif, batas aman kalau masih saja kecolongan, serta kerepotan saat harus menjual kembali barangnya. Memiliki kepercayaan diri bahwa kamu mampu mengendalikan aliran uangmu menjadi modal penting dalam pengelolaan keuangan.
Walaupun tujuan akhirnya adalah kamu berhenti total dari kebiasaan belanja impulsif, latihannya tetap butuh proses. Jangan terlalu keras pada diri sendiri sampai seakan-akan kamu tengah membelanjakan uang orang lain dan perlu dihukum seberat-beratnya. Pahami pula bahwa manusia memang makhluk yang mudah menginginkan sesuatu. Gak usah kaget bila pada kenyataannya, belanja impulsif kadang masih saja terjadi.