5 Alasan Psikologis Kita Lebih Suka Membeli Buku daripada Membaca

- Terjebak ilusi perbaikan diri saat membeli buku
- Merasakan ilusi menguasai pengetahuan lewat kepemilikan buku
- Mengejar kebahagiaan instan dari sensasi membeli buku
Bagi banyak orang, membeli buku sering kali terasa lebih menyenangkan daripada benar-benar membacanya. Ada sensasi puas ketika melihat tumpukan buku baru di meja atau rak, seolah-olah kita sedang menjadi versi diri yang lebih pintar dan berwawasan luas. Namun, rasa semangat itu sering kali berhenti hanya sampai tahap membeli, bukan pada proses membaca.
Fenomena ini bukan tanda malas atau kurang niat, melainkan berkaitan dengan cara kerja pikiran dan perasaan kita. Otak manusia memang cenderung mencari kepuasan cepat dan rasa pencapaian instan. Berikut lima alasan psikologis membeli buku terasa lebih menggoda dibanding membaca isinya.
1. Terjebak ilusi perbaikan diri saat membeli buku

Saat kita membeli buku, terutama buku pengembangan diri atau novel serius, ada perasaan seolah-olah kita sudah selangkah lebih dekat dengan versi diri yang lebih baik. Membeli buku membuat kita merasa sedang berinvestasi pada pengetahuan, meskipun belum membuka halaman pertamanya. Hal ini adalah bentuk harapan bahwa buku itu akan membawa perubahan positif dalam hidup kita.
Namun, perasaan itu sering kali hanya ilusi yang memberi rasa puas sesaat. Kita merasa telah melakukan sesuatu yang bermanfaat, padahal belum benar-benar bertindak. Akibatnya, buku-buku itu akhirnya menumpuk, menjadi simbol niat baik yang belum terwujud.
2. Merasakan ilusi menguasai pengetahuan lewat kepemilikan buku

Secara psikologis, kita cenderung lebih menghargai sesuatu begitu kita memilikinya. Saat membeli buku, otak melepaskan dopamin yang memberi rasa puas karena kini benda itu menjadi bagian dari diri kita. Rasanya seperti memiliki sebagian dari dunia pengetahuan hanya dengan menyimpannya di dalam rak.
Kepemilikan buku memberi rasa aman karena kita tahu sumber ilmu itu tersedia kapan saja jika dibutuhkan. Bahkan tanpa membacanya, buku itu tetap memberi rasa nyaman seolah pengetahuan tersebut sudah kita kuasai. Hal itu menjadi alasan banyak orang merasa bangga hanya dengan melihat koleksi buku yang terus bertambah, tanpa benar-benar membacanya.
3. Mengejar kebahagiaan instan dari sensasi membeli buku

Kita sering merasa bahagia sesaat setelah berhasil membeli buku baru, apalagi jika mendapat diskon atau paket yang menarik. Proses transaksi, melihat desain sampul, dan aroma kertas baru memicu dopamin yang memberi rasa senang dan puas. Semua itu memberikan pengalaman emosional yang cepat dan mudah dinikmati.
Berbeda dengan membaca, yang membutuhkan waktu dan fokus untuk mendapatkan kepuasan. Membaca memberikan hasil dalam jangka panjang dan sering kali menantang karena melibatkan konsentrasi dan pemahaman. Jadi, tidak heran jika banyak orang lebih memilih kebahagiaan instan dari membeli buku dibanding usaha jangka panjang dari membacanya.
4. Menghindari rasa gagal memahami dengan menunda membaca buku

Sebagian orang sengaja menunda membaca karena takut tidak bisa memahami isi bukunya. Apalagi jika buku itu terlihat sulit atau terlalu serius, rasa cemas bisa muncul lebih dulu. Akhirnya, membeli buku saja sudah terasa cukup karena mampu memberi rasa tenang seolah kita sudah melakukan hal bermanfaat.
Tanpa disadari, kebiasaan demikian menjadi cara untuk melindungi diri dari rasa gagal. Kita takut kecewa jika ternyata tidak mengerti isi buku yang dianggap penting. Sehingga, banyak buku yang akhirnya hanya tersimpan rapi di rak tanpa pernah benar-benar dibaca.
5. Menikmati ilusi kebahagiaan dari proses berburu buku

Ada rasa puas tersendiri ketika kita berhasil menemukan buku yang diinginkan. Proses mencarinya sering kali menjadi pengalaman yang menyenangkan, mulai dari menjelajahi toko buku, membaca ulasan, hingga menemukan edisi langka atau harga terbaik. Proses itu memberi sensasi seperti sedang mencapai sesuatu yang penting, bahkan sebelum buku dibaca.
Bagi sebagian orang, kegiatan berburu menjadi bentuk hiburan dan cara melepas penat dari rutinitas. Membeli buku bukan lagi soal memperkaya pengetahuan, tetapi tentang perasaan senang selama mencarinya. Akhirnya, membaca buku menjadi hal yang tertunda karena kepuasan terbesar justru datang dari proses berburu itu sendiri.
Membeli buku memang bisa memberi rasa bahagia dan semangat baru, tetapi manfaat sesungguhnya baru terasa ketika mulai membaca dan memahami isinya. Tidak masalah jika kita memiliki banyak buku yang belum terbaca, asal ada niat untuk mulai sedikit demi sedikit. Setiap halaman yang kita baca adalah langkah kecil menuju versi diri yang lebih baik.


















