6 Batasan Ini Dulu Diabaikan, Sekarang Jadi Prioritas Utama

- Merespons chat secepat kilat untuk menghindari rasa bersalah dan dianggap sombong oleh orang lain.
- Selalu mengiyakan demi kenyamanan orang lain, padahal perlu berani mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang tenang.
- Membiarkan candaan yang kelewat batas dan menjadi tempat pelampiasan emosi orang lain dapat melelahkan dan harus ditetapkan batasnya.
Pada proses menuju pendewasaan, kita lebih sering memberikan banyak ruang kepada orang lain dibandingkan kepada diri kita sendiri. Banyak hal yang dulu kita korbankan dari diri kita demi menyenangkan dan dianggap ‘pengertian’ oleh orang lain. Kita terlalu takut terhadap kehilangan seseorang dan menolak sesuatu. Semakin ke sini, kita pun mulai mengerti bahwa memiliki batasan sangatlah penting agar kita gak capek sendiri dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Berikut ini beberapa jenis batasan yang dulu sering kita abaikan.
1. Merespons chat secepat kilat

Biasanya, kita akan merasa bersalah jika tidak langsung membalas pesan yang baru masuk. Padahal, kita hanya sedang sibuk, capek, atau ingin butuh ruang buat diri sendiri. Mulai saat ini, sadarilah bahwa tidak semua pesan yang masuk harus dijawab seketika. Kita tidak perlu merasa takut akan dianggap sombong oleh orang lain. Keseimbangan diri dan kesehatan mental menjadi hal yang utama bagi diri kita.
2. Selalu mengiyakan demi kenyamanan orang lain

Kita seringkali menyenangkan orang lain dengan selalu mengikuti kemauannya, walaupun kita merasa tidak ingin. Demi menghindari konflik, kita rela mengorbankan rasa nyaman terhadap diri sendiri. Sekarang, beranilah untuk mengungkapkan ketidaksetujuan kita dengan cara yang tenang dan santun. Dengan demikian, kita bisa menjadi orang yang lebih jujur secara personal.
3. Membiarkan candaan yang kelewat batas

Candaan gak lucu yang dilontarkan oleh orang lain terkadang membuat kita risih dan menyinggung. Homor yang sifatnya ngeledek seperti soal, fisik, status, hingga trauma seseorang, gak layak dijadikan sebagai bahan untuk membuat orang tertawa. Karena takut dianggap sebagai orang yang gak asyik, kita justru menormalisasikan candaan yang gak diwajarkan itu. Kini, jangan biarkan lawakan yang gak pantas tersebut membudaya cuma demi menjaga suasana.
4. Menjadi sosok yang siap sedia saat orang lain butuh

Dulu kita mengira bahwa selalu hadir untuk orang lain adalah sebagai wujud kepedulian kita terhadap orang tersebut. Datang saat dibutuhkan, mendahulukan kepentingan mereka, hingga menjadi sosok yang diandalkan, bukankah semua ini melelahkan? Tanpa adanya batasan, kita malah tidak punya waktu untuk diri sendiri dan mengorbankan diri. Sekarang kita sadar, perlunya menetapkan batasan waktu, energi, dan hati kepada orang lain. Bukan karena kita egois, melainkan kita harus menghargai diri sendiri.
5. Orang lain turut campur terhadap urusan pribadi

Dalam kehidupan personal, kita kerap kali mempersilahkan orang lain masuk terlalu jauh. Mencampuri berbagai aspek pribadi kita seperti, karier, pasangan, hingga cara kita menjalani hidup. Tanpa sadar, hal tersebut justru mengusik batasan kita. Makanya, kita mulai belajar bahwa, tidak semua ranah privasi kita harus diketahui dan dijelaskan seluruhnya oleh orang lain.
6. Menjadi tempat pelampiasan emosi orang lain

Ada kalanya orang mendatangi kita bukan hanya untuk mengobrol, melainkan melampiaskan segala bentuk perasaan marah, sedih, atau pun kecewa. Kita dulu berusaha untuk mendengarkannya dan memposisikan diri sebagai ‘teman yang baik’. Akan tetapi, kapasitas hati dan energi kita sangat terbatas untuk menampung seluruh perasaan orang lain yang bahkan bukan milik kita. Sudah seharusnya kita memahami bahwa emosi seseorang bukan menjadi tugas dan tanggung jawab kita atau siapa pun kecuali dirinya sendiri.
Kita tidak akan menjadi seseorang yang egois dan jahat apabila kita menetapkan batasan terhadap orang lain. Justru, hubungan akan menjadi lebih sehat ketika kita mampu saling menjaga dan menghargai batasan dengan baik. Kita memberikan pagar batasan bukan untuk menjauh, tapi demi menghormati dan menjaga diri.