Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Stop Mengulangi Kesalahan, 4 Cara Cerdas Menganalisis Kegagalan!

potret karyawan sedang berdiskusi di ruangan (unsplash.com/Cherrydeck)
Intinya sih...
  • Ketika menghadapi kegagalan, penting untuk meredakan emosi negatif terlebih dahulu agar dapat berpikir fleksibel dan jangka panjang.
  • Memberikan waktu khusus untuk menganalisis kegagalan dapat membantu dalam menyikapinya dengan bijak serta melatih pandangan positif terhadap kegagalan.
  • Fokus pada rencana selanjutnya setelah kegagalan terjadi, daripada memikirkan situasi yang sudah terjadi di masa lalu.

Semua orang pasti pernah mengalami momen saat kinerja menurun, hingga sebabkan kegagalan. Ketika berada dalam posisi ini kamu mungkin termotivasi untuk segera membalas kegagalan tersebut dengan berusaha tampil lebih baik di lain waktu. Di sisi lain, membalikan keadaan dengan tampil lebih prima tidak semudah kelihatannya. Kamu harus benar-benar tahu dan paham lebih dahulu apa yang salah dan membuatmu gagal.

Di sisi lain, orang cenderung terjebak pada nilai kognitif dan emosional umum, ketika mencoba memahami kegagalan tersebut. Kondisi ini membuat kamu bisa lebih sulit menganilisis penyebab kegagalan itu sendiri, sehingga tidak dapat memperbaikinya dengan tepat.

Jadi, sebelum benar-benar mengoptimalkan usaha terbaik lain untuk memperbaiki kegagalan, ada beberapa sikap yang dapat kamu lakukan lebih dahulu dalam upaya menganalisis kegagalan tersebut, apa saja?

1. Beri diri kamu waktu selama 24-28 jam untuk memahami perasaan lebih jauh

potret karyawan sedang berdiskusi (unsplash.com/Andreea Avramescu)

Saat kamu mendapati diri alami kegagalan, sering kali kamu akan diliputi emosi berupa kekecewaan mendalam, perasaan terkejut, dan panik. Semua emosi tersebut cenderung membuat kamu menjadi kurang kondusif untuk berpikir fleksibel maupun jangka panjang.  Jika kamu terus mendorong diri untuk berpikir akurat, sementara seluruh emosi negatif tersebut masih meliputi, bisa mendatangkan lebih banyak kerugian daripada manfaat untuk diri kamu sendiri.

Kamu perlu memahami, jika sifat defensif yang spontan dapat merusak hubungan dan reputasi kamu hingga menimbulkan masalah yang lebih besar. Jadi, daripada langsung berusaha fokus untuk perbaiki kegagalan, jangan lupa untuk memberikan ruang agar emosi tersebut mereda terlebih dahulu. Sebuah catatan dari Pychology Today menyebutkan, seseorang cenderung lebih baik menerima kritik di pagi hari. Cobalah untuk menganalisis kembali kegagalan yang kamu terima di pagi hari, agar kamu bisa lebih bijak.

2. Beri batasan analisis kamu pada waktu tertentu

potret karyawan sedang menyampaikan pendapat di forum (unsplash.com/The Jopwell Collection)

Saat seseorang menerima kegagalan, tak jarang di antara mereka bisa terjebak dalam kekecewaan dan semua energi negatif, dengan terus memikirkannya selama berminggu-minggu setelahnya di sepanjang hari. Membiarkan pikiran negatif akan kegagalan tersebut justru dapat merusak aktivitas lain. Proses tersebut bukan merenung, tetapi lebih seperti meratapi kemalangan, tidak dapat membantumu berpikir jernih atau memecahkan masalah.

Jadi, kamu disarankan untuk mendedikasi rentang waktu tertentu untuk dapat fokus menganalisis kegagalan yang dialami. Misalnya, di kantor kamu sediakan waktu pada pukul 09.00-09.30 untuk memikirkan kesalahan yang diperbuat. Membiasakan meluangkan waktu khusus  untuk memikirkan kegagalan akan membuat kamu bisa menyikapinya dengan lebih bijak. Di sisi lain, juga menjadi cara yang bagus untuk berlatih melihat kegagalan sebagai sesuatu wajar yang setiap manusia bisa lakukan. Jadi, selama sisa hari kerja, kamu bisa lebih memikirkan prioritas lain.

3. Berpikiran terbuka tentang konsekuensi kegagalan

potret karyawan sedang berdiskusi (unsplash.com/CoWomen)

Sangat mudah untuk menyimpulkan bahwa kegagalan besar dan penting (terutama yang bersifat publik) akan berdampak pada arus hidup kamu. Namun, daripada kamu fokus pada berbagai prediksi negatif yang menguasai pikiran, lebih baik ubah pola pikir tersebut. Lihatlah bagaimana kegagalan besar juga dapat mendorong kamu melakukan perubahan besar,  pikirkan bagaimana kegagalan sebenarnya hanya akan berdampak kecil, hingga bagaimana kegagalan yang justru akan menuntun dari jalur yang tidak terlalu kamu kuasai, ke jalur lain yang lebih kamu kuasai.

Pada kenyataannya, kamu memang tidak bisa secara akurat memprediksi konsekuensi dari kegagalan,  jadi hanya dengan meratapinya terus-menerus sama sekali tidak akan membantu. Sementara itu, pikiran positif terhadap kegagalan membantu kamu untuk lebih dapat mengelola emosi dalam menghadapi kegagalan lebih baik. Melakukan kegagalan bukanlah sebuah kejahatan, karena semua orang melakukannya. Sering kali justru memang kegagalan yang akan membuatmu kelak mengenal apa itu kesuksesan.

4. Hilangkan kebiasaan suka berandai-andai akan masa lalu

potret dua orang karyawan menatap laptop (unsplash.com/CoWomen)

Tak jarang, kegagalan terjadi karena kamu menemui rintangan sebelum akhirnya benar-benar sampai ke garis finish seharusnya. Misalnya, kamu seharusnya menyelesaikan presentasi proyek dengan maksimal, menggunakan slide power point yang sudah disiapkan. Namun, saat akan tampil, ternyata ruangan tersebut tidak punya proyektor dan tak ada yang bisa dipinjami. Kamu mungkin jadi berpikir "andai saja aku menyiapkan diri presentasi dengan mempertimbangkan kemungkinan hanya mengandalkan papan tulis, proyek ini akan berhasil."

Kebiasaan berpikir dengan mengandaikan situasi lain yang terjadi di masa lalu tidak dapat dibenarkan secara logika. Pasalnya, itu sudah terjadi di masa lampau, jadi lebih baik kamu fokus pada rencana selanjutnya untuk menanggulangi kegagalan tersebut. Kamu bisa mengatasi kebiasaan ini dengan mengembangkan pernyataan yang menentang bias ini. Misalnya, kamu bisa berpikir jiika kegagalan yang kamu alami dapat menjadi pembelajaran berharga, agar kamu tidak mengulangi masalah yang sama di kemudian hari.

Intinya, kamu mungkin akan kewalahan saat menghadapi kegagalan. Namun, kamu tetap bisa berusaha berpikir sederhana dan fokus pada batu loncatan yang besar. Selain itu, kamu juga bisa memberikan belas kasih lebih pada diri sendiri selama prosesnya, agar pemikiran kamu tetap fleksibel dan gesit. Percayalah, jika kegagalan dapat menjadi guru yang baik dan persuasif. Kamu mungkin tidak akan selalu menyukai pelajaran yang dipetik dari kegagalan, namun seiring berjalannya waktu kamu akan lebih menghargainya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us