Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Solo Traveling Bukan Satu-satunya Cara Menikmati Perjalanan 

ilustrasi ngobrol dengan sesama solo traveler (pexels.com/Ketut Subiyanto)
Intinya sih...
  • Setiap individu punya preferensi dan cara tersendiri dalam menikmati perjalanan, tidak perlu membandingkan dengan orang lain.
  • Memaksakan diri untuk solo traveling hanya karena ingin dianggap keren bisa membuat perjalanan terasa melelahkan secara emosional.
  • Berpergian bersama teman, pasangan, keluarga, atau ikut open trip bukanlah hal yang membuat kita jadi kurang berani, semua bentuk perjalanan punya nilai sendiri tanpa perlu dibandingkan.

Akhir-akhir ini, istilah solo traveling makin sering muncul di media sosial. Banyak yang mengangkat tema ini sebagai simbol kemandirian dan pencarian jati diri. Tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai bentuk healing atau keberanian menjajal pengalaman baru. Tentu saja, semua itu sah-sah saja dilakukan.

Namun di tengah maraknya tren ini, ada pula yang justru merasa minder karena belum pernah atau bahkan tidak nyaman untuk berpergian sendiri. Padahal, tidak semua orang bisa menikmati perjalanan dengan cara yang sama. Tidak semua healing harus dilakukan sendirian, dan tidak semua petualangan butuh pembuktian bahwa kita kuat berjalan tanpa teman. Ini dia lima alasan yang bisa membantumu memahami kondisi ini.

1. Kenyamanan setiap orang berbeda

ilustrasi bersantai di pinggir pantai (pexels.com/Kaba Camara)

Setiap individu punya preferensi dan cara tersendiri dalam menikmati perjalanan. Ada yang merasa bebas dan lega saat berjalan sendiri, ada pula yang justru lebih tenang jika bersama teman yang dikenal. Tidak perlu membandingkan cara kita bepergian dengan orang lain.

Memaksakan diri untuk solo traveling hanya karena merasa harus atau ingin dianggap keren justru bisa membuat perjalanan terasa melelahkan secara emosional. Padahal, tujuan utama dari sebuah perjalanan adalah untuk merasa lebih hidup, bukan tertekan. Kenyamanan bukanlah sesuatu yang perlu dibandingkan, melainkan dirayakan.

2. Tidak semua hal harus jadi pembuktian diri

ilustrasi jalan-jalan bersama teman (unsplash.com/jmvillejo)

Ada kecenderungan di media sosial yang membuat kita merasa harus selalu menaklukkan sesuatu. Seakan jika belum pernah pergi sendiri, maka belum cukup berani atau mandiri. Padahal, hidup bukan tentang membuktikan siapa yang paling kuat berjalan sendiri, melainkan siapa yang paling jujur pada dirinya sendiri.

Berpergian bersama teman, pasangan, keluarga, atau ikut open trip bukanlah hal yang membuat kita jadi kurang berani. Justru dari situlah kita belajar bekerja sama, memahami ritme orang lain, dan menciptakan kenangan bersama. Semua bentuk perjalanan punya nilainya sendiri, tanpa perlu dibandingkan.

3. Relasi sosial bisa memperkaya pengalaman

ilustrasi sahabat (pexels.com/Tim Mossholder)

Kadang, kenangan terbaik dari sebuah perjalanan justru lahir dari interaksi. Obrolan ringan di atas kapal, tertawa bersama saat tersesat, atau sekadar menikmati matahari terbenam tanpa harus merasa sepi. Semua itu bisa terjadi saat kita berbagi ruang dan waktu dengan orang lain.

Meskipun solo traveling bisa membuka kesempatan bertemu orang baru, bepergian bersama juga bisa mempererat ikatan yang sudah ada. Ada nilai emosional yang tidak bisa digantikan, dan itu sama berharganya dengan pencapaian pribadi. Tidak perlu merasa pengalamanmu kurang bermakna hanya karena tidak dilakukan sendiri.

4. Mengikuti open trip bukan berarti tidak orisinal

ilustrasi komunitas (unsplash.com/kylielugo)

Sering kali, orang merasa bahwa ikut open trip kurang orisinal karena rutenya sudah diatur dan tidak sebebas eksplorasi sendiri. Padahal, tidak semua orang punya waktu dan energi untuk menyusun itinerary dari nol. Mengikuti perjalanan bersama bisa jadi solusi praktis sekaligus cara bertemu orang-orang baru yang punya minat serupa.

Lagipula, orisinalitas sebuah perjalanan tidak ditentukan oleh siapa yang menyusunnya, tetapi oleh makna yang kamu temukan di sepanjang jalan. Bahkan dalam paket perjalanan yang sama, setiap orang akan membawa pulang cerita yang berbeda. Jadi, tidak perlu merasa kurang keren hanya karena kamu memilih cara yang lebih terstruktur.

5. Fokus pada tujuan, bukan ekspektasi sosial

ilustrasi sahabat (pexels.com/Anna Tarazevich)

Sering kali, rasa minder muncul karena kita terlalu fokus pada pandangan orang lain. Seolah ada standar tidak tertulis yang harus diikuti agar disebut petualang sejati. Padahal, perjalanan adalah urusan pribadi yang tidak perlu divalidasi oleh siapapun.

Selama kamu tahu kenapa kamu pergi dan apa yang kamu cari, itu sudah cukup. Baik itu sendirian atau bersama orang lain, selama kamu merasa utuh dan bahagia, perjalananmu sudah berhasil. Kita tidak perlu selalu mengikuti narasi yang sedang tren. Yang penting, kita tidak kehilangan diri sendiri di tengah keramaian.

Tidak ada cara paling benar dalam menikmati perjalanan. Entah kamu suka pergi sendiri atau lebih nyaman bersama orang lain, keduanya sah dan setara. Yang terpenting adalah bagaimana perjalanannya membuatmu merasa lebih dekat dengan diri sendiri, bukan lebih jauh karena membandingkan diri dengan orang lain. Jadi, jangan biarkan ekspektasi sosial merampas kebebasanmu memilih cara bepergian yang sesuai dengan hati.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us