Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Macam Kekerasan Verbal yang Gak Boleh Kamu Toleransi, Bahaya!

ilustrasi love shouldn't hurt (pexels.com/Anete Lusina)
ilustrasi love shouldn't hurt (pexels.com/Anete Lusina)

Saat kamu memutuskan untuk pacaran atau menikah, gak mungkin, kan, tujuannya untuk mendapat kehidupan yang penuh penderitaan? Pasti berharapnya yang indah-indah dan baik-baik. Bukan malah makan hati tiap hari!

Namun, itu yang bakal terjadi apabila kamu mendapat pasangan yang abusive. Memang, dia gak pernah memukul atau melakukan tindak kekerasan fisik, tapi kata-katanya gak kalah mematikan. Merusak mental!

Di bawah ini beberapa jenis kekerasan verbal yang umum terjadi dan perlu kamu ketahui. Let's take a look!

1. Kata-kata yang meremehkan pasangan

ilustrasi pria murung (pexels.com/Rami Hammoud)
ilustrasi pria murung (pexels.com/Rami Hammoud)

“Kamu jadi suami gimana, sih, gak ada gunanya sama sekali”
“Masa, sebagai istri, gak bisa masak? Trus, buat apa aku nikah?”

Di atas adalah contoh kalimat yang termasuk dalam verbal abuse. Kata-kata meremehkan tadi, sekali saja dilontarkan sudah bisa membekas sampai lama. Apalagi kalau terjadi tiap hari. Gak heran korbannya jadi depresi.

Sebagai orang terdekat dan memiliki keintiman emosional, harusnya pasangan bisa menjadi sosok pendorong semangat. Bukan malah pihak yang menjatuhkan dengan kata-kata kasar yang menyakitkan.

2. Merasa paling benar

ilustrasi wanita bersedih (pexels.com/Liza Summer)
ilustrasi wanita bersedih (pexels.com/Liza Summer)

“Kamu gak usah ikut campur, deh. Biar aku yang urus”

Sepintas, perkataan di atas tampak seperti wujud tanggung jawab. Akan tetapi, sebenarnya kalimat tersebut sangat menyakitkan hati.

Dari perkataan tadi, terlihat sekali kalau pasanganmu itu arogan. Merasa paling benar, sehingga sudah nge-judge duluan, bahwa pendapat atau saranmu gak berguna sama sekali.

Padahal, yang namanya hubungan, harus ada saling menghargai. Termasuk, menghargai pendapat masing-masing, dengan mengambil keputusan bersama. Bukan cuma satu pihak aja!

3. Kecurigaan tak berdasar

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Karolina Grabowska)
ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/Karolina Grabowska)

“Ngaku aja, deh, kamu selalu pulang telat karena ada perempuan lain, kan?”

Bayangkan, lelah setelah seharian bekerja, lembur pula. Dan semua itu dilakukan demi mencukupi kebutuhan keluarga, untuk menyenangkan anak istri, tapi sampai di rumah malah disemprot.

Cemburu berlebihan, bisa mencederai kepercayaan dan harga diri pasangan. Seolah-olah, pasangan gak memiliki integritas, sehingga bisa-bisanya dicurigai terus-terusan.

4. Mempermalukan di depan umum

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RODNAE Productions)

“Emang kalau urusan bayar selalu aku, padahal kamu yang jadi imam keluarga”
“Kamu jadi ibu, sebenarnya bisa ngurus anak atau enggak, sih? Masa gak bisa mendiamkan anak nangis?”

Bayangkan, kata-kata itu dilontarkan di depan umum. Mau ditaruh di mana, itu muka. Malunya gak ketulungan!

Biasakan ketika ada masalah, selesaikan di rumah, atau cari tempat yang privasinya benar-benar terjaga. Gak hanya bisa menghindari turut campur orang lain, hal ini juga demi menjaga perasaan pasangan, agar gak sampai menginjak-injak harga dirinya.

5. Selalu menyalahkan pasangan

ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RODNAE Productions)
ilustrasi pasangan bertengkar (pexels.com/RODNAE Productions)

Bentuk kekerasan lain yang juga termasuk dalam kekerasan verbal, adalah menyalahkan kamu, meski sudah jelas bahwa dia yang salah. Misalnya, pasangan menyalahkan kamu dari perbuatannya yang sudah berkata-kata kasar. Padahal, jelas-jelas yang bermasalah adalah pasanganmu karena gak bisa mengendalikan diri.

Sikap selalu menyalahkan seperti ini, dapat menyebabkan kamu mempertanyakan validasi perasaan atau sikapmu sendiri. Akhirnya, kamu jadi sering mengalah, selalu minta maaf, dan jadi sering menyalahkan diri sendiri.

Kekerasan verbal masih sering dianggap remah. Padahal, efeknya gak kalah berbahaya dengan kekerasan fisik. Korbannya bisa stres, depresi, rendah diri, gak merasa berharga sebagai manusia, dan kesemua itu, akan menurunkan kualitas hidup, bahkan bisa jadi alasan untuk menyakiti diri sendiri.

Maka dari itu, mulai sekarang, jangan toleransi kekerasan verbal. Harus disikapi dengan tegas!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Tania Stephanie
EditorTania Stephanie
Follow Us