Apa Itu Quiet Proposing? Tren Lamaran Diam-diam ala Gen Z!

Di era media sosial yang serba terbuka, banyak pasangan berlomba-lomba membagikan momen romantis mereka ke publik, termasuk saat melamar. Momen lamaran yang penuh dengan kejutan hingga diadakannya acara besar-besaran tidak lagi menjadi pilihan.
Tren baru menunjukkan bahwa "lamaran diam-diam" justru sedang menyaingi zaman keterbukaan ini. Istilah tersebut dikenal dengan 'quiet proposing' yang ternyata jadi tren di kalangan gen Z. Quiet proposing atau lamaran diam-diam ini menekankan pada momen intim dan personal, tanpa kejutan, gembar-gembor maupun keramaian. Yuk, cari tahu lebih lanjut mengenai quiet proposing disini!
1. Apa itu quiet proposing?

Ella Citron-Thompkins, seorang pakar di Diamond Factory, menjelaskan lebih lanjut tentang perubahan tidak konvensional yang dilakukan gen Z dari kebiasaan lama, dalam hal lamaran maupun acara pertunangan.
"Quiet proposing adalah tren baru dimana pertunangan dilakukan secara intim dan privat, tanpa pamer ke publik atau pengumuman besar-besaran, dengan fokus pada momen pribadi dan sederhana bagi pasangan. Semakin banyak pasangan yang ingin memilih cincin bersama, mencerminkan pergeseran ke arah proses lamaran yang lebih disengaja dan kolaboratif," jelasnya mengutip NY Post.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak pasangan gen Z modern menghargai komunikasi dan pengambilan keputusan bersama daripada menjalankan tradisi demi tradisi itu sendiri. Tren ini lebih tentang memastikan momen sakral, dan dicirikan dengan memilih cincin tunangan bersama pasangan tanpa harus ada momen kejutan seperti: 'will you marry me?"
2. Gen Z fokus pada kualitas hubungan

Banyak pasangan gen Z yang memilih quiet proposing karena mereka menghargai komunikasi dan pengambilan keputusan bersama dibandingkan tradisi. Micaela Beltran, seorang generasi Z dan salah satu pendiri sekaligus CEO Courtly, mengatakan bahwa ia dan suaminya memilih quiet proposing untuk menghormati keaslian hubungan mereka.
"Daya tariknya cukup sederhana: gen Z waspada terhadap apapun yang tampak direkayasa untuk media sosial, dan anggaran cukup ketat sehingga menghabiskan uang untuk acara dramatis bisa terasa tidak masuk akal," ungkap Beltran melansir Newsweek.
Ia menambahkan, berkolaborasi dengan pasangan dalam memilih cincin tunangan bersama memungkinkan pasangan gen Z memulai pernikahan dengan cara yang direncanakan. Cara ini praktis, transparan, dan berfokus pada apa yang penting bagi hubungan yang lebih serius, daripada sekadar pamer.
3. Quiet proposing juga dilandaskan kesetaraan dan berkurangnya kebutuhan validasi

Banyaknya lamaran yang dilakukan secara diam-diam juga mencerminkan pendekatan yang lebih egaliter atau setara terhadap pernikahan, sedangkan generasi lain mungkin lebih cenderung membiarkan pihak pria yang membuat keputusan tentang pemilihan cincin tunangan.
Leah Levi, psikolog dan pakar kencan di aplikasi penjelajahan Flure, mengatakan semakin banyak pasangan merasa tidak memerlukan pertunjukan untuk mengonfirmasi cinta mereka. Penting bagi pasangan muda bahwa itu adalah pilihan bersama, bukan isyarat romantis dengan unsur 'kejutan'.
"Pasangan menyadari bahwa mereka tidak harus tampil untuk mengungkapkan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka meluangkan waktu dan tidak berusaha membuat pengumuman besar kepada dunia tentang perubahan status hubungannya," katanya mengutip Newsweek.
4. Pasangan muda dinilai kritis dan sudah lebih dewasa

Levi menambahkan, tren quiet proposing merupakan "tanda kedewasaan" karena gen Z tumbuh di tengah ekonomi yang tidak stabil.
"Dengan ketidakpastian finansial yang harus ditanggung, menghabiskan uang untuk kemewahan dinilah tidak proporsional. Namun, itu bahkan bukan masalah uang, atau setidaknya bukan masalah utama. Masalahnya adalah hubungan sekarang didasarkan pada kejujuran, kesetaraan, dan pengelolaan ekspektasi yang realistis. Orang ingin percaya diri pada diri mereka sendiri dan kemitraan, bukan pada seberapa kreatif dan mahalnya tindakan itu," jelasnya.
Karena gen Z lebih kritis dalam mengikuti pola yang sudah ketinggalan zaman dan tumbuh dengan media sosial, mereka mendambakan realita dan tren ini dinilah akan meningkat ke depannya. Gen Z tidak melihat ada gunanya menghabiskan uang dan tenaga untuk sesuatu yang tidak memiliki nilai riil.
Kesimpulannya, tren melamar, pertunangan, bahkan pernikahan dinilai tidak lagi fokus pada selebrasi. Pasangan muda seperti gen Z lebih memilih hubungan autentik dan bermakna, sehingga menciptakan hubungan realistis serta tahan lama. Kamu setuju, 'kan?