13 Pekerja Migran Asal NTT Meninggal Sepanjang Januari 2019

Jakarta, IDN Times - Sepanjang Januari 2019, Pelayanan Advokasi Untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia mencatat, 13 pekerja migran Indonesia (PMI) meninggal dunia.
Seperti dilansir Antara, Senin (4/1), para pekerja migran tersebut berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
1. Jenazah pekerja migran asal NTT dipulangkan ke Indonesia

Direktur Padma, Gabriel Goa mengungkapkan, 13 jenazah pekerja migran asal NTT itu dipulangkan ke Indonesia.
"Sampai hari ini, jumlah pekerja migran Indonesia asal NTT yang pulang dalam kondisi meninggal ke NTT sudah 13 jenazah," kata Gabriel.
2. Pemerintah diminta segera data seluruh pekerja migran

Menurut Gabriel, Pemerintah Provinsi NTT perlu mendata seluruh pekerja migran asal daerahnya yang bekerja di luar negeri. Hal ini penting dan harus segera dilakukan untuk mengetahui jumlah pekerja migran yang berada di luar negeri.
"Data ini penting agar bisa dicarikan solusi secara bersama-sama, termasuk membangun komunikasi dengan pemerintah negara tempat pekerja migran bekerja untuk memberikan perlindungan kepada PMI kita," kata Gabriel.
Pencatatan tidak hanya bagi pekerja migran yang berangkat secara prosedural, tapi juga non prosedural.
3. Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) harus dilakukan sungguh-sungguh

Selain pendataan, penegakan hukum kata Gabriel, juga perlu dilakukan. Pemerintah dan DPRD NTT dianggap perlu segera memanggil Kapolda, Kajati, Ketua Pengadilan Tinggi beserta semua Kapolres, Kajari, dan Ketua Pengadilan Negeri se-NTT untuk membahas tentang penegakan hukum.
"Artinya, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) harus dilakukan secara sungguh-sungguh dan jangan sampai ada "kongkalikong" dengan pelaku perdagangan orang dan aktor intelektualis TPPO," kata Gabriel.
4. Mengoptimalkan Layanan Terpadu Satu Atap

Upaya lain, lanjut Gabriel, yang perlu dilakukan adalah pengoptimalan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Tambolaka, Sumba Barat Daya, di Kupang dan di Maumere.
Selain itu, upaya terakhir yang mungkin dilakukan adalah melibatkan lembaga-lembaga agama, lembaga pendidikan, vokasi dan perusahaan-perusahan untuk membangun BLK dan melatih sumber daya manusia NTT.
Khususnya yang memiliki keterampilan khusus, termasuk mampu berbahasa Inggris, Mandarin, Korea, Jepang dan bahasa negara-negara yang menjadi tujuan PMI asal NTT.
Menurut Gabriel, upaya ini bisa meminimalisir kasus perdagangan orang, sekaligus menghindari jatuhnya korban jiwa lebih banyak.