Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

35 Ribu Bayi Kena Hepatitis akibat Seks Risiko, Begini Pencegahannya

ilustrasi bayi (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Kesehatan (kemenkes) mencatat 35.757 bayi lahir mengalami hepatitis B sepanjang 2022. Sementara, sebanyak 7,1 persen atau 18 juta masyarakat Indonesia terinfeksi hepatitis B.

Juru Bicara Kemenkes, M Syahril, mengatakan 50.744 ibu hamil positif hepatitis B dan 35.757 bayi lahir dari ibu yang positif hepatitis B. Meski sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi Hb0 dan HBg kurang dari 24 jam, namun masih didapati 135 bayi positif Hepatitis B pada usia 9 sampai 12 bulan.

Untuk itu, Syahril mengimbau secara khusus agar masyarakat menghindari praktik seks berisiko. Seperti perilaku seks bebas, tidak menggunakan pengaman, dan berciuman dengan bukan pasangannya. 

"Ingat penularan hepatitis melalui cairan tubuh, termasuk dari air mani dan air liur. Contohnya melakukan ciuman sampai terjadi perlukaan dapat menularkan virus hepatitis, dan jangan lupa untuk menggunakan pengaman, agar menghindari hal-hal yang dapat berisiko penularan untuk kesehatan dan pertumbuhan anak," ujar Syahril dalam siaran tertulis, Kamis (18/5/2023).

1. Penularan hepatitis B dari secara vertikal ibu ke anak menyumbang 90 sampai 95 persen

Imunisasi bayi di tengah pandemi COVID-19. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Syahril menjelaskan secara umum, penularan hepatitis B, C, dan D terjadi secara vertikal langsung dari ibu kepada anak, dari cairan tubuh (air ludah, cairan sperma) dan aktivitas seksual tidak aman, menggunakan tindik atau tato, maupun penggunaan jarum suntik tidak steril pada pengguna narkoba.

“Penularan hepatitis B dari secara vertikal ibu ke anak menyumbang sebesar 90 sampai 95 persen dari seluruh sumber penularan lainnya” ujar dia.

2. Lakukan deteksi sedini mungkin hepatitis B

ilustrasi hepatitis akut (IDN Times/Nathaniel Tegar)

Memutus atau mencegah sedini mungkin penularan hepatitis menjadi prioritas pemerintah saat ini. Syahril menyebutkan, khusus untuk hepatitis B, dilakukan deteksi dini yang terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan Sifilis untuk minimal 80 persen ibu hamil.

"Tujuannya untuk memutus atau mencegah penularan secara vertikal dari ibu ke anak," katanya.

3. Deteksi dini pada kelompok berisiko

Ilustrasi: Petugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Sementara pemberian imunisasi Hepatitis B tiga dosis pada bayi juga masuk ke dalam program imunisasi nasional untuk mengurangi insiden; Pemberian HB0 kurang dari 24 jam untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi. Selain itu juga dilakukan pemberian HBIg pada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg, dan Pemberian Tenofovir pada bumil dengan viral load tinggi

"Deteksi dini juga harus dilakukan bagi kelompok berisiko seperti pengguna jarum suntik (penasun) dan eks penasun, ODHIV, pasien hemodialisa, populasi kunci seperti WBP, PS, dan LSL, riwayat transfusi, riwayat tato, tindik dan penggunaan alat medis tidak steril harus dilakukan untuk memutus penularan," katanya.

3. Bayi terkena hepatitis B kemungkinan menjadi kronis dan sirosis hingga 80 persen

ilustrasi bayi (pexels.com/Benji Aird)

Bayi yang terinfeksi hepatitis B kemungkinan untuk menjadi kronis dan sirosis hingga 80 persen. Sayangnya, belum ada pengobatan yang efektif, sehingga penting untuk memutus alur penularan.

“Pemberian vaksin hepatitis B secara lengkap dan tepat dapat menurunkan prevalensi hepatitis B. Tetapi masih terdapat permasalahan yang harus dihadapi, yaitu risiko untuk menjadi sirosis dan hepatoma, serta belum ada pengobatan yang efektif,” jelas Syahril. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Dini Suciatiningrum
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us