4 Pakar Hukum Tata Negara Sepakat Pencawapresan Gibran Sudah Aman

Jakarta, IDN Times - Empat pakar hukum tata negara sepakat menilai paska putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), pencawapresan Gibran Rakabuming Raka sudah aman dan tak bisa lagi diganggu gugat. Sebab, putusan MKMK yang dibacakan Jimly Asshiddiqie hanya menyasar soal pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lainnya. Selain itu, putusan MK yang dibacakan oleh Anwar pada 16 Oktober 2023 lalu, sifatnya final dan mengikat.
"Putusan a quo sudah memiliki kedaulatan. Dengan demikian, putusan nomor 090/PUU-XXI/2023 itu, dia telah berdaulat. Oleh karena itu dia telah menjadi kedaulatan hukum, tidak terbantahkan, tak tergoyahkan dan tak dapat dibatalkan. Karena itu sudah memenuhi kepastian hukum sebagaimana diisyaratkan dalam konstitusi. Ini juga menyangkut aksiologi hukum di mana kepastian hukum yang adil itu harus dinyatakan final dan mengikat," ujar pakar hukum tata negara, Abdul Choir Ramadhan dalam diskusi yang digelar pada Sabtu sore (11/11/2023) di Jakarta Pusat.
Ia pun menyebut seandainya ada gugatan serupa yang menyasar obyek materi guguatannya UU Pemilu nomor 7 tahun 2017 pasal 169 huruf q, maka seandainya dikabulkan oleh hakim MK, tidak berlaku di pemilu 2024. Putusan tersebut baru berlaku untuk pemilu 2029.
"Bila MK memutuskan lagi yang baru, maka putusan itu tidak berlaku di pemilu 2024, tapi baru berlaku di pemilu lima tahun depan, 2029. Karena putusan nomor 090 sudah menjelma menjadi putusan yang sekarang. Jadi, dia (Gibran) sudah aman dalam pengertian bila ada lagi upaya hukum untuk membatalkannya (jadi bakal cawapres)," kata dia lagi.
1. Putusan MK nomor 090 sudah sah dan tak bisa dikoreksi

Sementara, pakar hukum tata negara lainnya, Margarito Kamis menyatakan pendapat senada. Ia bahkan mengingatkan putusan nomor 090/PUU-XXI/2023 yang diketok pada 16 Oktober 2023 sudah menjadi hukum positif.
"Karena itu norma yang diputuskan, maka norma tersebut mengikat siapapun orang itu," ujar Margarito.
Sedangkan, bila ada beberapa putusan yang menyasar obyek materi yang sama, maka yang diacu adalah putusan terakhir yakni nomor 090/PUU-XXI/2023. Menurutnya, tidak ada cara lagi untuk mengoreksi putusan tersebut.
"Putusan pengadilan yang terakhir lah yang berlaku. Jadi, misalnya ada kasus kalah di pengadilan negeri, lalu naik ke tahap banding, naik ke Mahkamah Agung. Di MA ada kasasi dan PK (Peninjauan Kembali), maka putusan PK lah yang paling terakhir dan bersifat mengikat," tutur dia.
"Tidak ada alasan konstitusi yang dapat digunakan untuk menunda penerapannya," ujarnya lagi.
Margarito pun membantah ia memberikan penilaian demikian lantaran merupakan anggota Partai Gerindra. Ia menegaskan bakal mengatakan apa adanya.
"Kan tidak serta merta apa yang disampaikan oleh ahli diterima begitu saja. Semuanya kan ditakar oleh pengadilan. Fakta yang Anda sajikan, kan ditimbang semua oleh pengadilan," katanya.
2. Indonesia berpedoman pada penegakan hukum, status Gibran sudah sah jadi bakal cawapres

Ahli hukum tata negara lainnya, Pujiyono juga berpendapat hal senada. Ia mengatakan Indonesia termasuk negara yang mengacu kepada penegakan hukum.
"Di dalam negara-negara yang mengacu kepada norma dan penegakan hukum, maka mengacu kepada dua hal yakni undang-undang dan putusan hakim. Putusan Mahkamah Konstitusi ini mengembalikan hak-hak konstitusional dari pemohon. Kan permohonannya berbeda-beda. Dalam konteks putusan mengenai Mas Gibran, itu clear bahwa pemohon akan kemudian dipulihkan dengan Gibran bisa maju menjadi calon (wakil presiden)," ujarnya.
Putusan yang diputuskan pada 16 Oktober 2023 di MK itu berbeda dengan putusan-putusan lainnya. "Jadi, kalau kita mengacu kepada rule of law, masalah (pencawapresan) ini sudah selesai," tutur dia.
Pakar hukum tata negara lainnya, Rullyandi juga berpendapat senada. Karena di dalam UUD 1945 pasal 24C ayat 1 menyebut putusan terkait MK bersifat final. Ia juga menyebut putusan terakhir nomor 090/PUU-XXI/2023 lah yang bisa dijadikan rujukan hukum baik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga presiden.
KPU pun, kata Rullyandi, juga sudah mengoreksi Putusan KPU terkait syarat capres dan cawapres berdasarkan putusan nomor 090. Ia juga sependapat bahwa putusan hakim konstitusi nanti terhadap gugatan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (NU) tidak bisa berlaku surut atau berlaku di pemilu 2024.
"Jadi, gugatan nomor 141 sudah tidak ada harapan bisa menghalangi Mas Gibran. Lagipula tahapan pemilu kan sudah ada yang namanya tahapan pencalonan. Hari terakhir tahapan pencalonan jatuh pada 12 November. Karena pada 13 November 2023 sudah harus ditetapkan. Sementara, sidangnya masih terus berjalan," ujar Rullyandi.
3. Gibran hormati keputusan MKMK yang berhentikan Anwar Usman dari Ketua MK

Sementara, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka mengaku menghormati keputusan MKMK yang dibacakan pada 7 November 2023 lalu. Ia pun menganggukan kepala ketika ditanya akan tetap maju menjadi pendamping Prabowo Subianto di pemilu 2024.
Gibran pun memilih tidak bereaksi ketika pencawapresannya dituding tidak sah dan cacat hukum. Tudingan itu lantaran MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti memiliki konflik kepentingan saat mengadili putusan nomor 090/PUU-XXI/2023.
"Kan meski saya diserang, saya kan diam terus. Jadi, silakan warga yang menilai," ujar Gibran di Solo, Jawa Tengah pada 10 November 2023 lalu.