Ahli ITB: Mengoplos dan Blending Itu Sama-sama Mencampur

- Tri Yuswidjajanto Zaenuri meragukan Pertamina mencampur Pertamax RON 92 dengan Pertalite RON 90 lalu dijual sebagai Pertamax
- Tri menegaskan bahwa penambahan zat aditif tidak mempengaruhi kualitas RON di dalam BBM, namun hanya mempengaruhi kebersihan komponen mesin
- Tri menyebut bahwa bila terjadi praktik pengoplosan BBM, SPBU dengan mudah bisa dilaporkan dan ditindak karena kualitas RON otomatis akan menurun
Jakarta, IDN Times - Ahli konversi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto Zaenuri menegaskan istilah 'mengoplos' dengan 'blending' memiliki makna yang sama dalam industri minyak dan gas. Pada praktiknya baik 'mengoplos' atau 'blending' sama-sama mencampurkan lebih dari satu zat.
Kedua istilah ini ramai setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Dugaan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp193,7 triliun per tahun. Sedangkan, praktik dugaan manipulasi BBM terjadi pada periode 2018 hingga 2023.
Istilah 'oplos' digunakan oleh Kejaksaan Agung ketika memberikan keterangan pers. Sedangkan, 'blending' dipakai oleh jajaran direksi PT Pertamina Patra Niaga saat melakukan rapat kerja dengan komisi XII DPR.
"Oplos itu berasal dari Bahasa Belanda artinya mencampur. Nah, blending juga artinya mencampur. Tapi, kalau berbicara blending tidak terkesan sensasional, lebih seru kalau berbicara dengan istilah oplosan," ujarnya ketika berbicara di program 'Ngobrol Seru' by IDN Times dan tayang di YouTube pada Minggu (3/3/2025).
Tri mengatakan kata 'oplos' terkesan lebih negatif lantaran banyak digunakan dalam praktik pencampuran minuman beralkohol kadar tinggi hingga menyebabkan kematian. Ia kemudian memberikan contoh ketika memasukkan sirop ke dalam air putih maknanya juga dapat diartikan mengoplos. Sehingga, warna air berubah dan mengikuti sirop.
"Yang penting ada minimal dua zat atau lebih yang dicampurkan," tutur dia.
1. Proses pembuatan BBM melibatkan aktivitas mengoplos beberapa zat

Lebih lanjut, doktoran lulusan Jerman itu menjelaskan proses pembuatan Bahan Bakar Minyak (BBM). Ia mengatakan hasil tambang minyak mentah yang dilakukan di kilang tidak secara otomatis menghasilkan beragam produk yang dijual di SPBU seperti Pertalite, Pertamax hingga Pertamax Turbo.
"Produk di kilang disebut dengan nafta yang memiliki oktan (RON) yang beragam, tergantung dari prosesnya. Bila prosesnya hanya melewati destilasi maka RON-nya rendah. Tapi, bila prosesnya melibatkan reforming, cracking, hydro cracking, maka dapat nafta dengan RON lebih tinggi," katanya.
Ia mengatakan ada ketentuan dan spesifikasi yang harus dipenuhi untuk memproduksi BBM. Lalu, nafta yang merupakan hasil produksi kilang dioplos supaya mendapatkan bahan bakar yang memenuhi spesifikasi migas.
"Setelah menjadi bahan bakar, baru ditawarkan ke PT Pertamina Patra Niaga untuk dijual," tutur dia.
Ia menambahkan PT Pertamina Patra Niaga kemudian memberikan warna hijau kepada BBM dengan RON 90. Padahal, warna asli produk minyak kilang kuning bening seperti minyak goreng.
"Warna kuning dicampur warna biru maka menghasilkan warna hijau," katanya.
Sedangkan, BBM RON 92 dan di atasnya berwarna biru. Tetapi, Tri menggarisbawahi warna dalam BBM tersebut tidak menentukan kualitas.
"Warna itu hanya sekadar identitas dan membantu masyarakat untuk mengontrol BBM yang mereka beli," imbuhnya.
2. Pertamax dioplos zat tambahan yang disebut aditif

Di forum itu, Tri juga menyebut bahwa di dalam BBM Pertamax RON 92 turut diberi zat aditif yang berfungsi untuk membuat mesin kendaraan lebih berasih. Namun, ia menggarisbawahi penambahan zat aditif tidak mempengaruhi kualitas RON di dalam BBM.
"Dia (zat aditif) hanya mempengaruhi kinerja dari sisi kebersihan komponen mesin yang dilalui oleh bahan bakar. Karena kalau tidak diberi zat aditif itu, tidak terbentuk kerak," kata Tri.
Adanya kerak di dalam mesin kendaraan bisa menyebabkan penggunaan BBM lebih boros. "Tapi, itu tidak mengubah RON. Jadi, pencampuran yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga sebatas itu," ujarnya.
3. Kecil kemungkinan terjadi pencampuran BBM Pertamax dengan Pertalite

Tri pun meragukan PT Pertamina Patra Niaga melakukan praktik kecurangan dengan mencampur BBM Pertamax RON 92 dengan BBM Pertalite RON 92 lalu dijual sebagai Pertamax. Sebab, menurut Tri, bila itu yang terjadi maka akan muncul banyak keluhan dari masyarakat, karena kendaraan yang digunakan menjadi tidak bertenaga. Sebab, kerak yang muncul di mesin kendaraan akan lebih banyak dibandingkan BBM yang diberi zat aditif. Sementara, yang membedakan kualitas Pertalite dan Pertamax yakni adanya penambahan zat aditif.
"Berita itu (soal keluhan dari masyarakat) kan gak pernah kita dengar dan muncul. Masyarakat Indonesia kan pada umumnya lebih suka membeli bahan bakar yang murah, bukan bahan bakar sesuai rekomendasi yang dibuat oleh pembuat kendaraan," ujar Tri.
Apalagi berdasarkan keterangan dari Kejaksaan Agung, dugaan manipulasi BBM itu terjadi pada rentang 2018 hingga 2023. Bila modus curang itu dilakukan PT Pertamina Patra Niaga, maka akan berimbas secara nasional dan sudah menjadi perbincangan publik secara luas dari dulu.
"Masyarakat bila merasakan kekurangan seperti itu pasti teriak (di medsos) dan itu viral. Itu kan jangka waktunya lama, selama lima tahun (dugaan manipulasi BBM). Kok sepi-sepi aja? Gak ada yang mengeluh bahwa BBM Pertamax jadi boros lah, atau tarikan mesinnya jadi berat lah," katanya.
Lebih lanjut, kata Tri, bila betul pernah terjadi praktik pengoplosan BBM Pertamax dengan Pertalite, maka SPBU dengan mudah bisa dilaporkan dan ditindak. Sebab, kualitas RON otomatis akan menurun, tak sesuai spesifikasi Pertamax yang minimal RON-nya mencapai 92 atau lebih.
"Katakanlah kalau yang dicampur Pertalite RON 90 dengan Pertamax RON 92, misalkan dicampur satu banding satu, berarti RON yang akan didapat adalah RON 91. Bila itu dijual di dispenser Pertamax, ketika dilakukan sampling oleh Kementerian ESDM makan akan dengan mudah ketahuan," ujar doktor lulusan Jerman itu.
"Pasti SPBU-nya akan diperkarakan. Akan ditanya 'mengapa Anda menjual BBM di bawah spesifikasinya.' Karena RON untuk Pertamax itu 92 bahkan bisa lebih," imbuhnya.