Pemilu 2019 Dinilai Rentan terhadap Ancaman Kelompok Radikalisme

Kelompok radikal dan intoleran mengancam demokrasi Indonesia

Jakarta, IDN Times - Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2019 yang akan diselenggarakan pada 17 April 2019 mendatang dinilai masih rentan terhadap ancaman kelompok radikal dan intoleransi.

Dalam diskusi yang bertajuk 'Pemilu Damai Tanpa Radikalisme, Intoleransi dan Terorisme', Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menilai bahwa radikalisme, intoleransi, dan terorisme masih menjadi ancaman menjelang Pemilu 2019. Menurutnya, gerakan intoleran, gerakan radikalisme, dan paham khilafah Islami juga ikut menumpang dalam proses pemilu.

"Kemudian, kita sering kali melihat masih ada bendera HTI berkibar di dalam proses Pemilu 2019 ini. Itu mengkhawatirkan, jangan sampai hal itu mengganggu proses pemilu," jelasnya di Lentera Cafe, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/2).

1. Politik identitas ancam pemilu 2019

Pemilu 2019 Dinilai Rentan terhadap Ancaman Kelompok RadikalismeIDN Times/Axel Jo Harianja

Karyono menjelaskan, salah satu bentuk ancaman pada pemilu 2019 ialah politik identitas dalam suku, agama, ras, dan antar-golongan. Ia menilai, ruang publik telah diisi ujaran kebencian dan hoaks. Untuk itu, ia meminta masyarakat Indonesia untuk mampu mendeteksi ancaman tersebut. "Harapan kami pemilu ini damai, aman, penuh kegembiraan, tanpa ada gerakan yang bisa menggangu pemilu dan menimbulkan keretakan sosial," paparnya.

Baca Juga: Jaga Keamanan Pemilu 2019, Polda Metro Jaya Gandeng Tokoh Lintas Agama

2. HTI masih eksis dan menjadi ancaman demokrasi

Pemilu 2019 Dinilai Rentan terhadap Ancaman Kelompok RadikalismeIDN Times/Axel Jo Harianja

Di tempat yang sama, Ketua Progres 98, Faizal Assegaf, mengatakan bahwa kelompok radikal Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masih eksis hingga saat ini. Ia menilai, HTI sering menumpang nama pada kelompok yang damai dan mendukung demokrasi. 

Bahkan, sejak dibubarkan, menurutnya masih HTI aktif menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks di sosial media .

"Menelang Pikada DKI, saya sebagai koordinator alumni 212, tujuan awal itu bagaimana hadirkan gerakan oposisi yang damai. Tapi ada upaya untuk menunggangi yang dilakukan oleh HTI untuk timbulkan perpecahan," jelas Assegaf.

"Di medsos, sejak HTI bubar, tak ada lagi demo-demo di jalan, mereka buat forum di medsos didanai kekuatan-kekuatan internasional," sambungnya.

Assegaf menuturkan, kelompok radikal tidak mendukung kandidat capres atau cawapres tertentu, melainkan memiliki agenda dan kepentingan tersendiri.

"Di Twitter sudah ada ancaman integrasi. Mereka(kelompok radikal) tak tanggung-tanggung suarakan keinginan mereka untuk kegagalan demokrasi yang sudah berlangsung. Tak peduli Prabowo kalah, Jokowi menang, dan lainnya. Ini ancaman yang serius," tegasnya.

3. Pemerintah diimbau mengambil sikap tegas

Pemilu 2019 Dinilai Rentan terhadap Ancaman Kelompok RadikalismeIDN Times/Imam Rosidin

Assegaf mengimbau, pemerintah, KPU, beserta jajaran pengamanan negara TNI/Polri harus mengambil sikap tegas untuk memberantas kelompok radikal tersebut. "Saya usulkan KPU,TNI, Polri, harus sensitif lihat itu. Jangan sampai elemen yang tidak percaya hasil pemerintahan demokrasi ikut terlibat dan ciptakan konflik. Musuh kita bukan Prabowo, bukan oposisi, tapi intolerasi radikal pelaku utamanya HTI yang terlibat dalam skenario-skenario kebohongan," jelas dia.

Baca Juga: Lawan Radikalisme, Wahid Foundation Ajak Perempuan Ciptakan Desa Damai

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya