Bamsoet Minta Pemerintah Tunda Iuran Tapera yang Dikeluhkan Pekerja

Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengkritik kebijakan pemerintah terkait iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Bamsoet meminta pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan iuran tapera yang sekarang banyak dikeluhkan para pekerja swasta.
"Saran saya supaya tidak jadi pro kontra di-hold dulu sambil dilakukan sosialisasi baru kemudian dilakukan kembali," kata Bamsoet di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar itu menyarankan sebaiknya pemerintah mengkaji ulang wacana kebijakan tapera. Iuran itu dinilai memberatkan pekerja di tengah terjadinya penurunan daya beli ekonomi.
Iuran tapera ini, kata dia, membuat pendapatan riil masyarakat semakin kecil. Ia juga meminta pemerintah menghitung daya beli masyarakat yang kian hari terus menurun.
"Jadi jika dipotong itu akan mengurangi kebutuhan rillilnya sementara dia tidak tahu apa manfaat dari pemotongan itu dalam jangka pendek," kata dia.
1. DPR bakal panggil pemerintah soal rencana penerapan Tapera

Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan, DPR akan memanggil pemerintah dan pihak terkait untuk meminta penjelasan soal wacana kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang banyak dikeluhkan para pegawai swasta.
Cak Imin mengatakan, DPR akan mengevaluasi wacana kebijakan Tapera agar tidak membuat letupan baru bagi perekonomian Indonesia.
"DPR akan memanggil pihak-pihak dari pelaksanaan itu sehingga jangan memberatkan apalagi di tengah ketidakberdayaan ekonomi kita," kata Cak Imin.
2. DPR nilai Tapera memberatkan pekerja

Menurut dia, wacana kebijakan tapera ini sangat memberatkan masyarakat, khususnya kalangan menengah di tengah ketidakberdayaan ekonomi.
"Oleh itu kita harus evaluasi dan tidak membuat letupan baru. Kalau lihat nuansa ekonomi kita hari ini semua keberatan," ujar dia.
3. Keluhan warga soal Tapera, bingung karena sudah nyicil rumah

Putri, salah seorang pekerja swasta asal Cinere, Depok, Jawa Barat, mengeluhkan wacana kebijakan iuran tapera yang akan dipotong 2,5 persen dari gaji bulanan yang diterimanya.
Sejatinya, Putri tak mempermasalahkan jika pemerintah mau mengeluarkan kebijakan ini. Namun, dia memiliki beberapa catatan yang harus diperhatikan pemerintah.
Pertama, bila merujuk sistem BPJS Ketenagakerjaan, masyarakat nasabah tapera harus diberi fleksibilitas untuk mengambil dana tabungannya, baik dalam jangka waktu lima tahun, 10 tahun atau 15 tahun.
Kedua, persentase komposisi tabungannya masih jauh lebih besar ditanggung pekerja 2,5 persen sementara perusahaan hanya 0,5 persen. Harusnya, kata dia, urunan itu bisa 50:50. Ketiga, pemerintah harus menjamin keamanan pengelolaan dan penyimpanan dananya. Jangan sampai dikorupsi seperti Taspen dan Asabri.
"Pemerintah harus transparan dalam membuat setiap kebijakan, manfaat, mekanismenya diterangkan sejelas-jelasnya supaya tidak terjadi polemik. Satu hal yang penting, harus berpihak ke masyarakat, jangan ke perusahaan," kata dia.
"Jangan sampai juga kebijakan ini bergulir tapi masyarakat meminta bantuan beli rumah masih dipersulit ya! Kebangetan," ujarnya.
Sementara itu, Singgih Wiryono, pekerja asal Jakarta Timur ini menilai, pemerintah tak seharusnya memotong gaji seluruh pekerja. Sebab, mungkin saja, beberapa pekerja saat ini sedang menyicil rumah sendiri.
"Saya merasa bingung dan tentu keberatan karena saat ini saya sedang menyicil rumah, tapi diminta untuk memangkas penghasilan saya sebesar 3 persen untuk tabungan perumahan," kata Singgih.
Ia pun meminta supaya kebijakan ini dikaji ulang sebelum sepenuhnya diterapkan. Pemerintah juga harus mampu menjelaskan secara gamblang.
"Sebaiknya dikaji ulang, dipikirkan solusi yang lebih baik tanpa memaksa memangkas penghasilan masyarakat," kata dia.