Bendera Bulan Bintang, Romantisme Lama di Tengah Bencana Banjir Aceh

- TNI sudah mengimbau agar aksi dihentikan bendera diserahkan
- TNI sempat amankan satu orang karena bawa senjata api
- Tindak represif yang dilakukan TNI dikecam koalisi masyarakat sipil
Jakarta, IDN Times - Konvoi aksi massa terlihat di Lhokseumawe, Aceh pada Kamis, 25 Desember 2025. Massa terlihat membawa bendera putih dan bendera bulan bintang.
Simbol itu identik dengan bendera milik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mereka berunjuk rasa dan memprotes belum adanya status bencana nasional untuk banjir yang menghantam tiga provinsi.
Aceh sendiri diketahui merupakan wilayah yang paling parah terdampak dari banjir yang terjadi pada penghujung November 2025. Berdasarkan data pada Selasa (30/12/2025), jumlah korban meninggal dunia mencapai 1.141 jiwa. Sebanyak 514 korban meninggal dunia ditemukan di Aceh.
Sebagian dari massa yang berjumlah puluhan orang itu turut meneriakan kata 'merdeka'. Peristiwa demonstrasi itu langsung direspons oleh aparat keamanan. Personel dari Korem 011/Lilawangsa dan Polres Lhokseumawe langsung turun ke lokasi.
"Enak aja merdeka, ini Indonesia! Jaga! Ambil bendera itu!" teriak Komandan Korem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran memberikan instruksi ke anak buahnya.
Bentrokan antara personel TNI dan warga sipil pun tak bisa dihindari. Peristiwa itu kemudian banyak terekam video amatir.
Dokumentasi itu viral dan sikap TNI yang kurang bijak dalam menghadapi massa dikritik luas oleh publik. Apalagi terekam personel TNI turut membawa senjata laras panjang. Seorang demonstran sempat dipukul menggunakan popor senjata.
Peristiwa serupa berlanjut pada Kamis malam di Aceh Utara. TNI dan polisi melakukan razia terhadap konvoi bantuan kemanusiaan yang akan bertolak ke Aceh Tamiang. Namun, relawan terlihat turut mengibarkan bendera dengan simbol bulan dan bintang.
Bentrokan kembali terjadi. Bahkan, kali ini sampai ada yang mengalami luka di bagian kepala. Video yang menggambarkan darah mengucur dari kepala relawan beredar luas di media sosial.
Mengapa bendera yang menunjukkan simbol GAM kembali berkibar di tengah banjir yang belum mereda?
1. TNI sudah mengimbau agar aksi dihentikan bendera diserahkan

Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda (IM), Kolonel Teuku Mustafa Kamal, membenarkan adanya pembubaran oleh aparat pada Kamis kemarin. Tetapi, sebelum ditempuh tindakan tegas, TNI sudah melakukan pendekatan ke massa dengan imbauan verbal. TNI meminta agar aksi dibubarkan dan bendera Gerakan Aceh Merdeka (GAM) diserahkan.
"Komandan Korem 011/LW sudah mengimbau kelompok tersebut agar tidak melaksanakan aksi, bendera GAM diserahkan dan langsung membubarkan diri," ujar Mustafa kepada IDN Times melalui pesan pada Jumat (26/12/2025).
Namun, imbauan itu tidak diindahkan. Aparat akhirnya melakukan pembubaran secara paksa demi menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah tersebut.
Ia pun mengakui aksi pembubaran dan razia terhadap bendera bulan bintang berlanjut pada Kamis malam. Hal itu lantaran TNI melihat aksi pengibaran bendera GAM itu dilakukan secara masif.
"Kegiatan pada Kamis malam melaksanakan razia gabungan yang dilaksanakan oleh TNI dan kepolisian dalam rangka Nataru. Kedua, razia dilakukan untuk menertibkan bendera itu," kata perwira menengah tersebut.
"Gerakan mereka (pengibaran bendera) masif di semua (tempat) sehingga dilaksanakan razia oleh personel Polres Lhokseumawe dan dibantu oleh anggota TNI," kata dia.
Ia mengatakan usai penertiban bendera GAM, dilakukan dialog dan diselesaikan secara damai. "Jadi, dari pihak mereka yang mengalami luka dibawa ke rumah sakit, berobat. Begitu juga dari pihak TNI dan kepolisian, yang terluka sudah diobati juga," katanya.
Dia pun mengirimkan video berisi pernyataan koordinator lapangan aksi kemanusiaan, Nazirul, yang di dalam iring-iringannya sempat membawa bendera GAM. Nazirul mengatakan, pihaknya tengah dalam perjalanan dari Kabupaten Pidie Jaya menuju ke Aceh Tamiang dan Aceh Timur untuk mendistribusikan bantuan bagi korban banjir.
"Ini merupakan kesalahpahaman di antara pihak kami dan aparat berwajib sehingga terjadi lah cekcok sedikit di lapangan. Selain itu, memakan korban luka-luka. Kami mengakui ini merupakan keteledoran kita bersama. Kami anggap permasalahan ini selesai," ujar Nazirul.
2. TNI sempat amankan satu orang karena bawa senjata api

Mustafa mengungkapkan ketika TNI sempat mengamankan satu orang yang merupakan provokator. Saat dilakukan pemeriksaan, TNI menemukan satu individu membawa senjata api.
"Selain itu, ada satu senjata tajam dan satu buah magazen," tutur dia.
Warga yang membawa senjata api jenis Colt M1911 beserta lima butir amunisi langsung diamankan. Ia kemudian dibawa ke Makorem 011/Lilawangsa sebelum diserahkan ke pihak kepolisian.
"Pada pukul 12.10 WIB kelompok yang melakukan pengibaran bendera bulan bintang di Simpang Kandang membubarkan diri masing-masing dan kembali ke rumah," ujar Mustafa.
Sementara, Kapolres Lhokseumawe AKBP Ahzan mengatakan individu yang ditangkap diketahui merupakan petani dan berinisial Ba. Ia merupakan warga Kuta Makmur, Aceh Utara.
Senjata yang dibawanya, kata Ahzan, merupakan buatan Amerika Serikat (AS) dan sudah dikokang. "Artinya bisa sewaktu-waktu digunakan dan setiap saat bisa meledak," kata Ahzan kepada media pada Sabtu (27/12/2025).
Ba ditangkap, kata Ahzan, lantaran diduga menunjukkan gerak gerik mencurigakan saat aksi damai. Aparat kemudian mendekati Ba untuk penggeledahan.
“Saat diinterogasi, tersangka mengaku disuruh seseorang berinisial F yang saat ini telah menjadi buronan polisi. Kami saat ini sedang lakukan upaya pencarian," tutur dia.
Ahzan mengatakan terkait dengan tujuan dan target membawa pistol saat aksi damai tersebut masih diselidiki. Apakah untuk membuat kekacauan atau terdapat tujuan lain.
3. Tindak represif yang dilakukan TNI dikecam koalisi masyarakat sipil

Peristiwa pada hari Natal itu menuai kecaman dari sejumlah Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang tergabung di dalam koalisi masyarakat sipil. Mereka menilai tidak seharusnya aparat keamanan menggunakan tindak kekerasan kepada warga sipil di Aceh. Apalagi, mereka sudah menyampaikan pendapat di muka umum.
Bahkan, dalam aksi razia bendera bulan dan bintang yang dilakukan oleh aparat keamanan pada Kamis malam, setidaknya dua orang terlihat mengalami luka di bagian kepala.
"Kami melihat bahwa tindakan itu justru bertentangan dengan tugas dan fungsi TNI yang seharusnya tidak turut campur dalam penanganan unjuk rasa atau demonstrasi," begitu pernyataan koalisi sipil di dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/12/2025).
Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) yang juga menjadi bagian dari koalisi sipil menilai pengibaran bendera putih atau bulan sabit seharusnya tidak menjadi alasan bagi TNI untuk menggunakan pendekatan kekerasan. Pengibaran bendera yang sama, dijelaskan PBHI, juga tidak bisa dijadikan alasan bagi TNI untuk ikut terlibat dalam penanganan unjuk rasa.
"Hal itu seharusnya bisa diselesaikan dengan cara dialogis oleh Pemerintah Aceh atau kepolisian," kata Ketua PBHI, Julius Ibrani.
Julius mengingatkan tindakan represif TNI kepada masyarakat Aceh justru membuka trauma lama di sana. Selama 32 tahun Aceh pernah berada dalam situasi konflik bersenjata.
Ditegaskan Julius, TNI khususnya dari Korem 011/Lilawangsa, tidak seharusnya mengawal penyampaian pendapat di muka umum yang terjadi pada Kamis lalu. Unjuk rasa atau penyampaian pendapat di muka umum adalah hak konstitusional warga negara dan dijamin oleh konstitusi.
"Kalau pun ada tindakan yang dianggap melanggar hukum atau terindikasi pidana maka seharusnya menjadi wewenang kepolisian untuk menindaknya," ujar Julius.
Koalisi sipil menilai sikap TNI kurang memiliki sensitivitas dan kesadaran dalam menangani permasalahan sipil yang terjadi di masyarakat. Apalagi, Aceh memiliki sejarah konflik bersenjata yang panjang dan baru tercapai perdamaian ketika MoU Helsinki ditandatangani pada 2005 lalu.
"Masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah tidak seharusnya direspons dengan tindakan represif dan militeristik yang justru memperlihatkan semakin tidak profesionalnya TNI," begitu lanjutan pernyataan koalisi.
4. Sudah ada kesepakatan tak mengibarkan bendera GAM usai tercapai perdamaian

Sementara, mantan ketua tim juru runding Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Mereka (GAM), Hamid Awaluddin, menegaskan memasuki masa damai bendera GAM tak boleh lagi dikibarkan. Itu merupakan salah satu kesepakatan di antara pimpinan GAM dengan Pemerintah Indonesia.
Di dalam nota kesepahaman yang diteken oleh Pemerintah Indonesia dan GAM tidak menyebut secara detail bendera apa yang kemudian boleh dikibarkan di Aceh. Sementara, yang tertulis di dalam MoU hanya menyebut Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera.
"Ketika kami berunding, ada permintaan untuk membuat bendera. Saya ketika itu setuju (menggunakan) bendera provinsi, sama seperti provinsi lain. Kami bicarakan juga bagaimana dengan bendera GAM? Waktu itu presiden kita selaku mediator mengatakan 'kan kita mau damai, berarti simbol-simbol yang dipakai untuk berperang otomatis gak boleh dipakai lagi dong.' Kami sepakat dengan itu. Memang itu tidak dituangkan di dalam MoU. Namun, kami sudah membuat kesepakatan setelah MoU ditandatangani maka semua simbol masa lalu, sudah tidak dipakai lagi," ujar Hamid ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Sabtu (27/12/2025).
Dia mengatakan setelah memasuki masa damai, pemerintah dan GAM sudah berkali-kali mencari formula pengganti bendera GAM. Ketika itu diusulkan agar membuat desainnya tidak sama persis dengan bendera GAM.
"Tapi, mantan GAM sendiri tidak pernah mendefinisikannya (apa bendera pengganti simbol GAM). Yang pasti, bendera GAM itu tak boleh lagi dipakai," kata mantan Menteri Hukum dan HAM di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut.
Dalam pandangan Hamid, pengibaran bendera bulan-bintang yang menjadi simbol GAM, didorong rasa stres dan frustasi atas bencana banjir serta tanah longsor yang belum selesai. Dia ragu konvoi dan iring-iringan pada Kamis pekan lalu bertujuan untuk mengajak agar Aceh kembali memisahkan diri dari Indonesia.
Saya tidak percaya itu digerakan motif ideologis. Itu reaksi sesaat karena stres menghadapi bencana. Jadi, mereka berusaha menarik perhatian pemerintah lewat pengibaran bendera," ujar Guru Besar di Universitas Hasanuddin tersebut.
Meski Hamid tidak menutup mata, bisa saja ada orang tertentu yang memanfaatkan situasi Aceh sedang dihantam bencana banjir lalu membuat provokasi. Orang-orang ini, diduga Hamid, adalah pihak yang tidak suka Aceh dalam keadaan damai.
"Mengapa mereka tidak merasa puas? Karena orang-orang ini ingin mencari perhatian dunia, sama seperti yang bermukim di New York itu. Padahal, ketika GAM sedang berjuang, orang-orang ini tidak pernah ada," tutur dia.
5. Konsep yang tertulis di dalam Qanun tak boleh menyerupai bendera GAM

Mengenai bendera bagi Aceh tertuang di dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2006 mengenai Pemerintahan Aceh. Di dalam pasal 246 ayat (2) tertulis Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan benderanya sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan. Sedangkan, di ayat (3) tertulis bendera Aceh tersebut bukan merupakan simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh.
Lalu, di ayat (4) tertulis ketentuan mengenai bentuk bendera Aceh diatur di dalam Qanun Aceh yang tetap berpedoman kepada undang-undang. Namun, di dalam qanun nomor 3 tahun 2013 desain bendera Aceh yang ditetapkan menyerupai milik GAM.
Pasal 4 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh dijelaskan, bendera Aceh berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 dari panjang, dua buah garis lurus putih di bagian atas, dua buah garis lurus putih di bagian bawah, satu garis hitam di bagian atas, satu garis hitam di bagian bawah, dan di bagian tengah bergambar bulan bintang dengan warna dasar merah, putih dan hitam.
"Ini menjadi persoalan, karena (desainnya) masih sama persis dengan bendera GAM. Karena di dalam UU Pemerintahan Aceh tahun 2006, bendera ditentukan oleh Qanun atau peraturan daerah," ujar Hamid.
Hamid menjelaskan ketika Qanun dibuat, Partai Aceh yang notabene mantan orang-orang GAM mendominasi DPRD. Menurutnya, hal itu cuma bagian dari nostalgia.
"Tapi, qanun itu perlu direvisi, begitu juga desain benderanya," katanya
6. Panglima TNI bakal tindak tegas pengibaran bendera GAM

Sementara, ketika ditanyakan kepada Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto soal pengibaran bendera GAM di Aceh, ditanggapi militer secara tegas. Agus minta tidak ada kelompok tertentu yang memanfaatkan situasi darurat untuk melakukan tindakan provokatif yang dapat mengganggu penanganan bencana di Aceh.
"Saya harapkan tidak ada kelompok-kelompok yang memprovokasi yang mengganggu proses tersebut," ujar Agus di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Senin (29/12/2025).
Jenderal bintang empat itu pun menegaskan akan mengambil langkah tegas apabila masih ditemukan pihak-pihak yang mencoba mengacaukan upaya penanganan bencana.
"Saya akan tindak tegas kalau ada kelompok-kelompok seperti itu," tutur dia.
Agus menekankan, saat ini TNI bersama seluruh kementerian, lembaga, dan masyarakat tengah fokus bekerja untuk mempercepat pemulihan pascabencana. "TNI dan semua kementerian lembaga dan masyarakat sedang bekerja untuk membantu percepatan pemulihan akibat bencana alam," imbuhnya.
7. Pemprov Aceh harapkan semua pihak tidak bersikap arogan

Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah atau Dek Fadh turut menyayangkan insiden ricuh yang terjadi terkait pengibaran bendera bulan bintang oleh warga yang memprotes penangulangan bencana di Aceh Utara. Ia pun berpesan ke semua pihak, termasuk TNI dan eks Gerakan Aceh Merdeka (GAM), untuk menjaga kekompakan untuk membantu korban bencana hidrometeorologi yang sporadis melanda Aceh.
Penanggulangan bencana sporadis yang terjadi akhir November lalu masih berlangsung hingga kini.
"Kepada semua pihak TNI, Polri, GAM dan masyarakat, kami Pemerintah Aceh sangat menyayangkan apa yang telah terjadi tadi malam di Aceh Utara," kata Dek Fadh di Masjid Baiturrahman, Banda Aceh pada Jumat (26/12/2025).
Ia kemudian menyampaikan harapan agar seluruh pihak bersatu dan menjaga kekompakan untuk membantu korban banjir di Aceh yang menewaskan ratusan orang tersebut. Dek Fadh juga berharap insiden kericuhan tak terjadi lagi.
"Mungkin peristiwa yang terjadi pada Kamis malam di Aceh Utara kita akhiri sama-sama dengan kebaikan. Niat kita kebaikan semua adalah untuk membantu saudara-saudara kita yang mengalami bencana," kata politikus Gerindra itu.
Ia juga berpesan agar seluruh pihak baik TNI dan Polri serta GAM menahan diri. Lebih baik fokus pada membantu warga Aceh yang kini masih harus berjuang usai dilanda bencana banjir besar.
"Kami berharap kepada TNI, Polri, menahan diri arogansi di lapangan. Mari kita jaga kekompakan, kita bersatu padu untuk membantu saudara-saudara kita yang lagi mengalami bencana ini. Sekali lagi, saya mohon kepada seluruh masyarakat Aceh, kepada relawan yang saat ini telah membantu bersusah payah dalam bencana ini. Begitu juga TNI, Polri, GAM, ayo semua kita jaga kekompakan," imbuhnya.

















.jpg)

