BPOM: Produk Tawon dan Tawon Liar yang Ditarik Kaledonia Ternyata Ilegal

- Produk Tawon dan Tawon Liar tidak terdaftar di BPOM.
 - BPOM telah mencatat bahwa produk tersebut telah ditarik dan dilarang beredar sejak tahun 2013 hingga 2025.
 - BPOM melakukan penelusuran di marketplace dalam negeri menggunakan metode open-source intelligence (OSINT) untuk memasukkan produk dalam daftar negatif/pemblokiran.
 
Jakarta, IDN Times – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menegaskan bahwa produk obat bahan alam (OBA) merek Tawon dan Tawon Liar asal Indonesia yang ditarik dari peredaran di Kaledonia Baru merupakan produk ilegal karena tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan kimia obat (BKO) yang dilarang digunakan dalam OBA.
Kepala BPOM Taruna Ikrar menjelaskan, sikap ini disampaikan BPOM menanggapi siaran pers (communiqué de presse) Pemerintah Kaledonia Baru pada 3 Oktober 2025 yang mengumumkan penarikan seluruh produk obat bahan alam merek Tawon dan Tawon Liar yang beredar di wilayah tersebut. Penarikan dilakukan karena produk dinyatakan mengandung tramadol dan zat antiinflamasi (antiradang).
“Produk yang beredar di pasar Nouméa, Kaledonia Baru diketahui diekspor dari Indonesia melalui jalur tidak resmi (ilegal) dengan importir Stone Fish Import dan Naouli Import NC,” ujar Taruna Ikrar dalam siaran pers yang dikutip IDN Times, Selasa (4/11/2025).
1. Tidak terdaftar di BPOM

Produk-produk tersebut mencantumkan stiker izin edar BPOM TR090234332, sehingga selama ini dianggap telah terjamin keamanan dan legalitasnya. Namun, hasil penelusuran BPOM menunjukkan bahwa nomor izin edar tersebut fiktif.
“Produk ekspor tersebut merupakan obat bahan alam yang tidak terdaftar di BPOM, mencantumkan nomor izin edar fiktif, serta mengandung BKO yang dilarang digunakan dalam OBA,” tegas Taruna.
2. Produk telah ditarik dan dilarang beredar

BPOM mencatat, sejak 2013 hingga 2025 telah beberapa kali mengeluarkan peringatan publik terhadap produk dengan nama serupa seperti Tawon Liar, Tawon Sakti, dan Jamu Serbuk Tawon.
"Produk-produk tersebut telah ditarik dan dilarang beredar karena terbukti mengandung berbagai BKO, seperti tramadol, piroksikam, deksametason, parasetamol, kafein, dan alopurinol," katanya.
3. Masuk dalam produk diblokir

Sebagai langkah pengawasan, BPOM juga melakukan penelusuran di marketplace dalam negeri menggunakan metode open-source intelligence (OSINT). Hasilnya, ditemukan sejumlah akun yang masih menjual produk bermerek sama.
“BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), dan marketplace terkait untuk melakukan penurunan atau takedown tautan penjualan, serta memasukkan produk dalam daftar negatif (negative list)/pemblokiran,” jelasnya.


















