Catatan Komnas Perempuan tentang Kekerasan dan Pandemik

Jakarta, IDN Times - Kasus kekerasan seksual di Indonesia terus menjadi sorotan, tak hanya terjadi di pusat kota, kekerasan perempuan juga ditemukan di Indonesia bagian timur. Bumi Pertiwi masih dianggap belum aman bagi perempuan, baik di lingkup pendidikan, pekerjaan, bahkan di bawah atapnya sendiri.
Dalam rangka Kampanye 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (K16HAKTP), Komnas Perempuan melakukan diskusi publik dengan tema 'Kekerasan Terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia Timur'.
Komisioner Komnas Perempuan, Retty Ratnawati, merangkum hasil diskusi sebagai catatan akhir dalam kegiatan diskusi hari ini. Dia menjelaskan isu-isu kunci kekerasan di masa pandemik COVID-19.
“Lembaga pengada layanan perlindungan bagi korban, terutama yang dikelola masyarakat, menghadapi tantangan yang semakin berat dengan pandemik. Adaptasi luring ke daring, tantangan beban ganda, limitasi anggaran dan keterpaparan risiko terhadap COVID hanyalah beberapa contoh diantaranya,” kata dia yang dikutip pada Jumat (10/12/2021).
1. Isu kunci kekerasan di masa pandemik COVID-19

Retty mengungkapkan, kekerasan seksual terus meningkat, termasuk di Indonesia timur. Kasus Luwu Timur dinilai hanya puncak dari gunung es, yang mengundang pertanyaan perlindungan bagi korban kekerasan. Kemudian pelaku kekerasan sering kali orang terdekat dan bisa terjadi di mana saja.
Kerentanan berlapis yang dihadapi perempuan dengan disabilitas, termasuk kendala dalam penanganan kasus. Kemudian, kata dia, terbatasnya respons dan layanan bagi perempuan korban dengan disabilitas.
“Tantangan layanan perlindungan bagi korban yang terisolasi di kawasan terpencil,” ujar Retty.
2. Inisiatif perlindungan bagi korban

Dengan adanya kondisi ini, Komnas Perempuan mencatat inisiatif perlindungan korban mulai dari pemerintah hingga unsur masyarakat perlu mendorong hal tersebut. Reinterpretasi teks keagamaan dan upaya lembaga keagamaan yang membebaskan perempuan dan membangun sistem pelayanan terpadu bagi korban juga perlu diapresiasi dan diperkuat.
Selain itu, Retty mengatakan, perlu ada inisiatif berbasis komunitas mulai dari rumah aman, dukungan pemulihan dari komunitas terdekat, bantuan hukum, hingga rujukan bagi korban.
Sedangkan, pemerintah perlu berinisiatif dengan pendataan kasus, layanan rujukan serta perlindungan apalagi yang berbasis kepulauan.
3. Tantangan perlindungan bagi korban saat pandemik

Tantangan perlindungan korban kekerasan perempuan di tengah pandemik ini dimulai dari RUU TPKS yang masih dapat tantangan, layanan korban secara daring di Indonesia Timur terhambat teknologi komunikasi, serta penjangkauan secara daring tidak mudah, apalagi jika korban di kawasan terpencil.
Retty menilai dukungan keluarga juga jarang karena kasus dianggap aib. Beban dan isu kesehatan mental dan HAM bagi pendamping juga menjadi tantangan, bahkan tak jarang sumber dayanya terbatas.
Pendataan juga jadi tantangan apalagi bagi perempuan disabilitas, layanan belum terpadu dan komprehensif serta tantangan dalam mendorong norma dan praktik adat yang berpihak pada korban.
4. Agenda perlindungan korban, salah satunya sahkan RUU TPKS

Agenda perlindungan korban kedepannya menurut Komnas Perempuan dibagi menjadi dua, yakni agenda praktis dan strategis. Retty mengatakan agenda praktis yakni mulai dari layanan model kepulauan yang harus mendapatkan perhatian khusus, penguatan sistem rujukan yang terintegrasi antara inisiatif komunitas dan aparat penegak hukum, serta lembaga pengada layanan pemerintah.
Kemudian dukungan bagi PPHAM dan skema berbasis komunitas untuk menguatkan layanan perlindungan bagi korban, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan, reformasi manajemen penanganan kasus dan penanganan, serta pemulihan korban dan penjeraan pelaku.
Sedangkan, agenda strategis mulai dari pengesahan UU TPKS yang tidak bisa ditawar, pencegahan kekerasan berbasis keluarga dan komunitas, dukungan anggaran bagi layanan perlindungan bagi korban yang diinisiasi atau dikelola masyarakat dan komunitas.
Selanjutnya yaitu memastikan suara korban dan penyintas dalam pengembangan skema perlindungan bagi korban yang komprehensif dan integrasi dalam SPPT- PKKTP. Sehingga bisa diidentifikasi, dipantau dan ada layanan komprehensif.
Cara lapor kekerasan seksual
Jika kamu membutuhkan informasi dan bantuan terkait kasus kekerasan seksual yang kamu alami atau seseorang alami, silakan hubungi beberapa kontak di bawah ini dan buat aduan.
KemenPPPA
Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA)
Hotline Telepon: 129
WhatsApp: 08111-129-129
Komnas Perempuan
Telepon: 021-3903963 atau Faks: 021-3903922.
Isi formulir pengaduan terlebih dahulu lewat tautan https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdkS3HC1aSbk44u6joenNT-F-b1Of5aUKnuDUfrj6KLeuxlpg/viewform
Surel pengaduan pengaduan@komnasperempuan.go.id.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
WhatsApp Pengaduan: 08111772273.
Fax: (021) 3900833.
Surell: humas@kpai.go.id,
Surel pengaduan: pengaduan@kpai.go.id
Formulir pengaduan: https://www.kpai.go.id/formulir-pengaduan
Langkah kecil sangat berarti!